Sabtu sore tanggal 19 September, saya berkesempatan mengisi
talkshow singkat di Rasi FM Bandung seputar novel duet saya yang baru terbit :
Rahasia Pelangi. Begini ini enaknya jaman teknologi sekarang ya, talkshow radio
cukup dilakukan via telpon aja tanpa saya harus pergi ke Bandung.
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan mas Tom Tom
penyiarnya, saya tampilkan 3 (tiga) pertanyaan saja yang menurut saya paling
relevan dengan praktek menulis, ini dia :
- Dari mana mendapat ide awal untuk menulis Rahasia Pelangi?
- Adakah hambatan yang ditemukan selama menggarap buku ini?
- Apa harapan kepada para pembaca buku Rahasia Pelangi?
Dan inilah jawaban saya, mewakili jawaban
Shabrina juga tentunya :
1.
Sebelum menulis Rahasia Pelangi, saya dan
Shabrina juga pernah menulis novel bertema serupa, yaitu penyelamatan hewan
langka, lewat novel Ping! A Message From Borneo. Jadi ketika itu ada teman yang meresensi Ping di blognya. Dalam resensi
itu teman kami (Oci YM) juga menyertakan contoh kasus serupa yang menimpa hewan
gajah di Riau. Saya lalu kontak Shabrina : mau nulis tentang gajah? Shabrina setuju.
Dan beberapa bulan kemudian, proses menulis novel yang berangkat dari ide ini pun kami
mulai.
2.
Hambatan terbesar kami adalah saat proses revisi.
Karena yang harus direvisi sangaaat banyak. Saya sampai ingat, jumlahnya ada
104 poin revisi, termasuk merombak plot, alur dan menambah detil-detilnya. Jadi
mulai dari riset – menulis – revisi, total proses novel ini kira-kira 6 bulan.
3.
Harapan kami berdua, mudah-mudahan pembaca dapat
membaca pesan kecil dan mengambil hikmah dari novel ini, khususnya tentang
seruan penyelamatan lingkungan dan penjagaan hewan langka. Dalam novel ini, kami
juga menyertakan tentang dampak pembakaran hutan seperti yang terjadi di Riau
sekarang ini. Kami berdua mungkin tidak sanggup mencegah dampak dari
pembakaran hutan dan perburuan hewan langka, jadi novel inilah menjadi
bentuk kepedulian dan kontribusi kecil kami terhadap penyelamatan lingkungan.
Dari pembicaraan ini, saya mau ngobrol sedikit
tentang tiga elemen yang pasti kita jumpai saat menulis, khususnya menulis buku,
yaitu : ide, hambatan dan harapan (pesan). Ketiga elemen ini harus kita
taklukkan saat menulis, karena ide adalah modal dasar menulis, hambatan adalah
kerikil yang harus disingkirkan, dan harapan (pesan) adalah “ruh” yang
menguatkan tulisan kita.
Tentang cara menaklukkan ide,
menurut saya nih ya, setelah ide kita dapatkan, kita nggak cukup hanya bermodal
apa yang sudah kita dapatkan itu. Melainkan harus diolah dan digali sisi unik
dari ide tersebut agar memunculkan ide yang baru dan berbeda. Silahkan baca tulisan saya tentang eksekusi ide di sini : 3 Langkah Praktis Mengeksekusi Ide Menjadi Tulisan.
Untuk menaklukkan hambatan, ada 2
cara yang dapat kita lakukan, yaitu preventif dan represif. Cara preventif kita
lakukan sebelum menulis dengan tujuan meminimalisir peluang munculnya
hambatan. Dengan cara ini, kita dianjurkan untuk menyiapkan pondasi menulis
terlebih dulu (misal : tema, sinopsis, outline, plot, alur, konflik (untuk
novel)), melakukan riset, menyiapkan waktu yang nyaman untuk menulis, dan
lain-lain.
Sedangkan cara represif, kita lakukan saat hambatan yang tak kita
inginkan muncul di tengah proses penulisan. Cara represif ini tergantung jenis hambatannya. Seperti yang kami alami misalnya, karena hambatannya adalah
harus merevisi besar-besaran, jadi cara represif yang kami tempuh adalah
melakukan riset tambahan, berdiskusi lebih intens dan fokus dalam merevisinya. Mengenai
cara represif dalam mengatasi hambatan ini, kita obrolin pada kesempatan berbeda
deh ya...Insya Allah.
Lalu terkait harapan (pesan),
secara umum kita pasti menginginkan semua pembaca menyukai tulisan kita dan
syukur-syukur dapat tercerahkan oleh pesan yang kita sampaikan. Masalahnya,
untuk merealisasikan harapan ini dan “menaklukkan” pembaca, sudah menjadi tugas
kita untuk menulis dengan baik hingga sampai ke taraf readable dan likeable,
lebih bagus lagi jika sampai loveable. Untuk bisa begitu, tentu saja harus
banyak latihan menulis dan membaca ulang apa yang ditulis, banyak membaca dan
mendalami apa yang dibaca.
Sedangkan untuk pesan yang
disampaikan, ada yang beranggapan, nggak perlu mikirin pesan dulu deh, biarin
mengalir aja, atau ada juga yang khawatir kalau buku (novel) dengan pesan
tertentu akan terkesan menggurui. Buat saya, it’s fine-fine aja kok. Mau nyiapin
pesan dari awal menulis, or nggak mikirin dulu, or malah nggak mikir sama
sekali, it’s yours :D tetapi satu hal aja nih, adanya pesan dalam tulisan kita,
novel sekalipun, akan membuatnya punya nilai plus. Jadi kalau itu novel romance
misalnya, pembaca nggak hanya mengingat kisah cinta-cintaannya saja, tetapi
juga nilai positif yang lain, misalnya nilai persahabatan, bakti pada orang tua, or
penyelamatan lingkungan. Nah, tugas kitalah untuk “menaklukkan” pesan itu agar
nggak terasa menggurui tapi nyantol dengan kuat di benak dan hati pembaca. Apalagi
kalau sampai menggugah pembaca untuk melakukan apa yang kita inginkan....that
would be much better.
Caranya? Selain
banyak latihan, banyak merenung, juga harus banyak.....berdoa, berpikir
(belajar) dan beribadah. Karena apa yang keluar dari lisan dan tulisan kita
berbanding lurus dengan ruhiyah kita. Berbusa-busa pun pesan yang kita
sampaikan, tapi ruhiyah kita kering, pesannya juga akan “kering”, kurang greget
untuk menggugah, sebaliknya jika ruhiyah kita selalu terisi dengan zikir dan
ilmu, insya Allah, satu kalimat kebaikan yang kita tulis dengan sepenuh hati
dan cinta, akan sampai dengan utuh ke hati pembaca yang juga menerimanya dengan
cinta :)
Tanjungpinang, 9 Zulhijjah 1436 H
Penulis 14
novel dan 3 (duet) nonfiksi. Mentor Kelas Novel Online Smart Writer.
Kontributor Sayap Sakinah dan Admin grup Be A Writer
Community.
Memang yg paling melelahkan adalah cheking ulang tulisan yg dah dibikin
ReplyDeleteIya..harus teliti en hati2
DeletePesannya keren, Mbak. Mudah2an bermanfaat buat banyak orang dan lingkungan. Sukses yaa moga buku barunya laris-manis :)
ReplyDeleteAmiiin....trima kasih mbak udah mampir :)
DeleteMantab #Matoh yu.....!!
ReplyDeleteNulisnya memang susah ya kak,, tapi yangg bikin lebih pusing waktu cek ulangnya. sama saya kalau nulis juga kaya gitu
ReplyDeletejenuh yang bikin males buat menulis, hilangkan kejenuhan dengann refresing ke wisata2 alam
ReplyDelete