Judul   : Till We Meet Again (Pemenang 3 Lomba Roman 100% Indonesia Gagasmedia 2010)
Penulis : Yoana Dianika
Penerbit : Gagas Media
Tahun   :  2011
Blurb :
Saat pertama kali aku melihat dia hari itu, aku sudah berbohong beberapa kali. 
Aku
 bilang, senyumannya waktu itu tak akan berarti apa-apa. Aku bilang, 
gempa kecil di dalam perutku hanya lapar biasa. Padahal aku sendiri 
tahu, sebenarnya aku mengenang dirinya sepanjang waktu. Karena dia, aku 
jadi ingin mengulang waktu.
Dan suatu hari, kami bertemu lagi. Di
 saat berbeda, tetapi tetap dengan perasaan yang sama. Perasaanku 
melayang ke langit ketujuh karena bertemu lagi dengan dirinya. Jantungku
 berdetak lebih cepat seolah hendak meledak ketika berada di dekatnya. 
Aku menggigit bibir bawahku, diam-diam membatin, “Ah, ini bakal jadi 
masalah. Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta kepadamu.”
Apakah
 aku bisa sedetik saja berhenti memikirkan dirinya? Aku tak tahu harus 
berbuat apa. Aku jatuh cinta, tetapi ragu dan malu untuk menyatakannya.
============================================================= 
Lagi males bikin resensi yang mainstream, jadi kali ini  bentuknya kaya' surat ke penulisnya :)
Yoana Dianika. Kau mungkin tak ingat lagi, tapi aku masih ingat 
pertama kali kau mengirimiku contoh goresan kata cinta untuk jadi 
suplemen di antology reuni pertama kita waktu itu.
Membaca
 tulisanmu, juga melihat PP-mu yang terkadang unik dan eksentrik, dalam 
hati aku dapat merasakan bahwa kau menyimpan bintang besar dalam dirimu.
Dugaanku
 terbukti. Meski komunikasi kita amat sangat jarang setelah itu, dan 
produktivitas penamu pun tak seheboh rekan-rekan yang lain, tapi aku 
yakin bahwa kau sedang menyiapkan sesuatu yang lebih berarti.
Dan
 kau telah membuktikannya. Nggak tanggung-tanggung, kau langsung ajak 
aku berjalan-jalan di Wina, kota yang tak pernah melintas di impianku 
apalagi di hidupku. Dan kau benar-benar pemandu wisata yang brilian. 
Begitu indah dan detail Wina yang kau tinggalkan di rekam jejakku, 
membuatku serasa benar-benar berada disana, menyusuri bangunan-bangunan 
artistik Eropa ditengah musim salju yang dingin namun selalu 
menghadirkan sketsa romantis di benak warga negeri tropis sepertiku.
Juga
 pada sosok demi sosok yang begitu rinci kau deskripsikan. Sampai-sampai
 aku berkhayal, bahwa seharusnya bukan Elena yang tengah berjalan 
bersama si tampan Chris dan si Mr. Cool Hans, sepayung berdua dan 
membuat snowman bersama Hans, menggesek biola dan menyusuri sore yang 
indah di Wina bersama Chris, melainkan aku. Ya, aku. (bangun, mpok, 
bangun!) :D
Kau juga sukses membuatku tercengang-cengang 
dan berdecak kagum dengan rangkaian kalimatmu yang tak biasa, Yoan. 
Kalimat yang manis dan indah, serasa aku tengah mendengarnya seraya 
mengemut permen lollipop.
Tapi, sebelumnya aku minta maaf,
 harus kukatakan bahwa aku pelancong yang kelewat jujur, sulit buatku 
menahan apa yang mengganjal dan baru bisa plong kalau sudah 
melepaskannya keluar.
Perjalanan kali ini serasa 
memosisikanku pada dejavu. Rasanya aku dapat merasakan perjalanan ini 
pernah terwujud secara visual tanpa kuingat lagi apa judulnya dan siapa 
pemerannya, selain yang kuingat bahwa itu adalah drama korea.
Jika
 kau menggunakan liontin biola sebagai benang merah perjalananmu, maka 
benang merah di drama itu adalah ikan paus biru. Tentu, aku hanya bisa 
bilang, bahwa di zaman millenium ini, dengan begitu banyak sumber 
referensi, adalah amat sangat sulit untuk menghindari kemiripan dengan 
visualisasi yang sesungguhnya tak lebih dari sekedar inspirasi.
Perjalanan
 ini pun rasanya terlalu datar, Yoan. Nyaris tak ada gelombang riak yang
 membuat emosiku terpacu, rasanya tak ada bedanya dengan saat kuberjalan
 bersama Izzati menyusuri Hari-hari di Raintstherhood-nya dibawah biro 
wisata KKPK (^_^).
Juga, kutemukan begitu banyak kebetulan
 di sepanjang perjalanan ini, Yoan. Ditambah dengan nuansanya yang 
langsung menerbangkanku pada dongeng klasik ala negeri serendipity, tak 
urung dalam hati kuberkata – again and again, I find this kind of too 
good to be true story -.
However, kau berhasil menutup 
perjalanan ini dengan kejutan yang manis, Yoan. Yang membuatku tak henti
 tersenyum. Kalaupun kejujuranku terasa verbal, jangan terlalu diambil 
hati, itu hanya subyektivitas belaka. Seharusnya aku yang sejak awal 
menyadari, bahwa adrenalin dan soulku baru move on saat mengarungi 
perjalanan historis-psikologis bersama Khaled Hosseini ataupun 
perjalanan melintasi biro hukum dan detektif bersama John Grisham dan 
Sidney Sheldon.
Jadi, perjalanan semacam ini, cukuplah 
menjadi refreshing yang menyegarkan dan manis buat jiwa wanita yang 
kematengan sepertiku namun terkadang anomalinya kumat dengan tetap 
kepingin mengikuti perjalanan wisata –nya anak-anak remaja.
Aku masih ingat satu kalimatmu, Yoan : Cinta tak butuh waktu, tapi cinta butuh keberanian.
Aku
 mendukungmu untuk ini, Yoan. Karena inilah refleksi love storyku, one 
and only love story, mantan kekasihku tak ingin mengandalkan waktu, tapi
 berjuang mengerahkan segenap keberanian untuk memutus lingkaran waktu 
hingga cita-cita kami untuk segera menikah tercapai.
Thanks a lot untuk perjalanan yang indah ini, Yoan. Jangan lupa mengajakku lagi kalau kau hendak memulai perjalanan baru, ya.
Terakhir,
 saat aku telah kembali ke rumah, tak urung ada tanda tanya besar 
tertinggal di benakku : dengan perjalanan kisah ala dongeng klasik 
serendipity berpadu dengan manisnya ciri khas drama korea, judul yang 
berbahasa asing, orang-orang didalamnya yang nyaris semuanya makhluk 
(orang) asing, dan kalaupun ada yang Indonesia tapi nggak benar2 murni 
a.k.a blasteran, ditambah lagi dengan setting kota Wina yang nyaris full
 dan detail, does it match to say this as....100% Roman Asli 
Indonesia? (piss Yoan, just kidding, absolutely it’s not you to tell me 
the answer :D)
Yang ingin jalan-jalan ke Wina, jangan lewatkan novel ini ya :)
Hari ke-7 battle challenge #31hariberbagibacaan 
Subscribe to:
Post Comments (Atom)



buku ini memang bagus di settingnya, tp minim konflik. jadi pengen kapan gitu ada novel yoana yang konfliknya kompleks hehe :D
ReplyDeletebtw, keknya penerbit pengen bikin roman asli buatan penulis indo, tp jadinya malah pake merk "roman asli indo". piye kuwi yo, mba? :D
Roman 100% indonesia itumaksudnya piye mba? bukannya ini settingnya di wina?
ReplyDeleteIla, mbak Sarah : hehe, ya itu dia, judul kompetisinya waktu itu 100% Roman Asli Indonesia, tapi...ya mungkin standar juri membolehkan pake setting LN
ReplyDeleteTill we meet again.. sebuah novel romantis yang membuat saya sedikitnya mengenal tentang Wina..
ReplyDeleteJalan ceritanya sederhana tapi kata-kata nya membuat kita terhanyut dalam cerita tersebut.. sebuah pertemuan di masa lalu ternyata di pertemuakan kembali oleh takdir memang benar jodoh tidak akan kemana..
Numpang promo ya jangan lupa juga buat berkunjung ke blog saya:
obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal
terimakasih sebelumnya
makasih ya atas beritanya
ReplyDeletethank banget informasinya,,, sangat bermanfaat sekali nih beritanta
ReplyDeletehaha :D keliatan keren banget artikelnya :D heheh
ReplyDelete