Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi Novel Alias : Novel Horor Berlatar Alter Ego dan Dunia Kepenulisan

Kalian pernah mendengar istilah “alter ego”? Menurut wikipedia, alter ego yang berasal dari bahasa Latin ini mengandung pengertian “diri kedua”  yang berbeda dari kepribadian sebenarnya. Istilah ini dipakai pada awal abad kesembilan belas, di mana seseorang yang memiliki Alter ego dikatakan menjalani kehidupan ganda.


Dari sudut pandang analisis sastra, ini mengacu pada penggambaran karakter dalam karya-karya berbeda yang secara psikologis mirip, atau karakter fiktif yang perilakunya, ucapan, atau pikiran sengaja mewakili penulis, ataupun merepresentasikan penampilan berbeda.

Hal inilah yang terjadi pada Jeruk Masala, tokoh utama novel ini yang berprofesi sebagai seorang penulis novel romance. Alter ego yang dimilikinya membuatnya kemudian  “memecah diri” dengan “menciptakan” tokoh baru bernama Rinai, seorang penulis novel horor, karena Jeruk menyukai genre horor namun namanya telanjur dikenal sebagai penulis novel romance. Nama Rinai sendiri diperoleh Jeruk dari penemuan sebuah liontin.

“Kenapa kamu nggak mengizinkanku menulis novel horor?”

“Kamu punya branding, J. Romantis, sedih, dan melankolis. Jika kamu menulis horor, brandingmu akan rusak. Apapun itu harus ada fokus agar semua orang mudah menghapalnya.” (hal. 28).

Untuk mempermudah urusan administrasi, Jeruk kemudian menugaskan sahabatnya Darla untuk menjadi “manajer” Rinai. Darla yang bertugas menangani surat-surat penerbitan Rinai, membuat akun sosial media untuk Rinai dan menjawab komentar para pembacanya. Novel-novel Rinai berikut sosok penulisnya yang terkesan misterius memperoleh popularitas dalam waktu sangat cepat. Bahkan mengalahkan popularitas Jeruk Masala dan novel-novelnya.

Masalah mulai muncul saat satu demi satu kasus pembunuhan terjadi tanpa diketahui siapa pelakunya, dan punya kemiripan dengan jalan cerita serta nama-nama tokoh dalam novel Rinai. Belum selesai sampai di situ, Jeruk kemudian berkenalan dengan seorang cowok bernama Eru, dan ternyata, orang-orang yang tewas dalam pembunuhan demi pembunuhan itu, semuanya memiliki hubungan kekeluargaan dengan Eru. Jeruk juga mengalami keanehan-keanehan yang sulit dicerna logika selama dia “memerankan” tokoh Rinai dan melanjutkan penulisan novel-novel bergenre horor.

Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa sesungguhnya pelaku rentetan pembunuhan itu? Dan apa hubungannya dengan novel-novel Rinai?

Semuanya akan terjawab di novel terbaru karya Ruwi Meita ini. Alias, adalah novel kedua Ruwi yang saya baca setelah Kaliluna : Luka di Salamanca. (yuk baca resensinya di sini). Berbeda dengan Kaliluna yang bergenre romance dan mengandalkan pengolahan setting serta permainan diksi-diksi nan panjang sebagai kekuatannya, pada novel Alias dengan genre berbeda, Ruwi lebih fokus pada pengolahan plot yang cepat, diksi yang efektif dan karakter penokohan yang spesifik. Dan diantara elemen-elemen pendukung itu, buat saya, elemen karakter penokohan adalah juaranya.

Sampai saya menutup buku ini dan memisahkan diri usai membacanya, karakter tokoh-tokohnya masih melekat kuat dalam benak saya. Tentang Darla sahabat Jeruk yang terkesan dark, gotic dan bertatoo, Alan pacar Jeruk yang pesolek dan metroseksual, sosok Eru yang tubuhnya menjulang seperti pohon dan pintar memasak sop buntut, Lili sang editor yang melarikan kepenatannya pada hobi merajut hingga Uti Greti nenek Jeruk yang mengalami alzheimer.

Untuk tokoh utamanya sendiri, Jeruk Masala, entah kenapa saya langsung terbayang sosok penulisnya. Mungkin, karena alter ego Jeruk Masala memang sedikit banyak mewakili penulisnya. Ruwi Meita, selain dikenal sebagai penulis novel romance, juga telah beberapa kali menulis novel adaptasi dari skenario film horor.

Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga serbatahu yang lebih didominasi oleh sosok Jeruk Masala. Dengan latar belakang tokohnya yang berprofesi penulis, novel ini juga mengungkap berbagai hal yang berkaitan dengan dunia kepenulisan, seperti novel yang diangkat ke film, acara meet and greet dengan penulis, juga permasalahan yang kerap terjadi pada penulis.

Seperti biasa, dia kebanjiran email dari para penggemar atau seseorang yang ingin belajar menulis. Jeruk suka berbagi pengalaman, namun kadang mereka tidak menghargainya. Ada yang bersikeras meminta alamat email editor Jeruk untuk mengirim naskah mereka. Ada lagi yang mengirim cerpen kepada Jeruk untuk minta saran dan masukan. Namun setelah Jeruk mengulas cerpen itu, mereka justru marah. Mereka menganggap Jeruk sombong karena sudah menghasilkan karya. (hal. 91 – 92).

Kalian yang juga penulis buku, pernahkah mengalami seperti Jeruk Masala? :)

Memang, ada beberapa hal yang agak terkesan bombastis tentang penggambaran dunia kepenulisan ini, meskipun pada faktanya pernah terjadi juga sih. Misalnya saja, tentang Rinai yang baru menulis dua novel tetapi sudah memiliki 500 ribu follower, dan Jeruk Masala yang memiliki 100 ribu follower setelah bertahun-tahun menulis.

Saya sampai iseng stalking akun twitter penulis-penulis top tanah air sebagai perbandingan, (terkecuali Raditya Dika yang followernya udah 11 jutaan), mulai dari yang top karena kualitas dan jam terbang tinggi sampai yang top karena ....you-know-it lah :p : Asma Nadia (400 ribuan follower), Dee (1,3 juta follower), Andrea Hirata (65ribu follower), Ika Natassa (42ribu follower), Dwitasari (1,2 juta follower).

Jadi, kira-kira sosok Rinai dan Jeruk Masala ini, mendekati sosok penulis “top” yang mana ya? :)

Untuk penggambaran adegan-adegan menegangkan dalam novel ini, seperti rangkaian teror terhadap Jeruk dan adegan pembunuhannya sendiri, memang tidak sedetil novel-novel horor luar negeri, tetapi buat saya sudah cukup pas. Karena kalau terlalu detail, salah-salah justru bisa menginspirasi pembacanya untuk melakukan tindak kriminal, seperti kasus racun sianida dalam kopi Vietnam yang menimpa almarhum Mirna dan konon mirip adegan dalam komik Conan no.26.

Hanya satu hal yang sedikit di luar ekspektasi saya. Awalnya, saya menduga (dan berharap) kalau ini adalah novel thriller murni, terbebas dari unsur-unsur irrasional, apalagi clue-clue yang dihadirkan juga tergolong cerdas, salah satunya adalah nama-nama tokoh yang dibunuh, dibaca dengan cara anagram. Tetapi, novel Alias sepertinya lebih tepat dikategorikan sebagai novel horor-thriller, karena keberadaan elemen yang tak kasatmata dalam novel ini ternyata memegang peran cukup penting.

Saya juga sempat berharap bahwa alter ego itulah yang menjadi alasan kuat dibalik semua rentetan pembunuhan, dan tokohnya adalah orang yang mengalami alter ego dimaksud, atau seseorang yang dimanfaatkan oleh orang yang ingin memuaskan alter egonya. Tetapi, mungkin karena novel-novel dengan tokoh berkepribadian ganda sudah cukup banyak, Ruwi memilih alternatif lain dengan menghadirkan tokoh yang......baca sendiri aja deh ya :)

Terlepas dari hal tersebut, buat kalian yang menggemari novel horor yang cerdas dan berkualitas serta memenuhi semua unsur fiksi yang berbobot, dan bukannya novel-novel horor dengan tokoh hantu yang bisanya hanya nakut-nakutin dengan ketawa mengilai-ngilai atau melayang-layang di udara, novel ini very recommended.

Penggambaran tentang dunia menulis dalam novel ini bisa memberi sedikit referensi untuk kalian yang ingin menjadi penulis buku juga yang penasaran sama seluk-beluk dunia penulisan buku. Semoga setelah ini mbak Ruwi akan melahirkan lagi novel horor lokal yang berkualitas  seperti novel Alias :)

Judul               : Alias
Penulis             : Ruwi Meita
Penerbit           : Rak Buku
Tahun              : 2015
Tebal               : 236 hal


14 comments

  1. aku langsung kepikiran ILANA TAN soalnya cuman dia yg blum aku tahu sosoknya... perempuan atau laki-laki.
    :)

    ReplyDelete
  2. waw... horror thriller mbak.
    alter ego, inisial yang begitu asing bagi saya, baru tahu dari review novel "Alisa" ini.
    Reviewnya perfecto, bkin mupeng untuk baca, nih.. :D
    Thanks for sharing hheee

    ReplyDelete
  3. Jadi penasaran sama novelnya. Horornya serem ga, Mbak? Maklum penakut :D

    ReplyDelete
  4. Wah novel horor belum pernah baca, tapi kayaknya ini seru ya? Jadi penasaran setelah baca resensi ini. Apik mbk.

    ReplyDelete
  5. Namanya unik >_< Jeruk Masala

    ReplyDelete
  6. Dari dulu pengin banget baca novel ber-genre thriller, tapi belum pernah kesampaian. Semoga yang ini bisa sempat kubaca. :D

    ReplyDelete
  7. mupeng baca bukunyaa...mau beli ahhh....

    ReplyDelete
  8. Novel ini memang keren. Awalnya juga kupikir thriller saja, seperti di Misteri Patung Garam saya diajak bergelut dengan pembunuhan dengan menggunakan garam sebagai alat pembunuhan. Ternyata aku salah. Ada horor-nya juga di sini.

    ReplyDelete
  9. Baru baca sampe hal 41 hahaha, lanjut gasssss Baca rameee 💋💋💋

    ReplyDelete