Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Novel The Secret of Room 403 [behind the scene]

Novel The Secret of Room 403


Alhamdulillah, setelah penantian kurleb 1 tahun 4 bulan, novel ini akhirnya naik cetak juga. Novel ini, adalah Pemenang Harapan 1 pada Lomba Menulis Novel Indiva (LMNI) tahun 2014. Saya masih ingat, proses pengumuman pemenangnya waktu itu cukup menegangkan, karena Penerbit Indiva mengumumkannya secara bertahap. Mulai dari pengumuman semua judul naskah yang masuk, 40 besar, lanjut ke 20 besar, hingga pengumuman pemenang. Dan saat pengumuman pemenang, juga ada yang sedikit mengejutkan. Karena seingat saya, ketika even lomba ini mulai digelar, penerbit hanya akan memilih 3 pemenang utama. Namun saat diumumkan, selain 3 pemenang utama, penerbit juga memilih 3 naskah sebagai pemenang harapan, dan termasuklah naskah ini diantaranya.

Entah kenapa, saya selalu menyukai momen kompetisi. Terutama kompetisi novel. Karena kompetisi adalah salah satu motivator saya untuk menyelesaikan naskah "napas panjang", dan menantang saya untuk menulis naskah yang antimainstream.

Dan entah kenapa pula, setiap kali menulis naskah yang saya tujukan untuk penerbit Indiva, saya selalu terbayang akan ide-ide yang saling bertabrakan. Contohnya saja, novel A Cup of Tarapuccino (2013,) adalah kisah yang “menabrakkan” ide tentang bisnis bakery dengan illegal trading. Novel Jasmine (2013), menabrakkan ide tentang peretas internet kelas kakap dan pelacur belia korban human traficking. Dan untuk yang akan terbit ini, didalamnya kalian akan menemukan kisah berlatar tragedi Priok, lika-liku kehidupan penulis, serta intrik ambisi politik.

Lalu, adakah unsur drama dan romansa didalamnya? Tentu saja ada. Karena buat saya, drama dan romansa adalah bumbu utama. Cerita akan terasa hambar jika tak dibumbui keduanya.

Berapa lama proses menulis naskah ini? 
Kira-kira 7 – 8 bulan. Waktu yang kurleb sama dengan proses menulis novel Jasmine yang menjadi pemenang 2 lomba novel inspiratif Indiva (2010).

Setting mana yang saya pakai? 
Ada beberapa tempat yang saya gunakan sebagai latar. Jakarta di era 1980an dan sekarang, kota kelahiran saya (Tanjungpinang), Pulau Penyengat dan sedikit setting di London.

Adakah kesulitan saat menulis naskah ini? 
Tentu saja ada. Karena kisah ini saya tulis dengan alur maju mundur, menggunakan sudut pandang 2 orang secara bergantian, dan untuk pertama kalinya, saya menggunakan tokoh pria sebagai tokoh utama pencerita. Jadi, saya harus ekstra hati-hati dalam mengatur ritme cerita agar tetap harmonis, fokus saat menggunakan 2 pov agar tidak terjadi kesamaan karakter, dan yang tak kalah penting.....bagaimana menuliskan cerita dengan  menggunakan pola pikir,  sikap, prinsip dan cara berbicara seorang pria.

Apa yang paling berkesan buat saya dari naskah ini? 
Episode tragis dan lika-liku hidup tokoh-tokoh utamanya, tentu saja. Tetapi, tentang bagian ini tak akan saya ceritakan di sini. Kalian yang harus membacanya sendiri ya, hehe.

Apakah novel ini berunsur thriller? Misteri? Horor? (pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat cover novel ini di-publish penerbit di media sosial). 
Mungkin, karena judulnya menggunakan kata “secret”, didukung oleh cover yang terkesan misterius, maka muncul dugaan-dugaan seperti itu terhadap genre novel ini.
Apa yang bisa saya katakan, bahwa novel ini memang mengandung unsur pemecahan misteri, memuat sedikit adegan action a.k.a kejar-kejaran dan baku tembak, namun juga terdapat kisah bernuansa travelling dan historis didalamnya. Yang nggak ada cuma kehadiran hantu hanti :D

Gado-gado banget ya? :D  Jujur saja, seperti yang udah saya sebutkan, novel-novel saya yang diterbitkan Indiva termasuk (insya Allah) novel ini, memang berada di jalur antimainstream, dan merupakan cerminan diri saya banget, karena saya emang susah untuk fokus di satu bidang dan satu ide. Selalu saja bermunculan ide-ide yang saling tabrak, sulit ditemukan titik persambungannya atau bahkan saling bertolak belakang. Dan buat saya, mengombinasikan hal-hal kontradiktif ini dalam sebuah cerita adalah sebuah tantangan yang seru dan mengasyikkan. Dan saya bersyukur, penerbit Indiva mau “mengakomodir” “kegilaan” semacam ini, diantara puluhan penerbit yang lebih pro pada ide-ide di zona aman, hehe.

Apa pesan yang mau saya sampaikan lewat novel ini? 
Saya nggak akan bercerita banyak. Karena saya ingin, pembacalah yang nantinya menyimpulkan sendiri setelah usai membacanya. Hanya satu bocoran yang saya kasih, bahwa melalui novel ini, saya ingin setiap orang yakin dan percaya, bahwa kita harus terus memperjuangkan harapan meski di mata semua orang, kemungkinan untuk mencapai harapan itu teramat sangat kecil bahkan tampak mustahil.

Sepertinya sampai sini dulu kisah behind the scene dari novel ini. Saya berharap saat telah terbit nanti, novel ini bisa mengobati kerinduan pembaca pada novel-novel saya yang “sekufu” dengan A Cup of Tarapuccino dan Jasmine, juga bisa diterima dan disukai oleh pembaca-pembaca saya di jalur romance, dan mudah-mudahan saja, ada hikmah dan inspirasi yang bisa dipetik dari kisah ini :D.

16 comments