Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

RESENSI NOVEL TENTANG KAMU : LIMA MAKNA KEHIDUPAN DALAM KISAH PEMECAHAN MISTERI WARISAN

“Tapi, aku tetap tidak memahami satu hal, Zaman. Kenapa Sri Ningsih tidak langsung mengirimkan langsung surat wasiatnya ke Belgrave Square? Itu jelas akan membuat semua urusan lebih sederhana, bukan?” (hal. 516-517).

Zaman Zulkarnaen, seorang junior associate di firma hukum Thompson & Co di London, mendapat tugas menangani warisan salah seorang klien mereka yang meninggal di Paris. Namun, tugas kali ini terbilang pelik. Tak hanya karena sang klien meninggalkan warisan dengan nilai sangat besar dalam bentuk kepemilikan saham, tetapi juga terkait misteri yang menyelimuti kehidupan sang klien, mulai dari tempat tinggal terakhirnya di sebuah panti jompo, surat mandat kepada Thompson & Co untuk menyelesaikan urusan warisan yang “hanya” dititipkan melalui pos, ketiadaan surat wasiat, dan kenyataan bahwa sang klien adalah seorang wanita Indonesia, negara asal Zaman Zulkarnaen.

Penelusuran Zaman dimulai di Kota Paris, tepatnya di panti jompo yang menjadi “rumah” terakhir sang klien yang bernama Sri Ningsih itu. Di sini, Zaman mendapat informasi tentang kehidupan Sri selama di panti dari gadis pengurus panti bernama Aimee. Benda paling berharga yang berhasil diperoleh Zaman di tempat ini adalah diary milik Sri Ningsih. Diary inilah yang kemudian “menuntun” Zaman menelusuri fase demi fase kehidupan Sri Ningsih.

Penelusuran Zaman berlanjut ke pulau Bungin, tempat kelahiran Sri Ningsih. Kisah tentang Sri di pulau ini diperoleh Zaman dari seorang Pak Tua bernama Ode. Lelaki inilah yang menjadi saudara angkat sekaligus saksi rekam jejak kehidupan Sri selama di Bungin, hingga Sri meninggalkan Bungin menuju Surakarta.

Kisah hidup Sri selama di Surakarta pula, diperoleh Zaman dari ibu Nuraini yang dulunya adalah sahabat akrab Sri. Episode kedua ini, periode 1961 – 1966, adalah bagian kehidupan paling pendek dari 70 tahun usia Sri, hanya lima tahun, tapi menjadi bagian paling menyedihkan dan amat membekas hingga esok lusa dia telah pergi mengelilingi dunia. (hal. 205). Sebelum berpisah, ibu Nuraini memberikan sebuah kotak jati kepada Zaman, kotak yang memuat foto-foto, dokumen dan semua surat-surat Sri kepada Nuraini.

Penelusuran Zaman berlanjut ke kota Jakarta, destinasi Sri pada fase ketiga kehidupannya. Sebagian besar kisah Sri di kota ini diperoleh Zaman melalui surat-surat yang dikirimkan Sri kepada Nuraini. Di kota ini, dikisahkan lika-liku dan jatuh bangun Sri untuk bertahan hidup di Jakarta. Sebagian kecil perjalanan hidup Sri di kota ini saat telah berhasil memiliki pabrik sabun, diperoleh Zaman melalui Catherine, sang pimpinan pabrik yang sejak kecil sangat dekat dengan Sri. 

Sebuah kenyataan pelik ditemukan Zaman, yaitu tentang Sri yang tiba-tiba meninggalkan pabrik yang telah ia bangun dengan susah payah dan berada di puncak sukses, untuk alasan yang tak diketahui siapapun. Di titik ini pula, Sri mengambil keputusan cerdas untuk menjual pabrik dengan cara menukar kepemilikan saham, yang kelak terus berkembang hingga mencapai nominal senilai satu miliar poundsterling dan menjadi aset yang akan ia wariskan.

Fase berikutnya adalah di kota London. Kisah tentang Sri di kota ini diperoleh Zaman dari Lucy, seorang kepala administrasi pool tempat Sri pernah bekerja sebagai supir bus. Kisah lain tentang Sri diperoleh Zaman dari keluarga Rajendra Khan, tempat dimana Sri pernah tinggal. Rajendra Khan ternyata bukanlah seorang yang asing untuk Zaman. Melainkan pemilik kios tempat Zaman biasa membeli roti daging.

Kisah Sri selama tinggal di London, tak ubahnya drama Bollywood yang menghadirkan tawa dan duka. Di kota ini, Sri untuk pertama kalinya merasakan getar-getar cinta dari seorang pria Turki bernama Hakan Karim yang berlanjut dengan pernikahan. Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Satu demi satu peristiwa duka menimpa Sri dan meninggalkannya dalam kepedihan yang mendalam.
Masih ada tiga tahun episode kehidupan Sri di London, sebelum dia kemudian secara tiba-tiba memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di Paris.

Lantas, setelah mengunjungi lima tempat berbeda di berbagai belahan dunia, berhasilkah Zaman mengurai simpul misteri dibalik warisan Sri Ningsih? Mengapa Sri beberapa kali melakukan tindakan tiba-tiba pergi dan meninggalkan kehidupan yang tengah ia jalani? Berhasilkah Zaman menemukan surat wasiat Sri? Dan siapakah yang kemudian menjadi pewaris atas semua harta peninggalan Sri?

Pertanyaan-pertanyaan diatas, nyatanya belumlah sebanding dengan rangkaian peristiwa penting yang dialami Sri sepanjang hidupnya, karena kisah ini memang bukan sekadar pemecahan misteri harta warisan, melainkan sebuah kisah yang sarat akan makna-makna penting tentang hidup, yang melebur dalam sosok Sri Ningsih sebagai hasil tempaan kehidupan yang diarunginya.

Sepertinya, perjalanan panjang Sri inilah yang direpresentasikan oleh gambar sepatu usang pada sampul novelnya. Pilihan desain yang sederhana, minimalis, namun tetap terlihat elegan, cool, dan eye-catching. Seakan sekaligus mencerminkan sosok Sri yang juga adalah seorang perempuan sederhana, namun didalam dirinya terdapat nilai-nilai inspirasi yang begitu berharga.

Saya sempat menemukan foto pemeran Oshin kecil dalam serial Jepang populer tempo dulu : Oshin, di page Tere Liye. Saya menduga, perjalanan hidup Oshin dalam serial ini turut punya andil dalam menginspirasi kisah kehidupan Sri Ningsih dalam novel ini.
gambar pemeran Oshin kecil.
 Berbeda dengan resensi-resensi saya untuk novel-novel Tere Liye sebelumnya, kali ini, saya ingin terlebih dulu menguraikan makna demi makna hidup dalam novel ini sebelum membahas teknik penulisannya. Karena bagi saya, makna-makna inilah yang menjadi kekuatan utama novel ini, makna yang layak dijadikan teladan, diambil ibrahnya untuk dijelmakan dalam kehidupan.  Berikut uraiannya :

Pertama, makna kesabaran.
Makna ini termuat didalam bagian (Sri menyebutnya Juz) pertama diary Sri, merepresentasikan awal kehidupan Sri sebagai gadis kecil yang harus melewati tahun-tahun penderitaan saat ditinggal mati ayahnya dan hidup bersama ibu tiri yang kejam. Lima tahun diperlakukan buruk oleh ibu tirinya, siapa menduga, Sri justru membalasnya dengan rela mati demi menyelamatkan Nusi Maratta dari kobaran api yang menyala.  

Makna inilah yang terangkum dalam sebaris kalimat nan menggugah pada surat pertama Sri, berikut ini : Apakah sabar memiliki batasan? Aku tahu jawabannya sekarang. Ketika kebencian, dendam kesumat sebesar apapun akan luruh oleh rasa sabar. (hal. 48).

Pada bagian kisah ini, Tere juga menuangkan kritiknya terhadap ketidakpedulian lingkungan terhadap perilaku kekerasan pada anak yang terjadi didalam keluarga sehingga anak menjadi korban.

Kedua, makna persahabatan
Makna ini mewakili kehidupan Sri remaja di sebuah madrasah di Surakarta. Sebagaimana remaja puteri pada umumnya, persahabatan menjadi sesuatu yang tak ternilai buat Sri. Apalagi, persahabatan yang terjalin selama bertahun-tahun. Bahkan ketika salah seorang dari kedua sahabat akrabnya mengkhianati semua orang yang menyayanginya termasuk sahabat baiknya, hanya Sri yang sudi memaafkannya. (hal. 151).

Pada bagian ini, kita seakan diajak merenung saat dihadapkan dengan pilihan yang sulit, sebagaimana diungkapkan Sri pada bagian kedua diary-nya : Apa arti persahabatan? Apa pula arti pengkhianatan? Apakah sahabat baik akan mengkhianati sahabat sejatinya? Sri harus memilih, sahabat sejati atau kebenaran. (hal. 141)

Ketiga, makna keteguhan hati
Saat kita sudah melakukan yang terbaik dan tetap gagal, apalagi yang harus kita lakukan? Berapa kali kita harus mencoba hingga tahu bahwa kita telah tiba pada batas akhirnya?
Aku tahu sekarang, pertanyaan terpentingnya bukan berapa kali kita gagal, melainkan berapa kali kita bangkit lagi, lagi dan lagi setelah gagal tersebut.
Jika kita gagal 1000x, maka pastikan kita bangkit 1001x. (hal. 200 – 210).

Bagi saya, inilah makna paling inspiratif dari kehidupan seorang Sri Ningsih. Masa ketika Sri berusaha bertahan hidup di Jakarta hingga berhasil meraih kesuksesan. Sri beberapa kali nyaris terpuruk oleh hantaman cobaan untuk kemudian berusaha bangkit lagi. Didalam kisah perjuangan Sri ini, terdapat motivasi akan pentingnya menjaga keteguhan hati, kesabaran dan kemauan untuk terus belajar sehingga mampu membalikkan kegagalan menjadi keberhasilan.

Keempat, makna cinta

Cinta memang tidak perlu ditemukan. Cinta-lah yang akan menemukan kita. Karena dicintai begitu dalam oleh orang lain akan memberikan kita kekuatan, sementara mencintai orang lain dengan sungguh-sungguh akan memberikan kita keberanian (hal. 286).

Makna cinta ini melebur dalam kisah asmara Sri Ningsih dan Hakan Karim di kota London. Jangan bayangkan ini sebuah kisah cinta nan romantis ala drama Korea, melainkan sebuah kisah cinta yang sederhana, malu-malu namun sarat akan makna kesetiaan dan kesabaran.
Dan kisah cinta ini membuat air mata saya nyaris tumpah. Siapa gerangan yang tak akan terharu biru, membaca kisah cinta yang berawal bahagia namun berakhir dengan duka yang mendalam?

Kelima, makna berdamai dengan rasa sakit
Bagaimana agar kita bisa berdamai dengan begitu banyak kejadian menyakitkan? Sri sekarang tahu jawabannya. Lompatlah ke tengah hujan, biarkan seluruh tubuh kuyup. Menarilah bersama setiap tetesnya, jangan pernah dilawan, karena sia-sia saja, kita pasti basah. (hal. 457).

Inilah makna terakhir yang terangkum dalam diary Sri, sekaligus menjadi pamungkas kehidupan seorang Sri Ningsih. Melalui catatan terakhir Sri ini, satu pelajaran penting akan kita peroleh, bahwa tidak ada satupun obat yang bisa menyembuhkan luka hati selain keikhlasan.

Kapabilitas Tere Liye sebagai penulis produktif, cerdas, mampu menyajikan kisah dengan struktur kompleks namun tetap kokoh dan rapi sekaligus alur cerita yang mengasyikkan, kian menunjukkan pesonanya melalui novel setebal 524 halaman ini. Produktivitas yang tinggi tak lantas membuat karya Tere Liye mengalami stagnansi dan monoton. Meskipun masih terdapat repetisi pola unsur intrinsik dengan novel-novel sebelumnya, terdapat beberapa pembaruan pada novelnya kali ini. Dan pembaruan ini, terbukti berhasil meningkatkan bobot novel ini menjadi lebih baik dibandingkan novel-novel Tere sebelumnya.

Apa sajakah pembaruan tersebut? Berikut uraiannya :
      1.      Pergeseran titik sentral penokohan
Seperti sebagian besar novel-novel terdahulu, Tere masih setia mengangkat tema tradisional-universal tentang tokoh utama yang menemukan makna dari perjalanan panjang hidupnya. Namun kali ini, tak biasanya, tokoh sentral yang menemukan makna hidup tersebut bukanlah sang tokoh utama pencerita, melainkan tokoh utama yang kisahnya mengalir lewat penceritaan para tokoh-tokoh tambahan, juga melalui diary dan surat-surat yang ditulis oleh tokoh tersebut.

Memang, pola seperti ini bukan yang pertama dilakukan penulis novel populer selain Tere, namun apa yang menarik, eksistensi tokoh yang diceritakan tersebut – dalam hal ini adalah Sri Ningsih - terasa hidup dan memberi “ruh” yang kuat terhadap alur cerita.

Ini karena Tere tidak hanya menghadirkan Sri sebagai tokoh pasif atau yang “sekadar” diceritakan, tetapi Tere memberi porsi yang cukup untuk Sri memainkan peran utama pada latar waktu masa lalu dengan bantuan alur maju mundur yang menjalin semua rangkaian kisah ini.

      2.      Latar yang lebih variatif
Deskripsi latar yang detil dan meyakinkan, adalah salah satu kelebihan novel-novel Tere. Dan pada novel kali ini, Tere tak hanya menyajikan 1 – 2 latar tempat, tetapi sekaligus 5 (lima) latar berbeda baik dalam maupun luar negeri : London, Paris, Pulau Bungin (Sumbawa), Surakarta dan Jakarta.

Dan anda tak perlu meragukan kalau kelima latar ini hanya tampil sebagai tempelan, karena Tere berhasil mendeskripsikan masing-masing latar dengan sangat baik, termasuk latar waktu dan peristiwa. 

Memori kita seakan kembali tersentak oleh tragisnya peristiwa pemberontakan PKI saat Zaman menyusuri kisah hidup Sri di Surakarta pada tahun 1960an. Saat Zaman menelusuri kisah hidup Sri di Jakarta, kita seakan diajak memasuki lorong waktu untuk menengok situasi kota Jakarta di tahun 1970an. Wawasan kita juga menjadi bertambah saat diajak menyusuri suasana kota London pada era tahun 1980an.

Bagi anda – generasi yang berusia dewasa di tahun 90an – mungkin merasa tak asing dengan kilasan peristiwa millenium bug pada kisah penghujung episode kehidupan Sri di London. Peristiwa yang sempat menghebohkan dunia ketika itu karena masalah penanggalan komputer yang sudah telanjur disetting dua digit (hal. 415).

Apresiasi saya untuk Tere, yang saya yakin telah melakukan riset serius demi menghadirkan latar tempat, waktu dan peristiwa yang begitu detail untuk setiap fase kehidupan Sri, disajikan dengan gaya penceritaan nan memikat serta menambah wawasan pembaca. 

iklan sabun jadoel yang menurut Tere, menjadi salah satu bahan risetnya
      3.      Sosok “Sang Penasehat”
Bagi anda yang sudah membaca beberapa novel Tere, pasti cukup akrab dengan sosok Pak Tua yang selalu hadir dalam novel-novelnya dan mendapat peran sebagai penasehat. Nah, dalam novel kali ini, sosok Pak Tua tak lagi hadir sebagai sang penasehat, melainkan menjadi salah satu informan kehidupan Sri kecil di Pulau Bungin, Sumbawa.

Lantas, siapakah yang “didaulat” Tere sebagai sang penasehat dalam novel ini? Tak lain adalah sang tokoh sentralnya sendiri, Sri Ningsih. Seperti telah disebutkan pada poin 1, bahwa pergeseran titik sentral penokohan utama, tak hanya membuat novel ini berhasil lepas dari stereotype penokohan utama novel Tere Liye pada umumnya, tetapi juga memberi ruang leluasa kepada Sri untuk bertindak sebagai tokoh utama sekaligus sang pemberi nasehat, baik nasehat tersirat dari lika-liku perjalanan hidupnya, maupun nasehat tersurat yang tertuang didalam diary dan surat-suratnya.

Selain 3 (tiga) poin pembaruan diatas dan 5 (lima) makna hidup yang menjadi amanat penting novel ini, Tere tetap mempertahankan kekuatan dan kekhasannya dalam membangun unsur-unsur intrinsik novel, sebagai berikut : 

1.      Penokohan yang kontributif dan menarik 
Sosok tokoh utama lainnya dalam novel ini, Zaman Zulkarnaen, juga tak kalah mencuri perhatian. Meski sebagian besar kisah tentangnya terfokus pada penelusuran kehidupan Sri, Tere tetap tak alpa menyertakan latar kehidupan pribadi Zaman, karakternya yang simpatik dan sekilas kisah romansanya. 

Dalam novel ini, Tere kembali menghadirkan banyak tokoh tambahan dengan karakter dan latar berbeda-beda namun semuanya memiliki kontribusi yang pas terhadap cerita, termasuk karakter yang memberi nuansa segar. Contohnya saja sosok Sueb sang pengemudi ojek online dengan dialek Betawi yang kental ataupun Rajendra Khan yang suka mengusili orang lain. Ini membuat pergerakan cerita terasa dinamis, page turner, jauh dari kesan membosankan. 

Selain itu, melalui tokoh-tokoh tambahan yang melintas dalam kehidupan Sri, tersimpan pesan penting bahwa ketulusan menolong orang lain kelak akan mengantarkan kita pada ganjaran kebaikan yang berkali lipat besarnya.

2.      Pengolahan plot dan alur yang proporsional 
Unsur lain yang tak kalah memukau adalah pengolahan plotnya yang ciamik. Tere kembali menghadirkan kombinasi plot padat dan plot regresif yang disulam rapi dan konsisten sepanjang kisah ini. Sekilas membincang teori, bahwa plot padat adalah plot yang menyajikan peristiwa secara cepat dan fungsional, dimana peristiwa yang terjalin tidak dapat dipenggal atau dihilangkan karena memiliki sifat fungsional tinggi. Jika satu saja peristiwa dihilangkan, maka pembaca tidak akan memahami keseluruhan konteks cerita.
  
Sedangkan plot regresif adalah plot yang urutan kejadiannya tidak kronologis. Di sini, Tere menggunakan alur maju mundur yang bergerak dalam ritme proporsional. Pengembangan peristiwa – konflik – klimaks juga berlangsung nyaris sempurna. Bahkan saya nyaris terkecoh. Saat Zaman telah menuntaskan penelusurannya atas kehidupan Sri, saya pikir klimaks novel ini telah berakhir. Sisanya tinggal cooling down hingga the end.

Nyatanya, tuntasnya penelusuran ini justru berlanjut dengan bab-bab klimaks yang mengungkap siapa sesungguhnya tokoh antagonis didalam novel ini. Tokoh yang sempat hadir pada bab-bab awal, lalu eksistensinya seakan hilang ditelan bumi, dan kembali muncul di bab-bab akhir. Adegan action pun menjadi bumbu pada bagian terakhir ini. Seperti halnya tokoh Bujang dalam novel Pulang, tokoh Zaman dalam novel ini pun digambarkan memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni.

3.    Gaya bahasa 
Untuk gaya penceritaan Tere, sepertinya tak memerlukan uraian terlalu panjang. Diksi yang lugas dan mudah dicerna namun tetap mempertahankan nilai estetis, gaya tutur yang mengalir dan dialog-dialog yang luwes, adalah kekuatan Tere yang kian menunjukkan kematangannya pada novel ini.

Lantas....dimanakah letak kekurangannya? Jujur saja, kerikil-kerikil kecil yang ada sama sekali tak mengganggu kenikmatan saya menuntaskannya. Namun demikian, saya tetap menyertakan sedikit catatan akan “kerikil” tersebut, berikut ini :

Pertama, identifikasi Razak sang pilot terhadap Pulau Bungin melalui deskripsi Sri dalam suratnya, terasa terlalu mudah. Apalagi, deskripsi Sri menggunakan kalimat semi puitis dan Pulau Bungin sendiri tidak terlalu populer. Namun di sisi lain, saya pikir, cara ini cukup efektif untuk menjaga ketertarikan pembaca, ketimbang langsung menyajikan proses penelusuran kehidupan Sri yang rumit lagi berbelit sejak awal. 
Pulau Bungin
Kedua, penjelasan atas Special Purpose Vehicle (SPV) yang dipilih Sri saat melakukan transaksi kepemilikan saham, masih terasa samar. Memang, kita akan menemukan gambaran tentang prospek pengembangan saham melalui metode SPV, tetapi belum cukup menjelaskan tentang definisi dan segala hal terkait SPV, kemungkinan resiko yang timbul, dan bagaimana bentuk pengawasan atas perkembangan saham perusahaan yang berlangsung berpuluh tahun.

Barangkali, Tere memang tidak ingin menjejali pembacanya dengan teori dan muatan ekonomi yang bikin mumet, ataupun Tere justru memancing pembaca untuk mencari tahu lebih banyak tentang teori ekonomi tersebut dari sumber-sumber yang valid.

Ketiga, proses penyelesaian klimaks agak sedikit mengalami percepatan, seperti menyaksikan video film saat tombol forward-nya ditekan. Dan semua kesimpulan atas rahasia sang tokoh antagonis, hanya dibeberkan secara sepihak berdasarkan analisa Zaman. Meskipun semua analisa itu benar adanya, akan terasa lebih meyakinkan jika dilengkapi peristiwa-peristiwa pendukung yang dimunculkan secara bertahap atau sekilas-sekilas dengan tidak mengurangi unsur suspense dan surprise-nya.

Tentang Kamu. Dua kata ini memang hanya akan kita temukan pada bab 24. Sebagai judul bab, juga judul lagu yang diciptakan seorang rekan Hakan Karim untuk menggodanya. Tetapi, makna Tentang Kamu dalam kisah ini jauh lebih besar dari sekadar judul bab dan lagu. Melainkan merujuk pada sesosok wanita yang luar biasa, pada segala makna hidup yang ia peroleh dari perjalanan hidupnya, dan makna yang dititipkan Tere Liye kepada sosok tersebut untuk menginspirasi pembaca.

Inilah yang menjadi jawaban atas pertanyaan diawal resensi ini. Karena jika Sri memilih untuk menyelesaikan urusannya dengan sederhana, maka makna –makna kehidupan nan menggugah itu hanya akan menjadi milik Sri Ningsih seorang.

Selamat menyerap lima makna hidup yang akan menginspirasi hidupmu melalui kisah penelusuran misteri warisan yang memikat ini. Semoga makna-makna tersebut akan membuat hidupmu lebih berarti saat kau bersungguh-sungguh meresapinya dan mengejawantahkannya di dalam kehidupan.

Judul               : Tentang Kamu
Penulis            : Tere Liye
Penerbit         : Republika
Tebal               : 524 hal
Terbit              : Cetakan I, Oktober 2016   


Sumber gambar :
Page FB Tere Liye
Dokumentasi pribadi

12 comments

  1. Seperti biasa, resensi Mbak Lyta keceee banget. Bikin yang lain melipir cantik :D
    Good Luck, Mbak :-)
    Oh iya.. Oshin.. Jadi ingat beliau ya. Baru ngeh nih :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Yant udah mampir. Oshin ini serial fenomenal banget thn 80an ya

      Delete
  2. Good luck, mbak Erlita 😊

    ReplyDelete
  3. Setiap membaca resensi Mbak Ria selalu takjub. Lengkap, menarik dan selalu keren. Good luck Mbak. ^_^

    ReplyDelete
  4. Kapan yaa aku bisa mengulas buku se-wow ini..?
    Mbak Lyta nih emang kagak ada matinye soal ngeresensi..

    ReplyDelete
  5. Kapan yaa aku bisa mengulas buku se-wow ini..?
    Mbak Lyta nih emang kagak ada matinye soal ngeresensi..

    ReplyDelete
  6. astaga mbak Lytaaa, lengkap banget ini... cool

    ReplyDelete
  7. semoga menang ya mba, eh buat lomba bukan sih? :) dan... tentang kamu, terimakasih sudah mengulasnya sedetail ini, smg bisa beli :)

    ReplyDelete
  8. ini film waktu aku masih kecil dulu ...

    ReplyDelete
  9. Waah keren!!! Ulasannya sangat lengkap dan pokoknya keren deh

    ReplyDelete