Resensi :
Perkenalan
Rianda dengan Fedi di Frankfurt saat keduanya menuntut ilmu disana membawa
keduanya pada hubungan yang kian akrab dan terus berlanjut menjadi jalinan
cinta. Fedi berjanji pada Rianda bahwa hubungan itu akan mereka resmikan dalam
ikatan pernikahan. Siapa menyangka, kepulangan Fedi ke tanah air justru
menyisakan kekecewaan dan luka di hati Rianda. Fedi dijodohkan dengan Andini,
mereka menikah dan dikaruniai dua orang anak. Rianda kemudian memutuskan untuk
menjadi wanita karir yang mandiri. Di lain sisi, Andini harus merelakan putus
kuliah saat menikah dengan Fedi.
Roda kehidupan
terus bergulir. Rianda yang kembali ke tanah air bertemu lagi dengan Fedi dan
secara diam-diam mereka pun kembali menjalin hubungan. Namun, Andini akhirnya
mengetahuinya. Kenyataan yang membuatnya sangat terpukul, karena selama ini, ia
pun telah sering berinteraksi bahkan bersahabat dengan Rianda.
Bagaimanakah
kisah rumah tangga Fedi dan Andini? Akankah kehadiran Rianda berhasil
menghancurkan ikatan suci mereka?
Membaca novel
yang ditulis secara duet ini, sesuai judulnya, pembaca akan diajak menelusuri
kota Frankfurt dan suasana hiruk pikuk Jakarta khususnya kota Depok secara
bergantian. Deskripsi latar tempat yang detail dari keduanya membuat
visualisasi kedua kota ini terasa begitu hidup. Selipan kultur dan dialog betawi
di awal cerita juga menambah kesan hangat. Andai unsur lokalitasnya terus
dipertahankan hingga akhir, saya pikir novel ini akan terasa lebih ‘kaya’ dan
variatif.
Penokohan yang
kuat juga menjadi kelebihan lain novel ini. Kedua penulis berhasil menggiring
emosi pembaca untuk ikut bersimpati pada nasib Rianda atau Andini, dan
sebaliknya merasa sebel luar biasa dengan karakter Fedi yang plin plan dan
egois.
Novel ini akan
menggugah kesadaran kita, bahwa cinta atau ego sesaat tak harus diperturutkan,
apalagi jika kita telah terikat pernikahan ataupun saat menyadari bahwa cinta
sesaat itu terjalin dengan seseorang yang telah menikah.
Andai ke depan,
kedua penulisnya masih akan konsisten dengan teknik menulis mereka dalam novel
ini, it’s no problem. Saya yakin novel-novel seperti ini juga memiliki segmen
pembaca dan peminatnya tersendiri. Tetapi kalau keduanya masih menganggap writing progress tetap diperlukan, maka yang bisa saya sarankan adalah,
nggak ada salahnya untuk melakukan pembaruan. To do something new. Baik dalam
tema maupun gaya penuturan.
Novel islami
selalu membuka peluang untuk tema-tema berdasarkan sendi-sendi islam yang
universal, tak hanya berkutat pada urusan perjodohan, cinta segi tiga dan
saran poligami ketimbang selingkuh.
Kalaupun tetap ingin bertahan dengan tema-tema semacam ini,
setidaknya, nggak ada salahnya juga untuk sedikit memperbaharui gaya penuturan
dan variasi diksi. Jujur saja, saat membuka lembar-lembar novel dengan narasi
yang panjang-panjang ini, saya seakan tengah membaca sebuah memoar yang ditulis
dengan pov yang berbeda. Dan ending novel ini langsung mengingatkan saya pada
novel duet islami lain yang ditulis oleh rekan BAW dengan premis yang juga
nyaris sama. Novel apa gerangan? Tunggu ya, sepertinya saya harus baca ulang
sebelum bisa nulis resensinya :)
Judul : Frankfurt to Jakarta
Penulis : Leyla Hanna dan Annisah Rasbell
Penerbit : Edu Penguin
Tebal : 320 hal
Genre : Fiksi
Terbit : 2013
ISBN : 9786021777725
Hadiiiiir :)
ReplyDelete