Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi Novel Pulang : Saat Dunia di bawah Cengkeraman Shadow Economy

Kisah ini bermula dengan kedatangan serombongan pemburu dari kota di bawah pimpinan Tauke Muda, atau Tauke Besar ke desa (talang). Adalah Bujang, putra dari Samad dan Midah, yang kemudian ikut rombongan pemburu itu beserta beberapa pemuda talang, masuk hutan untuk memburu babi. Tauke Besar adalah saudara angkat Samad. Dulunya, Samad bekerja sebagai begal untuk ayah Tauke Besar. Dan Samad telah berjanji suatu hari nanti akan menyerahkan anaknya kepada Tauke Besar.


Dalam perburuan itu, banyak anggota rombongan yang terluka parah bahkan tewas akibat serangan babi hutan. Namun di luar dugaan, Bujang ternyata berhasil melumpuhkan seekor babi hutan yang paling besar. Pengalaman pertama itu, menjadi titik awal metamorfosis Bujang dari seorang remaja biasa menjadi seseorang yang tak kenal rasa takut.

Tauke Besar kemudian mengajak Bujang ikut bersamanya ke kota. Kepergian Bujang diiringi tangisan mamaknya yang sesungguhnya tak rela melepaskan Bujang, anak lelakinya satu-satunya. Kepada Bujang, mamaknya berpesan agar Bujang jangan pernah menyentuh makanan dan minuman haram seumur hidupnya.

Setelah Bujang sampai di kota, Tauke Besar kemudian menugaskan Frans, seorang guru sekolah internasional di ibukota untuk mengajar Bujang. Selama di talang, Bujang memang tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Selama tinggal bersama Tauke Besar, Bujang juga mendapatkan pelajaran menembak dari Salonga, seorang pria asal Filipina sekaligus penembak terbaik di Asia. Selain itu, Bujang juga pernah dikirim ke Jepang untuk belajar ilmu bela diri pada Guru Bushi lalu melanjutkan pendidikannya hingga meraih master di Amerika.

Ada potensi sangat besar dalam diri Bujang yang terdeteksi oleh Tauke Besar, hingga tak ragu untuk memfasilitasi Bujang dengan semua bentuk latihan dan pendidikan itu. Tauke Besar bahkan telah bercita-cita, bahwa suatu hari nanti Bujang-lah yang akan menggantikan kedudukannya sebagai pimpinan Keluarga Tong. Demikian sebutan untuk dinasti sang Tauke Besar sejak puluhan tahun silam.

Keluarga Tong awalnya adalah salah satu penguasa di kota provinsi yang menguasai bongkar muat pelabuhan dengan sumber penghasilan terbesar berasal dari penyelundupan. Itu sebabnya, ada banyak begal yang dipekerjakan dalam Keluarga Tong.

Dalam perkembangannya, Keluarga Tong telah bertransformasi secara luar biasa. Dari penguasa shadow economy di tingkat provinsi lalu merambah ke ibukota. Dengan organisasi bisnis yang terus menggurita, membesar dan mencengkeram nyaris setiap sendi pergerakan ekonomi di ibukota bahkan negara.

Dan selama itu pula, Bujang terus bermetamorfosis hingga menjadi jagal nomor satu dalam keluarga Tong. Namun Bujang bukan sekadar jagal biasa. Prestasinya jauh melesat, melampaui dua generasinya terdahulu, yaitu kakek dan ayahnya yang semuanya berprofesi sebagai begal. Bujang adalah seorang peraih master universitas luar negeri, jago menembak dan menguasai ilmu bela diri, sekaligus menjadi andalan Tauke Besar untuk melakukan diplomasi tingkat tinggi hingga lintas negara. Bujang memiliki gelar Si Babi Hutan.

Konflik bermula saat Bujang diminta Tauke Besar menemui Master Dragon di Hongkong, pada perayaan ulang tahun pria itu yang ke-80. Master Dragon adalah pucuk tertinggi penguasa shadow economy daratan Cina. Kedatangan Bujang tak hanya untuk mewakili Tauke Besar memenuhi undangan Master Dragon, tetapi juga untuk mendapatkan kembali teknologi pemindai yang dikembangkan oleh Keluarga Tong di Makau namun telah dicuri oleh Keluarga Lin.

Bukan hal mudah untuk Bujang mendapatkan kembali alat canggih itu. Ia harus menghadapi perlawanan sengit dari para tukang pukul Keluarga Lin setelah berhasil mendapatkan prototype pemindai itu. Dalam usahanya membawa keluar alat itu, Bujang dibantu oleh White dan dua gadis kembar Yuki dan Kiko.

Sekembalinya dari Hongkong, masalah baru telah menanti Bujang di ibukota. Ada hal-hal mencurigakan tengah terjadi dalam organisasi Keluarga Tong. Kecurigaan yang mengindikasikan bahwa telah terjadi pengkhianatan dalam tubuh organisasi raksasa itu.

Apa yang sebenarnya tengah terjadi dalam Keluarga Tong? Siapakah sang pengkhianat? Dapatkah Bujang mengatasi masalah besar ini? Dan bagaimana pula nasib dinasti Keluarga Tong selanjutnya?

Semuanya akan anda temukan dalam rangkaian kisah seru nan menegangkan dalam novel ini.

Kembali, Tere Liye membuktikan kehandalannya sebagai pencerita ulung. Kepiawaiannya mengolah plot berliku-liku yang diwarnai adegan-adegan menegangkan, menunjukkan kualitas yang berkelas dari seorang Tere Liye. Pola seperti ini, juga pernah digunakan Tere pada novelnya yang berjudul Negeri Para Bedebah dan Negeri Di Ujung Tanduk.

Dan dalam novel ini, pola tersebut telah menunjukkan eksplorasi yang kian ciamik. Sepanjang cerita, kita akan disuguhkan dengan adegan-adegan filmis yang mengombinasikan adegan baku hantam ala film-film laga Jackie Chan, keseruan yang menegangkan berlatar kecanggihan teknologi ala film Mission Impossible dan serial James Bond, juga saat Bujang berguru pada Guru Bushi di Jepang, mengingatkan kita pada film Last Samurai yang dibintangi Tom Cruise.

Tentu, bukan hal mudah untuk menggabungkan kekhasan dari film-film dengan genre dan typikal berbeda ini lalu mendeskripsikannya di dalam sebuah novel. Namun, tak diragukan lagi, di tangan Tere Liye, kombinasi itu tersaji dengan lincah dan apik sepanjang cerita.

Selain keunggulan tersebut, ada 5 (lima) poin menarik lainnya terkait unsur intrinsik novel ini yang layak dikemukakan, sebagai berikut :

Pertama, tema.
Dalam novel ini, Tere menampilkan tema tradisional yang bersifat universal, yaitu tentang seseorang yang menemukan makna dari perjalanan panjang hidupnya. Tema besar ini didukung oleh sub tema seluk-beluk bisnis shadow economy kelas kakap. Ada 2 (dua) hal yang layak mendapat poin plus di sini : pertama, tema besar tersebut berhasil menjalankan perannya sebagai “ruh” dan “napas” cerita. Meskipun cerita bergulir dalam kurun waktu sangat panjang dan ada banyak hal dialami oleh tokoh-tokohnya, namun tema tersebut tetap memegang kendali penuh atas cerita.

Kedua, sub tema tentang bisnis shadow economy berhasil digambarkan Tere dengan sangat detail. Baik yang tergambar dalam adegan dan narasi maupun yang diselipkan dalam dialog.
Berikut cuplikannya :
Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja. Oleh karena itu, orang-orang juga menyebutnya black market, underground economy. Kita tidak sedang bicara tentang perdagangan obat-obatan, narkoba, prostitusi, judi dan sebagainya. Itu adalah masa lalu shadow economy. Hari ini, kita bicara tentang pencucian uang, perdagangan senjata, transportasi, properti, minyak bumi, valas, hingga penemuan medis yang tak ternilai, yang semuanya dikendalikan oleh institusi ekonomi pasar gelap. (hal. 30).


Dengan cara ini, pembaca akan memperoleh gambaran utuh dari pengertian shadow economy meskipun untuk mereka yang baru pertama kali mendengarnya.

Kedua, setting atau latar cerita.
Tere menggunakan dua cara dalam menjelaskan latar cerita. Pertama yaitu latar netral, di mana Tere tidak menyebutkan dan mendeskripsikan secara khas tentang nama suatu tempat. Sebagai contoh,  Tere hanya sekadar menyebut talang (desa), tanpa memerinci nama desanya selain hanya menyebutkan bahwa talang itu terletak di Sumatra, juga Tere sekadar menyebutkan kota provinsi, ibukota dan negara, tanpa memerinci nama sebenarnya dari kota provinsi, ibukota dan negara dimaksud.

Kedua yaitu latar konkret, di mana sifat khas dan nama tempat disebutkan dengan jelas. Contohnya saat Tere menyebut jelas tentang Makau, Hongkong, Philipina, Jepang, Bukit Barisan, Sumatra dan Amerika.

Terhadap latar netral yang tak bernama, ada satu adegan menarik saat Tere menggambarkan Bujang yang bertemu “kandidat presiden nomor dua yang berkemeja putih” setelah sebelumnya menemui “kandidat nomor satu yang berlatar belakang militer dan menguasai intelijen”. Dari gambaran ini, tentu, pembaca berhak mempersepsikan di mana sesungguhnya latar utama dari cerita ini.

Adanya perbedaan cara dari penyebutan latar ini, tentu, Tere memiliki alasan tersendiri. Mengingat cerita yang melibatkan intrik politik dan kekuasaan, tetap memerlukan kehati-hatian tingkat tinggi dalam penyebutan nama tempat dan tokoh-tokoh yang terlibat.

Ketiga, karakter.
Tere kembali menunjukkan kualitasnya dalam mengolah karakter dan penokohan. Seperti juga novel-novel Tere pada umumnya, Tere menggabungkan teknik ekspositori (teknik penjelasan secara langsung oleh penulis) dan teknik dramatik (teknik penjelasan secara tidak langsung, digambarkan melalui aktivitas, tindakan, percakapan, pikiran sang tokoh cerita saat melalui setiap peristiwa). Kedua teknik ini sangat membantu pembaca dalam memahami karakter tokoh-tokohnya.

Tere termasuk penulis yang tak pelit menyertakan latar belakang dari masing-masing tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh pembantu, serta keterkaitan antara tokoh-tokoh tersebut. Tak akan kita temukan tokoh pembantu yang fungsinya hanya sebagai pelengkap, tetapi semuanya berperan dalam mendukung jalannya keseluruhan cerita.

Dalam novel ini, tokoh-tokoh pembantu yang ada tak ubahnya serangkaian puzzle, yang apabila dihilangkan salah satunya maka tak akan menggenapi cerita. Tokoh Basyir, Kopong, Mansur dan Parwez tak hanya dihadirkan sebagai orang-orang yang “sekadar” ada dalam lingkaran Keluarga Tong. Tetapi semuanya memiliki peran penting dalam ekspansi besar Keluarga Tong, dan masing-masing memiliki relevansi latar belakang yang kuat dengan pucuk pimpinan Keluarga Tong. Hal inilah yang kemudian mempengaruhi tindakan dan pilihan hidup mereka yang akan kita temukan dalam rangkaian cerita ini.

Sosok-sosok yang kemudian dihadirkan sebagai orang-orang kepercayaan Bujang, juga memiliki keterkaitan erat dengan perjalanan hidup dan metamorfosis Bujang. Seperti si gadis kembar Yuki dan Kiko, juga White si mantan marinir.

Bicara soal tokoh, tentu tak cukup menarik jika belum memperbincangkan dua tokoh yang selalu eksis dalam novel-novel Tere. Yaitu sang tokoh utamanya sendiri, dan sosok pria tua sang penasehat. Tere selalu menghadirkan tokoh utama pria yang bergelut dengan lika-liku hidup, lalu berhasil mengatasi persoalan hidupnya serta memperoleh pembelajaran berharga dari proses itu. Di sini, Tere sepertinya mencoba menghadirkan kebaruan lewat tokoh utama pria yang jauh lebih heroik dan fantastis ketimbang tokoh utama pada novel-novelnya terdahulu.

Ya. Sosok Bujang, adalah seorang pria yang luar biasa jago berkelahi, jago menembak, jago berdiplomasi, menguasai ilmu samurai, peraih dua gelar master dari universitas terkemuka di Amerika Serikat, sangat jenius dan memahami kecanggihan teknologi. Seperti telah disinggung di awal resensi ini, tokoh Bujang seolah merepresentasikan tiga sosok jagoan film sekaligus : Jackie Chan dalam film-film laganya, sosok James Bond dalam serial 007 dan sosok Tom Cruise dalam film Mission Impossible serta The Last Samurai.

Wahai.....dimanakah gerangan akan kita jumpai pria sesempurna Bujang?

Dan, barangkali atas sebab kesempurnaan ini pulalah, Tere tidak menghadirkan kisah romansa antara tokoh utamanya ini dengan tokoh wanita seperti yang kerap terjadi pada beberapa novel sebelumnya.

Sementara untuk tokoh tua penasehat, kali ini dihadirkan Tere lewat sosok Tuanku Imam, yang juga adalah paman Bujang dan yang pertama kalinya memanggil Bujang dengan nama aslinya. Sosok ini, seperti juga pada novel-novel Tere lainnya, berperan untuk menggugah kesadaran sang tokoh utama dalam memaknai hikmah dari perjalanan hidupnya.
Saya kutip salah satu nasehat Tuanku Imam untuk Bujang :
“Ketahuilah, nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian dihatimu.  Saat kau mampu berdamai, saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran.” (hal. 348)


Kempat, plot.
Tere menggunakan plot regresif dengan alur maju mundur yang konsisten sepanjang cerita. Empat hal yang “wajib” ada dalam penguraian plot, yaitu  plausability (dapat dipercaya), suspense (ketegangan yang membangkitkan rasa ingin tahu), surprise (yang mengejutkan pembaca) dan unity (keterpaduan), berhasil ditampilkan Tere dengan cukup rapi. Memang, terdapat beberapa kali faktor “x” yang terkesan menguntungkan Bujang sehingga berpotensi mengurangi nilai plausability. Namun ini dapat terselamatkan dengan pergerakan adegan yang cepat dan nyaris tidak memberi ruang kosong untuk pembaca memikirkan opsi lain yang lebih baik sebagai perangkai cerita.

Ritme suspense juga terjaga secara konsisten. Walaupun beberapa kali terjadi flashback yang memutar alur cerita ke masa lampau, hal itu tidak sampai mengurangi intensitas cerita atau menciptakan jeda terlalu panjang dengan suspense-suspense berikutnya.

Untuk surprise yang dihadirkan, Tere cukup berhasil menyajikan surprise yang tak tertebak. Pembaca mungkin tak akan menyangka siapa sesungguhnya sang pengkhianat, pun tak akan menduga kemunculan tokoh yang memegang kunci penting dalam metamorfosis Bujang selanjutnya.

Dan pada unsur unity, disinilah sesungguhnya kelebihan utama dari karya-karya Tere. Semua unsur pendukung cerita mulai dari latar, peristiwa, konflik, klimak dan para tokohnya saling terjalin erat dan memiliki keterkaitan yang padu.

Kelima, misi atau amanat.
Novel Tere selalu hadir dengan misi atau amanat positif yang berbeda-beda dalam setiap novelnya. Kali ini, Tere “menitipkan” amanatnya lewat filosofi “pulang” yang juga menjadi judul dari novel ini. Saat baru membaca bab awal, saya menduga bahwa “pulang” tersebut akan mengacu pada kepulangan Bujang kembali ke pangkuan ayah dan mamaknya di talang. Namun, pulang dalam novel ini ternyata  merujuk pada prinsip hidup dan juga kesetiaan. Termasuk prinsip hidup tokohnya dalam mematuhi pesan mamaknya untuk tidak menyentuh makanan dan minuman haram seumur hidupnya. Berikut quote dari novel yang menggambarkan makna filosofis tersebut :

“Bahwa kesetiaan terbaik adalah pada prinsip-prinsip hidup, bukan pada yang lain (hal. 188).


“Hanya kesetiaan pada prinsiplah yang akan memanggil kesetiaan terbaik.” (hal. 348)


Dengan segala keunggulannya, novel yang bersih dari typo ini tetap memiliki sedikit kejanggalan dalam Point of View (PoV) atau sudut pandang pencerita. Novel ini secara keseluruhan menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Yaitu PoV yang identik dengan penceritaan sesuai batas penglihatan, pikiran, perasaan dan pengalaman sang tokoh pencerita, yang dalam hal ini adalah Bujang. Namun pada beberapa adegan, terdapat deskripsi peristiwa di mana sang tokoh utama tidak hadir di dalamnya dan tidak langsung terlibat dalam kejadian tersebut.

Berikut diantaranya :
Pada hal 35-36, digambarkan dialog dan interaksi antara penasihat ekonomi dengan sang calon presiden sementara tokoh Bujang telah meninggalkan tempat interaksi itu terjadi.

Pada hal. 83, diceritakan dialog antara Kopong dan Tauke Besar yang tengah menonton perkelahian massal antara para begal, sementara Bujang sendiri digambarkan terlibat dalam perkelahian tersebut.

Pada hal. 373, terdapat deskripsi adegan di mana Togar bersama pasukannya melawan para begal pembelot di lobi gedung, sementara Bujang sendiri telah berada di lantai 25 gedung itu.

Namun secara keseluruhan, kejanggalan ini tidak memberi efek berarti terhadap keutuhan cerita.

Novel setebal 400 halaman ini lebih dari “sekadar” eksplorasi rangkaian adegan seru nan filmis serta keterampilan menyajikan cerita dengan keterpaduan unsur intrinsik yang apik. Apa yang tak kalah penting, novel ini mampu merepresentasikan kekhawatiran Tere akan bahaya laten dari “monster” kegelapan bernama shadow economy atau black economy. Monster ini tak lagi bermain pada ranah ecek-ecek, melainkan telah menguasai sektor-sektor vital perekonomian hingga yang menguasai hajat hidup orang banyak, bahkan turut mempengaruhi kebijakan politik dan pemerintahan suatu negara.

Lebih bahayanya lagi, shadow economy bergerak tak kasatmata, tak terepresentasikan dengan akurat lewat angka-angka, sehingga tak terukur seberapa besar kekuatannya yang sesungguhnya. Jadi, jika dihubungkan dengan realita, tak ada yang tahu persis, berapa kisaran persentase shadow economy yang saat ini tengah menguasai perekonomian negara kita bahkan dunia, dan seberapa kokoh pula akar pengaruhnya telah tertancap dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sehingga boleh jadi, seperti juga bayang-bayang tubuh kita sendiri, shadow economy saat ini telah membayangi kita begitu rapatnya hingga tak satupun mampu melepaskan diri darinya. Bayang-bayang yang mungkin baru akan lenyap saat semua kita telah kembali pulang. Pulang dalam maknanya yang hakiki. Wallahu’alam.

“Sungguh, sejauh apapun kehidupan menyesatkan, segelap apapun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang.” (hal. 400).

Judul               : Pulang
Penulis            : Tere Liye
Penerbit         : Republika
Tebal              : iv + 400 hal
Tahun            : 2015             
ISBN              : 978-602-082-212-9

75 comments

  1. Waaah... saya jadi naksir beli bukunya. Tema shadow economy ini menarik sekali. Sekilas ini jadi novel bergenre action ya mbak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya uni. ini boleh disebut bergenre action. banyak adegan serunya

      Delete
  2. Whuaaaa.. Reviewnya komplit, mbak. Kereeen. Good luck yaa :)

    ReplyDelete
  3. Buku Tere Liye belum sempat kubaca. Koleksiku belum banyak ding. Tapi buku ini ulasannya lengkap banget. Semoga menang, mbk.

    ReplyDelete
  4. belum sempet baca..padahal hits ya..huhu masih beersin bukuya Pram

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya belum pernah baca buku pram. Gak pernah nemu di sini

      Delete
  5. Wah, reviewnya mendetail dan sesuai kaidah resensi.
    Keren. Ini mah kudu belajar meresensi dengan baik dan benar ke Mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga lagi belajar sama referensi2 teoritis nih atria. Makasih ya

      Delete
  6. Detail sekali mbak. Menang pokok'e mah :D

    Sukses ya!

    ReplyDelete
  7. Mantap... Detil abis... Sukses ya mba

    ReplyDelete
  8. Langsung pening baca ulasannya, :D. Saya kira 'Pulang' bertema romantisme, ternyata..., ulasannya lengkap Mbak, dan saya banyak belajar dari tulisan ini. Novel2 Tere liye termasuk yg byk memenuhi rak buku sy karena kbykn novelnya sy suka, ok, noted, kkpn2 pengen beli dn baca sensasi dr pulang ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat merasakan sensasinya kalo udah punya nanti hehe

      Delete
  9. shadow economy mungkin bisa dikatakan kehidupan mavia versi zaman sekarang ya mbak...oya, hanya bisa membayangkan sosok Bujang sebagai Jackie Chan, karena belum menikmati film dari 2 tokoh lainnya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Mafia ekonomi tapi udah masuk ranah politik n power juga

      Delete
  10. tadinya saya kira novel Pulang berkisah tema keluarga, ooo ternyata action yah. Tema novelnya cukup berat dan mengandung pengetahuan, novel berbobot nih. Yang mereseni juga menunjukkan bobot dirinya sebagai penulis handal. Dalam reensi ini pembaca juga diberi pengetahuan tentang gaya menulis, kekurangan maupun kelebihan dari sebuah novel. Wah ga ada romansa? hebat ya Tere Liye tanpa romansa tapi bia menyuguhkan cerita yang ciamik. Jadi mau ngoleksi nih. Semoga menang ya mba Elyta, sukses selalu ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak vina. Ada kisah romansa pada orangtuanya bujang. Dan pd bagian itu cukup mengharu biru

      Delete
  11. Cukup membuat saya mengerti ttg novel pulang karya tere liye.. terima kasih resensinya

    ReplyDelete
  12. Cukup membuat saya mengerti ttg novel pulang karya tere liye.. terima kasih resensinya

    ReplyDelete
  13. Selalu suka resensi mbak Lyta, detail, lengkap, jelas. Jadi lebih bagus mana mbak sama Rindu? :D Good luck ya mbak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dua2nya bagus..dgn caranya masing2. Makasih yaa :)

      Delete
  14. Wow, reviewnya paket komplit :) jadi penasaran pengin baca

    ReplyDelete
  15. Mantap nih, resensi mba Ria selalu komplit..

    ReplyDelete
  16. Waow rruarr biasa...jd tambah penasaran pingin baca bukunya. Walau cerita action aku tdk terlalu suka tp cara bercerita buku kali ini cukup membuat rasa ingin tahuku brtambah..mksh Mb...

    ReplyDelete
  17. dalem banget resensinya mbak ...aku baru baca 1 buk Tere Liye ...Ayahku Bukan Pembohong

    ReplyDelete
  18. Replies
    1. Iya ti filmis banget. Kpn kita berguru sama tere ya? :)

      Delete
  19. resensi yang komplit dan berimbang

    ReplyDelete
  20. Wah, resensinya lengkap sekali. Keren Mbak Ria ^_^

    ReplyDelete
  21. Kadang kita tertipu dengan judul, ya. Kirain semacam romance tragedi gitu. Tapi jadi penasaran, gimana serunya.
    Menilik latar bekakang yg cukup berat #ciyeh, bisakah bacaan ini direkomendasikan ke pelajar SMP?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sma bolehlah ney, kalo untuk smp terlalu kompleks kayanya

      Delete
  22. Langsung kbayang novel Negeri Para Bedebah..
    Tere tuh emang dosen di Ekonomi ya?
    Keren deh kalo membidik ekonomi.
    Btw, resensi Mb Lyta kereen.. smoga menaang..
    Aku baru mau beli novel ini nnti di bukfer thn dpn.. hahaa.. penggemar diskon.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kali ya mbak. Paham banget ttg ekonomi. Amiin. Makasih mbak

      Delete
  23. Basik keilmuan Tere Liye apa ya? Ekonomikah?

    ReplyDelete
  24. Sebagai penulis novel, Mba Ria sangat paham tentang unsur-unsur membuat novel, makanya resensinya kereeen bangeet..

    ReplyDelete
    Replies
    1. masih belajar ini kok ridho, makasih ya udah berkunjung :)

      Delete
  25. Adegan-adegan dalam novel ini mengingatkan saya pada adegan-adegan dalam film MERANTAU yang diperankan Iko Uwais. Keren karena mengangkat dunia mafia, yang mungkin saja terjadi di negeri ini. Keren sekali jika novel ini difilmkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, semoga ada produser tertarik untuk memfilmkan novel seru ini :)

      Delete
  26. harganya kira kira berapa ya mbak?

    ReplyDelete
  27. keren mba reviewnya.. saya jadi pengen memiliki novel ini. :)

    ReplyDelete
  28. ternyata, teori2 menulis itu sangat penting diingat nama2nya krn akan sangat berguna ketika kita membuat satu resensi ya... jd bikin resensinya berbobot. menang mba menang :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. baru belajar mah ini wi nama2 teoritis ini hehe....Amiiin

      Delete
  29. sepakat dengan semua komentar di atas...lengkap, kereen...pokoknya plus...plus...dua jempol untuk mba Lyta. Semoga lolos ya...

    ReplyDelete
  30. ga ada romansanya? ow, saya suka!

    ReplyDelete
  31. Wuiiih, ulasannya lengkap banget.

    Ceritanya tidak sekadar pulang ya.
    Tapi pulang dengan makna yang dalam.

    Penasaran, dan kayaknya bakal masuk daftar belanja nih 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya eni, Tere pinter aja bikin cerita yang ada maknanya

      Delete
  32. Penasaran deh, novel ini nantinya bakal dilirik oleh rumah produksi ga ya? Si Bujang jadi sosok yang menarik deh nih.

    Jangan minder lagi ya, Mbak. Review Mbak Ria bagus kok. Meski banyak pesaingnya, tetap semangat! Hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. halo Aya, makasih ya udah berkunjung. Kalo dilirik produser, harus nyiapin visual effect yg mahal nih utk adaptasi novel ini hehe

      Delete
  33. Wahh siap-siap menang ya mbaak.. lengkap sekali nih.. para calon pembeli bisa langsung paham begitu membaca resensi mbak Lyta.. ulasan ala mentor dehhh.. good luck!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin...thanks mbak tridi, senang bisa mengulas novel dr penulis favorit mbak :D

      Delete
  34. Suami sy baru baca Pulang. Katanya kereen.. Lebih keren dari novel terkenal luar negeri yang baru ia baca :D
    Resensinya kereen, komplit dan detail, Mbak Lyta. Kemudian sy mengambil kesimpulan mempelajari teknik2 menulis tidak hanya dibutuhkan oleh seorang penulis tapi juga resensor :D
    Good Luck, Mbak Lyta :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Yant, untuk ukuran novel dalam negeri, ini keren kok :D

      Delete
  35. Ulasannya lengkap banget Mbak, saya suka (y)
    Baru satu novel Tere Liye yang saya baca yaitu Bidadari-Bidadari Syurga..
    Jadi penasaran pengen baca novel "Pulang" ini :)

    Good luck Mbak, Semoga menang, amin..

    ReplyDelete
  36. Kayaknya dalem banget maknanya ya, Mbak, novel ini. Jadi pengin baca. Resensinya mempengaruhi saya banget :) kerennnn!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, ciri novel Tere salah satunya memang pada maknanya itu, dalem dan positif

      Delete
  37. resensinya apik, mengulik berbagai aspek buku. Ini nih yang bikin pembaca penasaran dan pengen beli si buku. Good job Mbak Ria

    ReplyDelete
  38. Sudah baca novel pulang dan memang benar seru ceritanya.
    Kalau dibuat film, pasti keren :)

    ReplyDelete