Sewaktu kecil, saya sering
mendengar kalimat ini, “Perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, toh
nantinya bakal kembali ke dapur, sumur dan kasur.” Dengan kata lain, kodratnya
seorang perempuan, akan “berakhir” di rumah juga. Mengurusi rumah tangga dan keluarga.
Sementara kesempatan untuk mengenyam
pendidikan setinggi-tingginya, seolah-olah
hanya milik kaum pria. Karena pria bakal menjadi kepala keluarga. Pria membutuhkan
ijazah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, bergaji besar dan bisa memenuhi
kebutuhan keluarganya kelak.
Alhamdulillah, saya terlahir
dalam keluarga yang mengutamakan pendidikan. Walaupun semua kakak beradik saya
perempuan, ayah dan ibu kami selalu menekankan untuk giat belajar dan menempuh pendidikan
formal, setidaknya hingga tingkatan strata 1. Dan saya percaya, banyak masalah
hidup bisa diselesaikan jika kita memiliki ilmu dan pengetahuan, yang tentunya
kita peroleh melalui pendidikan.
Namun sayang, stigma tentang
perempuan yang tidak perlu sekolah tinggi-tinggi masih saja terjadi pada masa
sekarang ini. Dari cerita – cerita kakak pertama saya yang bekerja di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) di
kota Banjarmasin, banyak kasus pernikahan anak usia dini yang mereka temui, sebagian
besar darinya tidak bersekolah. Itu artinya, mereka tidak memiliki bekal
pengetahuan yang cukup namun berani membangun rumah tangga. Dan data statistik menunjukkan bahwa angka pernikahan dini relatif meningkat di beberapa daerah, seperti ditampilkan oleh infografis berikut :
Pasutri belia ini kemudian memiliki
anak, mendidik dengan bermodal bekal pendidikan yang seadanya. Seolah berkaca
pada pengalaman orangtuanya, anak-anaknya pun memilih menikah di usia dini, dan
siklus kembali berulang. Anak–anak pun terlahir dari siklus tak terputus dengan
pengasuhan dan pendidikan yang minim. Dan di kemudian hari, sukar terelakkan, banyak
konflik rumah tangga terjadi akibat minimnya kemampuan dan pengetahuan untuk
mengatasi masalah.
Tidak berhenti sampai di situ,
sejumlah masalah sosial pun timbul, yang berakar dari minimnya pendidikan kaum perempuan,
diantaranya :
1.
Perdagangan manusia secara illegal
Pada tahun
2017, Mabes Polri mengungkapkan kasus kejahatan perdagangan orang, yang
melibatkan korban sebanyak 1078 wanita dewasa untuk diselundupkan keluar negeri
sebagai buruh migran ilegal. Sebagian besar korban berasal dari daerah-daerah
kantong pengangguran tertinggi seperti Jawa Tengah, NTT dan NTB, dan sebagian
besar korban memiliki tingkat pendidikan paling tinggi setingkat SMU.
Pada
September 2019, polisi melakukan penggerebekan di sebuah rumah di kawasan vila
di Kabupaten Karimun, dan mengamankan sebanyak 26 anak perempuan di bawah umur
yang diduga dijadikan PSK. Para gadis belia itu direkrut dari beberapa daerah
untuk dijajakan kepada pria hidung belang. Mirisnya lagi, para PSK belia itu
tidak mendapat bayaran seperti yang dijanjikan.
![]() |
Perempuan dibawah umur yang digerebek di vila di Karimun |
3.
Penipuan via social media
Baru-baru
ini (3/3/2020), Bea Cukai mencatat sekitar 70% korban penipuan atau setara 1050
kasus, adalah konsumen perempuan. Angka ini naik 38 kasus dari tahun lalu.
Penipuan
pada umumnya bermodus hubungan asmara yang berawal dari social media. Pelaku
melakukan penjajakan selama berbulan-bulan kepada calon korban sampai terlibat
asmara, lalu berpura-pura mengaku bahwa dirinya ditahan di bandara lantaran
membawa barang diatas ketentuan. Pelaku lalu meminta sejumlah uang kepada
korban sebagai tebusan.
Catatan
Tahunan Komnas Perempuan tahun 2019 menunjukkan peningkatan jumlah kasus
kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 2007, tercatat sebanyak 25.522 kasus.
Jumlah ini terus mengalami fluktuasi hingga mengalami kenaikan yang signifikan
sebanyak 406.178 kasus pada tahun 2018.
Data-data diatas, tentu saja belum menunjukkan angka holistik
terkait masalah sosial yang dialami kaum perempuan di Indonesia. Namun, keempat
masalah tersebut sudah cukup merepresentasikan kondisi kaum perempuan yang
dipicu oleh rendahnya pendidikan. Meskipun masih terdapat faktor-faktor lain
seperti kondisi ekonomi, kultur dan lingkungan, perempuan yang berpendidikan,
setidaknya dapat melakukan tindakan antisipasi terhadap masalah-masalah sosial
diatas seperti :
-
Tidak mudah termakan bujuk rayu oknum-oknum pencari keuntungan
-
Mampu mengidentifikasi upaya penipuan
-
Memiliki pemahaman dan penghargaan yang baik terhadap diri sendiri
dan kesetaraan gender sehingga dapat mencegah tindak kekerasan
-
Mengetahui prosedur untuk melaporkan tindak kejahatan
-
Memahami langkah tepat yang harus diambil saat terjebak tindak
kejahatan
Kesetaraan gender menjadi isu
penting terkait persamaan hak untuk mengenyam pendidikan. Dan di negara kita,
upaya ini terus digulirkan. Salah satu bentuk usaha Indonesia dalam
memperhatikan hak – hak perempuan adalah keikutsertaan dalam ratifikasi Convention on Elimination of All Forms
Discrimination Against Women
(CEDAW) dan partisipasi dalam kesepakatan BPfA pada tahun 1995 di Beijing. BPfA
(Beijing Platform for Action) merupakan kesepakatan dari negara – negara PBB
dalam rangka melaksanakan konvensi CEDAW.
Terdapat 12 Bidang Kritis yang masuk dalam CEDAW, yakni :1) Perempuan dan kemiskinan; 2) Perempuan dalam pendidikan dan pelatihan; 3) Perempuan dan Kesehatan; 4) Kekerasan terhadap perempuan; 5) Perempuan dalam situasi konflik bersenjata; 6) Perempuan dalam ekonomi; 7) Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan; 8) Perempuan dalam mekanisme institusional untuk pemajuan perempuan; 9) HAM perempuan; 10) Perempuan dan media; 11) Perempuan dan lingkungan hidup; dan 12) Anak perempuan
Setiap anggota BPfA diwajibkan membuat laporan berkala
tentang pelaksanaan kesepakatan ini per lima tahun sekali pada forum Asia
Pasifik, yang selanjutnya akan direview oleh Commission on the Status of Women (CSW). Pelaksanaan
kegiatan pelaporan ini mulai dilakukan pada tahun 2000, 2005, 2010, 2015 dan
pada tahun ini. Tiap review akan menghasilkan dokumen untuk menguatkan komitmen
untuk pemberdayaan perempuan dan anak perempuan diikuti dengan aksi – aksi
prioritas untuk lima tahun selanjutnya.
Setelah 25 tahun berlalu, Indonesia memiliki beberapa
pencapaian diantaranya : kuota perempuan dalam parlemen yang telah mencapai
30%, angka kesetaraan pendidikan, dan rencana pembahasan Rancangan Keadilan dan
Kesetaraan Gender (RUU KKG) walau sempat tertunda. Namun di sisi lain, Komnas
Perempuan juga masih menyoroti tentang masih adanya kebijakan diskriminatif, juga
praktik yang membahayakan perempuan termasuk perkawinan anak dan beberapa hal
lainnya yang terkait.
Permasalahan tentang perempuan di negeri ini dan di seluruh
dunia hingga hari ini memang masih menyisakan tumpukan tugas besar untuk
diselesaikan. Dan permasalahan-permasalahan itu, dapat diminimalisir dengan
penguatan pendidikan terhadap perempuan. Tidak hanya mengentaskan masalah
sosial, penguatan pendidikan bagi perempuan, juga sangat berpengaruh bagi
kelangsungan hidup suatu bangsa.
Perempuan
adalah aktor, pelaku dan faktor penentu pembangunan suatu bangsa. Membangun
perempuan Indonesia, berarti membangun keluarga Indonesia yang sejahtera dan
rakyat Indonesia seutuhnya.
Berikut
adalah peran pendidikan bagi perempuan, yang sangat besar dampaknya terhadap
penguatan peran perempuan dalam berbagai sendi kehidupan :
1. Mengurangi angka kematian pada ibu
Menurut data dari UN Women (Entitas Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan, entitas
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bekerja untuk memberdayakan perempuan dan
anak-anak perempuan) pada tahun 2015, peningkatan pendidikan bagi seorang
perempuan akan mengurangi angka kematian pada ibu hingga 66%. Hal ini terjadi
karena berkurangnya pernikahan dini yang beresiko meningkatkan angka kematian
pada ibu.
2. Menjadikan perempuan sebagai sekolah pertama bagi anak – anaknya
Setelah anak – anak lahir, sekolah pertamanya adalah
ibunya. Bisa dibayangkan seperti apa pola pengasuhan dan pendidikan anak – anak
jika ibunya tidak mengecap pendidikan yang baik.
Pendidikan merupakan modal utama dalam kehidupan
seorang anak. Dan itu semua berawal dari ibu sebagai sekolah pertama bagi anak
– anaknya.
3. Menjadi filter penggunaan teknologi oleh anak
Kita hidup dengan tuntutan jaman yang luar biasa
beratnya. Ditambah lagi dengan kecepatan akses teknologi informasi. Oleh
karenanya, seorang perempuan yang notabene akan menjadi seorang ibu harus mampu
mengikuti perkembangan zaman termasuk tekonologi. Dengan kata lain, seorang ibu
tidak boleh gaptek. Seorang ibu yang mengerti tentang teknologi akan mampu menyaring
hal – hal yang berpotensi memicu perkembangan negatif terhadap anak – anaknya
terkait penggunaan teknologi, dan mampu memberikan pemahaman yang baik tentang pemanfaatan
teknologi bagi anak – anaknya.
4. Mencegah perdagangan manusia (human trafficking)
Human trafficking atau perdagangan manusia merupakan
kegiatan perekrutan, pengiriman, atau penampungan orang-orang dengan cara
ancaman atau kekerasan demi tujuan eksploitasi, pelacuran, seks, penyalagunaan
kekuasaan serta perbudakan yang hanya menguntungkan satu pihak saja.
Human trafficking tergolong pelanggaran Hak Azasi
Manusia (HAM). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Human trafficking
adalah kemiskinan, jumlah penduduk yang besar dan sistem sosial yang
menempatkan laki – laki sebagai pemegang kekuasaan dan mendominasi dalam peran kepemimpinan
politik, otoritas moral, hak sosial dan penguasaan property atau patriarki.
Sebagian besar human trafficking ini terjadi pada
perempuan. Umumnya, para perempuan akan dijual dan dijadikan pekerja seks
komersial. Menurut PBB, human trafficking merupakan perdagangan terbesar ketiga
di dunia. Metode – metode yang banyak digunakan diantaranya adalah dengan
pengiriman TKI dengan dokumen ilegal, penempatan pekerja dalam negeri untuk
dieksploitasi secara seksual, perkawinan berbatas waktu yang akhirnya mendapat
kompensasi finansial, pengangkatan bayi tanpa proses yang sah
dan perekrutan anak – anak menjadi pekerja dengan upah yang murah (Harkristuti
Harkriswono).
![]() |
TKW illegal yang dideportasi |
Selain data yang telah ditunjukkan sebelumnya, di
kawasan Asia Tenggara sendiri, 70% korban dari human trafficking adalah wanita di
bawah umur.
Jika perempuan mendapatkan pendidikan yang tinggi, maka
mereka tidak akan mudah terbujuk rayuan dari traffickers dan bisa melihat
apakah sebuah tawaran pekerjaan benar – benar sebuah kesempatan atau penipuan.
5. Mencegah pernikahan dini
Berkaitan dengan poin pertama, pendidikan akan menekan
angka pernikahan dini yang rentan menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Jika
perempuan menikah pada usia yang cukup, dengan pendidikan yang cukup pula,
diharapkan para istri dan ibu ini nantinya bisa memiliki pemahaman dan wawasan
yang cukup untuk mengelola konflik dan menjalankan perannya dalam rumah tangga.
6. Mengurangi kemiskinan
Pendidikan berkorelasi erat dengan pengentasan angka
kemiskinan. Dengan pendidikan yang cukup, seorang perempuan akan mampu mengelola
finansial keluarganya dengan baik, memiliki kreativitas untuk menambah
penghasilan manakala penghasilan sang kepala keluarga belum mencukupi sehingga
pada akhirnya bisa mengurangi angka kemiskinan.
7. Meningkatkan rasa percaya diri
Pendidikan berkaitan erat dengan rasa percaya diri. Dan
kepercayaan diri yang tinggi, sangat dibutuhkan seorang wanita dalam membesarkan
keluarga, mengembangkan diri dan profesionalitas di dunia kerja, juga merancang
pencapaian-pencapaian dalam hidup. Untuk memiliki kepercayaan diri yang tinggi,
terlebih-lebih dalam menghadapi tuntutan zaman yang kian berat, seorang wanita
harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan yang baik.
8. Ibu cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas
Bukan rahasia umum lagi jika seorang anak yang cerdas
dilahirkan oleh ibu yang cerdas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of
Washington, ibu menurunkan gen kecerdasan lebih banyak karena
perempuan memiliki dua kromosom X sementara ayah hanya satu. Kromosom X
diketahui menentukan fungsi kognitif seorang anak yang berkaitan dengan proses
berpikir optimal yang berlangsung sepanjang kehidupan seorang manusia.
Dan kecerdasan seorang ibu, tidak melulu disebabkan
faktor genetis. Melainkan juga ditunjang oleh kemauan dan kegigihan sang ibu
untuk terus belajar dan meraih pendidikan yang berkualitas.
Melihat pentingnya peran pendidikan bagi seorang perempuan
dan kaitannya dengan keberlangsungan suatu bangsa, dimana generasi penerus yang
berkualitas ditentukan oleh pendidikan yang berawal dari rumah, maka penguatan pendidikan
bagi perempuan sudah menjadi kewajiban dan sesuatu yang krusial.
Maka pendidikan, seyogyanya tidak hanya diwujudkan lewat bangku
sekolah formal. Setiap perempuan harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk
belajar, menambah wawasan dan ketrampilan melalui beragam media sehingga akan
berpengaruh besar terhadap cara berpikirnya. Salah satunya melalui EduCenter,
sebuah mall edukasi pertama di Indonesia dengan konsep “one stop excellence of
education”. Dengan lokasi yang strategis, dikelilingi 45 institusi pendidikan
dan 4 cluster perumahan elit di BSD, Educenter menyajikan konsep pendidikan
yang variatif, revolusioner dan terintegrasi untuk memberikan pengalaman
belajar yang menyenangkan.
![]() |
pendidikan terintegrasi di educenter.id |
Dan kemampuan berpikir serta keterampilan yang baik, akan mempengaruhi kualitas kehidupan
seseorang. Perempuan dengan kemampuan berpikir yang optimal, kritis, mampu
menyelesaikan banyak masalah, serta memiliki lifeskill, akan mampu memberikan pengasuhan terbaik bagi
anak – anaknya dan berkontribusi positif terhadap lingkungan sekitarnya, yang pada akhirnya akan memutus mata
rantai kebodohan.
Dengan pendidikan yang berkualitas dan berkesinambungan seumur hidup, utamanya
lagi pendidikan untuk kaum perempuan, insya Allah, akan membentuk perempuan –
perempuan cerdas, berbagai permasalahan sosial akan tuntas, melahirkan generasi cerdas untuk bangsa yang
maju dan negara yang kuat.
#educenterid
Bahan bacaan :
educenter.id
muslimahnews.com
id.theasianparent.com
idntimes.com
rencanamu.id
prestasi-iief.org
dream.co.id
tirto.co.id
batam.tribunnews.com
kontan.id
Sumber gambar :
educenter.id
pixabay.com
kompasiana.com
batam.tribunnews.com
radarpriangan.com
Infografis :
Riawani Elyta (diolah dari berbagai sumber)
Setuju kk
ReplyDeletewalau aku termasuk yang dulunya males banget sekolah formal, tapi ini betul banget si mba. perempuan itu tetap harus berpendidikan, terserah dengan caranya masing2 tapi tetap menunjukkan kualitasnya agar tidak mudah tertindas.
ReplyDeleteaku sekarang dikit2 naikin ilmu walau harus sambil ngurus 4 anak juga, ceritanya telat panas pengen belajarnya. hahaha
Baguuusss banget ini artikelnya.
ReplyDeleteSemoga bisa menjadi booster semangat untuk para ibu di nusantara ya.
aku sering lunglai loyo gitu dalam mendidik anak.
Bismillah, semoga semangaaattt lagii!
Memang betul pendidikan itu penting bagi semua, termasuk kaum wanita. Semoga akan semakin merata oerempuan2 Indonesia yg dapat mengakses pendidikan dg mudah
ReplyDeleteHiks, kasian banget ya kalo anak menikah dini.
ReplyDeleteBaru kasus kemaren depan rumahku usia 14 tahun nikah, padahal pada mengerti orang tuanya modern, cuma alasan agama huhu, yasudah urusan masing2 hihi.
Bener banget aku setuju perempuan harus berpendidikan lalu berkarya tapi tak lupa kodratnya.
Saya setuju banget kalau perempuan harus berpendidikan. Meskipun nantinya hanya menjadi ibu rumah tangga. Tetapi, perempuan yang berpendidikan kemungkinan bisa mendidik anak-anaknya lebih baik
ReplyDeleteDulu di lingkungan keluarga tuh perempuan ya digituin, gak usah sekolah tinggi karena balik jadi Irt kan. Terus nikah dini juga. Untung Bapakku sama anak-anaknya dibilangin buat sekolah minimal SMA gitu. Jadi ya aman jaya deh. Sekarang kerasa banget bahwa peran perempuan itu penting. Makanya kudu berpendidikan
ReplyDeleteBanyak hal yang memang terjadi saat ini mbak, apalagi penyakit sosial yang tidak terbendung. Satu-satunya adalah dengan terus memperhatikan tumbuh kembang anak serta pergaulan. Kalau pendidikan si anak sudah disiapkan dan semoga mereka terus berkembang dan menjadi terbaik ke depannya.
ReplyDeleteIni kejadian bun di tempatku, yang pernikahan dini
ReplyDeletembak iparku ini 18 tahun sudah dinikahkan sama orangtuanya di daerah mereka kalo udah 17 tahun ya layak nikah. Untung kebjakan baru pas itu belum diterapkan jadilah masku bisa menikahi istrinya ini.
Itulah pentingnya pendidikan tinggi untuk perempuan ya mba. Sekolah pertama bagi anak-anak kan berasal dari ibunya. Gimana bisa memberikan pendidikan awal yang kuat pada keturunannya kalau si ibu sendiri tidak mengecap pendidikan. Sudah waktunya nyinyiran kepada perempuan berpendidikan tinggi yang kemudian menjadi ibu rumah tangga disingkirkan jauh-jauh. Tidak akan pernah sia-sia pendidikan yang dicecap seseorang bagi masa depannya, termasuk di dalamnya adalah masa depan keturunannya.
ReplyDeleteTingkat pendidikan seorang ada keterkaitan dengan masalah sosial yang dihadapinya. Banyak banget aku lihat hal² ini di lingkungan sekitar. Semoga semua orang sadar pentingnya manfaat pendidikan.
ReplyDeleteIya banget, perempuan memang kudu berpendidikan tinggi. Secara ilmiah, anak yang cerdas itu katanya diturunkan secara genetis dari ibunya. Nah untuk pengasuhan dan Pendidikan dari rumah, juga butuh ibu yang pintar dan cerdas. Jika diteruskan, ini akan membuat generasi yang cerdas juga. Karena ini, aku jadi gak minder lagi deh kalo ada orang yang ngomong: "sekolah tinggi-tinggi tapi kok cuma jadi IRT aja. Justru jadi ibu rumah tangga itu kudu berpendidikan tinggi." :D
ReplyDeleteWanita emg perlu pendidikan. Stidaknya utk melindungi diri dari ganasnya kehidupan mbak.
ReplyDeleteAda byk kejahatan diluar sana yang makan korban wanita hanya karena tertutupnya logika dan cara pikir wanita yg emang ga dibiasakan sejak dlu..
Semoga wanita Indonesia berhak dan bisa mendapatkan pendidikan2 yang layak yaa..
Setuju sama tulisan dikau mbk. Buka seluas2nya tempat belajar utk perempuan2.
ReplyDeletebetul perempuan harus berpendidikan supaya bisa mempertahankan diri dan keluarganya kelak. Apalagi sebenarnya kalau ada apa-apa yang disalahin perempuan juga
ReplyDeleteIbu yang cerdas melahirkan generasi yang cerdas. Aaah ini setuju banget Mbak. Pola pendidikan anak itu memang berawal dari ibu, maka para perempuan itu harus cerdas dan kuat sehingga melahirkan anak-anak yang cerdas juga kuat baik fisik maupun mentalnya. Tidak amudah etrtipu dan terperdaya oleh iming-iming harta kal;au ia cukup ilmu.
ReplyDeleteNgeri banget masih ada human trafficking di tahun 2017 sampai ribuan. Pendidikan akademis dan softskill punya peran untuk mencegah itu.
ReplyDeletePerempuan S2 jadi IRT tadinya jadi mimpi buruk buat mamaku
ReplyDeleteSetelah dia lihat bagaimana aku mengajak anak anak berkembang sesuai usianya bahkan si kakak ada kelebihan, mama perlahan mulai paham meski tidak 100%
Heraaan deh, yg nikah dini (di bawah umur) itu.
ReplyDeleteDipikiran mereka apa ya? Kebelet nikah gitu, padahal berumah tangga itu cobaannya berat, gak semua bisa mulus bagai jalan tol. Apalagi kalau nikahnya jg dgn yg masih muda. Duhh duuh duuhh.
Semoga pernikahan dini semakin berkurang bahkan udah gak ada aja deh sekalian.
Di Sulawesi jg banyak lho itu. Fiuuhh.