Literasi. Saat
ini tidak lagi terbatas pada kemampuan baca tulis. Makna literasi telah berkembang
luas dan melingkupi berbagai sendi kehidupan. Perluasan makna ini, salah
satunya tercermin pada definisi literasi oleh UNESCO (The United Educational, Scientific and Cultural Organization),
yang mengartikan literasi sebagai rangkaian kesatuan dari kemampuan menggunakan
kecakapan membaca, menulis, dan berhitung sesuai dengan konteks yang diperoleh
dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan penerapan di sekolah,
keluarga, masyarakat, dan situasi lainnya yang relevan untuk remaja dan orang
dewasa.
Lebih jauh lagi, pengembangan cakupan literasi telah disepakati pada World Economic Forum tahun 2015, meliputi penguasaan enam literasi dasar yaitu : literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial dan literasi budaya dan kewargaan, yang sekaligus menjadi prasyarat kecakapan hidup abad ke-21.
sumber : tozsugianto.com |
Diantara keenam jenis ini, tak dapat dipungkiri, bahwa literasi
finansial adalah kecakapan literasi yang mutlak dibutuhkan untuk menunjang mekanisme
kelangsungan hidup. Pada artikel ini, saya akan menitikberatkan pembahasan pada tahap pengembangan dari kemampuan baca tulis yang relevan dengan konteks finansial, dengan tetap bersandarkan pada aktivitas dasar literasi.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
literasi finansial bermakna rangkaian proses
atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan, serta ketrampilan
konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan
baik. Dengan kata lain, literasi finansial berarti pengetahuan atau kemampuan untuk mengelola keuangan.
Dalam skala kecil, literasi finansial sangat menunjang kehidupan setiap individu. Tidak hanya dalam mengelola
keuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga
untuk kesejahteraan di masa depan dan antisipasi terhadap dinamika perekonomian.
Dalam skala yang lebih luas, literasi finansial sangat berkolerasi dengan kesejahteraan bangsa, tingkat angka
kemiskinan dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Literasi finansial di negara ini menjadi kian penting, saat kita melihat
sederet hasil penelitian berikut ini, baik dalam skala global maupun nasional :
1. Berdasarkan laporan lembaga internasional Bank Dunia atau World Bank,
Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,18 % pada tahun 2018, dan
mengalami sedikit penurunan pada triwulan II tahun 2019 di angka 5,05 %. Pada
faktanya, hanya sebagian kecil masyarakat yang dapat menikmati pertumbuhan
ekonomi tersebut sehingga mengakibatkan kesenjangan ekonomi.
2. Berdasarkan data penelitian terhadap indeks literasi finansial yang
dilakukan World Bank pada tahun 2015, Indonesia berada pada peringkat 32 dari
seluruh dunia. Untuk kawasan Asia Tenggara, kemampuan literasi finansial
masyarakat Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura.
3. Data BPS menunjukkan, bahwa Indonesia termasuk negara yang mengalami
inflasi cukup tinggi (inflasi Agustus 2019 = 0,12), sehingga memberi dampak
siginifikan terhadap ketidakstabilan ekonomi masyarakat, khususnya ekonomi masyarakat
golongan menengah ke bawah.
4. Maraknya kasus jasa keuangan ilegal dan pinjaman online yang terungkap
di sosial media dan telah menjerat banyak orang, membuktikan bahwa pemahaman segolongan
masyarakat terhadap literasi finansial masih minim.
5. Rendahnya angka ekspor dibanding impor menunjukkan indikasi bahwa
potensi SDA yang begitu besar belum diimbangi oleh kualitas SDM dalam mengelola
sumber perekonomian. Tercatat sampai dengan Juli 2019, total ekspor sejak awal
tahun berada pada kisaran US$ 95 juta berbanding angka impor sebesar US$ 97
juta. (sumber : www.bps.go.id)
Masalah global dan nasional diatas juga berdampak pada perekonomian
individu dan keluarga. Rendahnya kemampuan seseorang dalam mengelola keuangan,
ditambah situasi ekonomi yang kurang menguntungkan, memunculkan berbagai
persoalan ekonomi yang sulit dihindarkan. Tak berhenti sampai di situ. Masalah
ekonomi juga merembet ke persoalan sosial dan memicu tindak kriminal.
Oleh karenanya, mempersiapkan generasi yang memiliki kecakapan literasi
finansial sejak dini, adalah upaya yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Terlebih-lebih, era millenial yang kian kompetitif “menuntut” sumber daya
manusia yang tidak sekadar mampu bertahan hidup, tetapi juga berkompeten dan
berintegritas dalam menghadapi era globalisasi, pasar bebas dan berbagai dinamika
ekonomi.
Lantas, apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk kecakapan
literasi finansial sejak dini didalam keluarga?
Sebelumnya, mari terlebih dahulu kita mencermati indikator literasi
finansial dalam keluarga, sebagaimana termaktub didalam Materi Gerakan Literasi
Nasional berikut ini :
1. Jumlah dan variasi bahan bacaan literasi finansial dalam keluarga
2. Frekuensi membaca bahan bacaan literasi finansial dalam keluarga setiap
harinya
3. Jumlah bacaan literasi finansial yang dibaca oleh anggota keluarga
4. Jumlah pelatihan literasi finansial yang aplikatif dan berdampak pada
keluarga
5. Jumlah produk keuangan yang digunakan dalam keluarga
6. Tingkat pemahaman konsep tentang fungsi dasar keuangan
7. Tingkat keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam pengambilan
keputusan terkait finansial
Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa upaya pemenuhan indikator pada poin
1 – 3 masih menemui kendala terkait penyediaan bahan bacaan. Saat saya mencari
referensi buku bertema literasi finansial keluarga di toko buku, (saya tinggal
di salah satu ibukota provinsi), sulit sekali untuk menemukan buku yang sesuai.
Referensi finansial lebih didominasi oleh buku-buku finansial untuk kebutuhan perusahaan dan institusi keuangan.
Begitu pula halnya buku bacaan untuk anak. Setiap bulan, rata-rata saya membeli
5 – 10 buku bacaan untuk anak-anak saya dengan beragam tema. Namun, sangat
jarang saya temukan buku anak yang mengangkat tema tentang pembentukan karakter
cerdas finansial.
2 (dua) judul buku bertema literasi finansial koleksi saya (dok. pribadi) |
Begitu pula halnya dengan poin indikator ke-4. Sampai tulisan ini
dibuat, jarang sekali saya mendapat informasi tentang adanya pelatihan finansial
keluarga yang aplikatif.
Namun demikian, kendala
tersebut tidak seharusnya melemahkan upaya kita dalam membentuk generasi yang cakap
dalam literasi finansial. Ada 3 (tiga) prinsip penting yang harus dimiliki oleh
setiap keluarga dalam upaya menciptakan budaya literasi finansial didalam keluarga,
yaitu :
1.
Orang tua sebagai role model atau contoh panutan
Orangtua harus terlebih dahulu memahami, memiliki kecakapan literasi
finansial dan membudayakannya dalam kehidupan sehari-hari sebelum mengajak anak
untuk membiasakannya.
Orang tua harus menjadikan pengelolaan finansial
sebagai sebuah kewajiban dan rutinitas sehingga anak – anak dapat mencontoh kebiasaan
baik orangtuanya. Kecakapan finansial akan lebih terasah manakala anak
menjadikannya sebuah kebiasaan, tidak terbatas di tingkat pengetahuan
saja.
2.
Adaptif dengan karakter generasi millenial
Generasi millenial adalah generasi yang lahir di
era perkembangan digital, sehingga sarana teknologi dan beragam fitur digital
sudah menjadi “denyut nadi” keseharian mereka. Ciri lainnya, mereka cenderung kurang
menyenangi hal-hal konvensional termasuk membaca buku cetak. Karakter inilah
yang perlu disikapi orang tua dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
digital bagi pembudayaan literasi finansial.
3.
Komitmen yang sinergis
Menumbuhkan sebuah budaya yang kuat butuh proses. Perlu pembiasaan yang terus menerus sehingga menjadi rutinitas. Tentu,
ini membutuhkan komitmen dan sinergitas antara semua anggota keluarga terutama
orang tua, untuk menjadikan literasi finansial sebagai kebiasaan dan budaya
yang melekat didalam keseharian anggota keluarga.
Implementasi ketiga prinsip
tersebut dalam menumbuhkan budaya literasi finansial didalam keluarga, dapat
diupayakan melalui tips-tips aplikatif berikut ini. Agar mudah diingat, saya
memberinya inisial 3S (Save, Smart and
Share) :
1. Save (menabung / menyimpan)
Menabung adalah salah satu elemen dasar dari kecakapan literasi
finansial, yang dapat diajarkan dan dibudayakan pada anak melalui cara-cara berikut
:
- Menyediakan sarana menabung
Sarana yang paling jamak dan mudah disediakan, adalah celengan. Orang
tua bisa membelikan celengan untuk masing – masing anak ataupun menggunakan
wadah bekas. Menabung menggunakan celengan dapat mengajarkan sikap sabar, melatih
kemampuan menahan diri untuk berbelanja dan menghindarkan anak dari sikap konsumtif.
Jika celengan anak sudah penuh, ayah dan bunda dapat mengajak anak
memilah uang, menghitung dan menabungnya di bank. Melihat proses transaksi di
bank akan mengenalkan anak lebih dekat dengan institusi perbankan termasuk produk-produk
perbankan yang akan mereka perlukan dalam pengelolaan finansialnya di masa
depan kelak.
- Memberikan pemahaman yang aplikatif dan mudah dicerna tentang pentingnya menabung
Suatu hari, anak bungsu saya (7 tahun) bertanya, saat saya
menganjurkannya untuk menabung : “Apa sih ma, gunanya menabung?”
Saya jawab, “Supaya kita punya simpanan uang. Kalau kita ingin beli
sesuatu, sementara uang kita tidak cukup, maka kita harus menabung. Kalau kita
punya tabungan, seandainya suatu hari kita kekurangan uang, kita bisa gunakan
uang dari tabungan kita.”
Anak saya bilang,” Tia nggak ngerti, Ma.”
Hmm, memberi pemahaman tentang uang terhadap anak 7 tahun, ternyata
tidak mudah ya?
Di hari lain, anak saya minta dibelikan mainan yang harganya tergolong
mahal. Saya katakan kepadanya, “Sekarang mama tidak punya uang untuk beli
mainan itu. Uang yang ada untuk kebutuhan lain yang lebih penting.”
Anak saya berkata, “Kalau begitu, biar Tia nabung ya ma, supaya bisa
beli mainan.”
Aha, ternyata pemahaman itu bisa lebih efektif lewat cara ini ketimbang
sekadar menganjurkan, ya?
Dan, inilah yang kemudian dilakukan anak saya. Dia membuat tabungan
khusus yang ditujukan untuk membeli mainan.
setelah tabungannya cukup banyak, anak saya justru melanjutkan menabung, tidak lagi ingin beli mainan |
Dari cerita tersebut, intinya adalah, bahwa menabung dapat mendidik anak
tentang pentingnya makna proses. Dengan menabung, mereka paham bahwa butuh
proses dan kesabaran untuk bisa membeli sesuatu. Mereka pun akan lebih
menghargai proses tersebut dan barang yang didapatkan dengan penuh perjuangan.
Kepada anak yang lebih besar, pemahaman ini sudah seyogyanya diberikan
sesuai tingkat pemikiran dan pengalaman mereka. Suatu hari, putra sulung saya
(ketika itu dia masih SMP) tidak sengaja memecahkan kaca nako sekolah. Dan
pihak sekolah meminta dia menggantinya. Saya katakan kepadanya, bahwa dia harus
mengganti kaca nako itu dengan uang tabungannya sebagai konsekuensi
perbuatannya meskipun tidak disengaja.
Awalnya saya mengira dia akan menolak. Tetapi, dia kemudian mengumpulkan
uang tabungannya mulai dari pecahan seribuan sampai cukup untuk membeli kaca
nako.
Saya mungkin sedikit tega. Tetapi, melalui pengalaman tersebut, anak
saya belajar tentang arti konsekuensi dan kegunaan menabung, salah satunya
adalah untuk membiayai hal-hal tak terduga.
- Mengenalkan produk tabungan digital dan e-money
Pengenalan tentang hal ini bisa diberikan kepada anak yang berusia
remaja dan sudah akrab dengan teknologi.
Mengajarkan langkah demi langkah membuka tabungan digital dan proses
pembayaran dengan e-money, dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam
berliterasi finansial yang sesuai dengan perkembangan zaman.
2.
Smart (cerdas dalam mengelola finansial)
Beberapa tips berikut ini dapat dilakukan untuk melatih
anak menjadi smart atau cerdas dalam
mengelola finansial : - Mengajarkan perhitungan numerik lewat praktik finansial
Penjumlahan, pembagian, perkalian, dan pengurangan
adalah dasar – dasar numerik dalam literasi numerasi. Ini bisa
diajarkan kepada anak sejak kecil lewat praktik finansial sehingga dapat
sekaligus meningkatkan kemampuan literasi numerasi dan finansialnya. Contohnya, saat berbelanja di supermarket,
ajak anak belajar tentang penjumlahan melalui harga barang yang tertera di
struk belanja. Untuk anak yang sudah besar, kita bisa menstimulasi mereka
dengan melemparkan kasus numerasi. Beritahu mereka barang apa saja yang harus
dibeli dan jumlah uang yang dibawa, lalu minta mereka untuk mengambil barang
dengan memperhatikan kuantitas dan ukuran, agar total harganya tidak melebihi
jumlah uang.
Jika anak senang bermain games di gawai dan sulit untuk mencegah kebiasaan ini, beri mereka
alternatif untuk memainkan games yang
bermuatan literasi finansial, sehingga selain mendapat hiburan, mereka juga
dapat melatih kemampuan literasi finansial dengan cara yang mereka senangi.
beberapa game tentang finansial |
- Membiasakan menggunakan barang – barang dengan cermat
Ajak anak untuk peduli dengan barang – barang
miliknya dan merawatnya dengan baik. Tanamkan komitmen bahwa kita tidak akan membelikan
barang baru jika yang lama masih layak dipakai. Jika barang cepat sekali rusak,
jangan buru-buru mengganti dengan yang baru. Beri jeda waktu agar anak belajar
tentang pentingnya menjaga barang milik sendiri dan orang tua perlu
pertimbangan yang matang sebelum melakukan pengeluaran. Anjurkan juga anak-anak untuk memanfaatkan
barang-barang bekas. Misalnya saja, menggunakan kaleng bekas makanan untuk
menyimpan alat tulis, kotak sepatu sebagai wadah penyimpanan mainan, dan
sebagainya.
wadah bekas kaleng makanan untuk tempat pensil (dok.pribadi) |
- Membiasakan untuk cerdas dalam berbelanja
Biasakan anak untuk memilih barang – barang
dengan prinsip “best value”. Lebih baik membeli yang sedikit mahal tetapi
tahan lama daripada membeli banyak barang yang murah namun tidak awet. Ajarkan
anak untuk memilih barang – barang sesuai kebutuhannya dan bukan berdasarkan keinginan
belaka. Jika anak menginginkan sesuatu yang sifatnya hiburan semata, beri
mereka pandangan dan alternatif, antara menunda, membatalkan keinginan, ataupun
merekalah yang harus menabung untuk membelinya. Prinsip ini harus terus menerus
ditanamkan sehingga anak – anak akan memiliki kebiasaan ini setiap kali mereka
menginginkan untuk membeli sesuatu.
- Mengajarkan anak untuk mengatur uang sakunya
beberapa aplikasi keuangan sederhana |
Anak – anak bisa diberi uang saku harian,
mingguan maupun bulanan, disesuaikan dengan usia. Ajarkan prinsip – prinsip pos pengeluaran,
misalnya memisahkan pos untuk membeli jajanan, pos tabungan dan pos untuk
bersedekah.
Kepada anak-anak berusia remaja, anjurkan mereka
untuk memasang aplikasi keuangan di gawai dan mencatat pengeluaran serta
pendapatan mereka pada aplikasi tersebut. Ini juga merupakan upaya melatih
kecakapan dan membudayakan literasi finansial pada anak yang disesuaikan dengan karakter generasinya.
- Menyediakan bacaan dan informasi tentang finansial
Meskipun ketersediaan bahan bacaan bertema
finansial untuk usia anak tidak terlalu banyak, kita sebaiknya tetap menyiasatinya
agar anak tetap terakses dengan informasi dan pengetahuan finansial. Pada anak
yang masih kecil, kita bisa mencari bahan bacaan tentang pembentukan karakter finansial
seperti menabung, hidup hemat dan sebagainya lalu membacakannya untuk mereka.
Pada anak – anak yang beranjak remaja, yang pada
umumnya lebih senang membaca digital ketimbang konvensional, kita dapat mengajak
atau mendorong mereka untuk membaca artikel-artikel finansial dari berbagai situs
terpercaya yang disesuaikan dengan usia mereka. Sesekali, ajak dan libatkan
mereka dalam diskusi tentang pengelolaan finansial keluarga dan aktivitas literasi finansial yang dilakukan orang tua, misalnya tentang
bagaimana orang tua membagi tabungan untuk keperluan jangka pendek, menengah
dan panjang, bentuk-bentuk investasi yang dilakukan orang tua, pencatatan pos-pos
anggaran keluarga, dan sebagainya. Ini dapat menjadi bekal saat
mereka beranjak dewasa dan menentukan pengelolaan finansial bagi diri dan
keluarga mereka kelak.
- Mendorong anak memiliki jiwa enterpreneur
Di era millenial saat ini, memiliki lebih dari
satu pekerjaan bukanlah hal yang aneh. Pekerjaan yang membutuhkan kreativitas
dan inovasi, diprediksi akan berkembang pesat dibandingkan pekerjaan
konvensional. Penggunaan sistem dan mesin akan semakin mengambil alih peran
manusia dalam bekerja, sehingga manusia harus lebih kreatif dalam menciptakan
profesi, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang lain.
Oleh karenanya, adalah penting untuk mendorong
anak memiliki jiwa enterpreneur.
Selain untuk bekal masa depan karirnya kelak, memiliki jiwa enterpreneur dapat membantu anak mengembangkan
sikap – sikap positif dalam mengelola keuangannya dan membentuk karakter yang
andal. Yang termasuk karakter enterpreneur
yang positif antara lain sikap percaya diri, berani mengambil resiko, kreatif memanfaatkan
semua potensi dan mengembangkan kemampuan berinovasi serta memiliki jiwa
kepemimpinan.
Fasilitasi upaya ini dengan menyediakan buku-buku
yang bermuatan entrepreneurship
sebagai bahan bacaan. Dorong mereka untuk menyerap informasi sebanyak-banyaknya
tentang prospek dan peluang kerja di masa depan. Jika orang tua berprofesi
sebagai entrepreneur, orang tua bisa
sesekali melibatkan anak dalam pekerjaannya. Hal ini banyak dilakukan para pelaku usaha kecil
di kota saya, dan mungkin juga di kota lain, dimana mereka mengajak anaknya
untuk ikut berjualan atau menjaga toko di luar jam sekolah ataupun di hari
libur. Pengalaman ini dapat menempa jiwa enterpreneurship
sang anak sehingga dapat mendorongnya mengembangkan kemampuan literasi finansial dan kreativitas
serta lebih bijak dalam mengelola uang.
beberapa buku bertema entrepreneurship dari koleksi di rumah |
3. Share (berbagi)
Mengajarkan anak untuk memiliki empati merupakan
kecakapan literasi finansial yang tak kalah penting. Anjurkan anak menyisihkan
tabungannya untuk berbagi atau bersedekah. Kepada anak yang lebih kecil, kita
bisa mengajarinya dengan memberi contoh atau memberikan uang padanya untuk
dimasukkan ke dalam kotak sedekah, ataupun memberi kepada orang yang tak mampu. Hal ini relevan dengan salah satu prinsip
dasar literasi finansial yaitu responsif terhadap kearifan lokal dan ajaran
religi termasuk saling berbagi. Menjadi
berkecukupan tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi
orang lain akan menjadikan hidup jauh lebih berkualitas.
Proses membentuk anak yang cerdas berliterasi
finansial bukanlah proses yang instan. Ketiga prinsip yang telah disebutkan
diatas harus terus diupayakan, yaitu berusaha menjadi orang tua role model atau panutan, selalu adaptif
dengan karakter generasi dan perkembangan zaman, serta komitmen yang didukung
sinergitas.
Kerjasama
pihak sekolah dengan orangtua juga mutlak diperlukan. Kesepahaman untuk
membangun kebiasaan baik yang membentuk karakter cakap berliterasi finansial
harus terjalin antara pihak sekolah dan orangtua peserta didik sehingga tidak
terjadi benturan nilai yang berbeda antara di rumah dan di sekolah.
pojok baca di sekolah anak saya, upaya menumbuhkan minat baca anak di sekolah |
Pada
tingkatan selanjutnya, masyarakat juga turut berperan penting. Keterlibatan
instansi dan pihak-pihak terkait sangat dibutuhkan. Terutama dalam hal penyediaan
bahan bacaan tentang literasi finansial, pelatihan untuk tenaga pengajar dan keluarga
tentang pengelolaan keuangan dalam rumah tangga, penyediaan forum diskusi bagi
masyarakat tentang literasi finansial, hingga mendidik masyarakat untuk
berwirausaha agar dapat meminimalisasi masalah sosial ekonomi.
Anak
– anak yang tumbuh dengan kecakapan dan budaya literasi finansial yang baik,
memiliki pemahaman dan menguasai informasi yang baik tentang finansial akan
tumbuh menjadi generasi yang berkarakter positif, bertanggung jawab, berpikiran
maju, memiliki empati, kreatif dan pantang menyerah.
Dengan
memiliki kecakapan literasi finansial yang terasah, dipadukan dengan kelima
kecakapan literasi lainnya, kita optimis, bahwa kemajuan bangsa ini dan terciptanya
generasi yang tangguh dan berintegritas dalam menghadapi era millenial yang
penuh tantangan akan terwujud, sekaligus membentuk bangsa yang memiliki karakter
yang kuat.
#SahabatKeluarga
#LiterasiKeluarga
Referensi :
Materi Gerakan Literasi Nasional ; Literasi Finansial.
bps.go.id
https://www.kajianpustaka.com/2018/03/pengertian-tingkat-aspek-dan-pengukuran-literasi-keuangan.html
https://www.finansialku.com/literasi-keuangan/
https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/Literasi-Keuangan.aspx
Literasi financial memang mutlak diajarkan (kalo bisa) sedari dini ya Mba. Karena ALLAH berfirman, "Jangan tinggalkan generasi yang lemah". Ini menyangkut lemah finansial jugak
ReplyDelete--bukanbocahbiasa(dot)com--
Literasi financial di era digital ini sebuah keharusan yang harus dipahami anak. Apapun hobi mereka jika tidak bisa mengatur financial kegiatan yang menyenangkan itu tidak akan terpenuhi.
ReplyDeleteLiterasi finansial, dua hal penting yang tidak bisa dipisahkan. Kebutuhan utama bagi kita untuk terus belajar mengelola dan bijak dalam menggunakan keuangan ya mbak��
ReplyDeletePinter banget deh si kecil jadi makin rajin menabung ya sekarang
ReplyDeleteDari sejak dini memang sudah harus ditanamkan financial literacy ini ya biar gak konsumtif juga nantinya
ReplyDeletePelan-pelan aku juga memberikan pemahaman tentang Financial Literacy buat anak2 nih mbak.
ReplyDeleteMinimal mereka harus bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan
dan harus belajar menghargai uang juga, biar gak boros hehehe
Saya senang bisa baca tulisan ini, nambah wawasan sekaligus mengingatkan saya agar bisa kelola pendapatan dengan benar. Masih terbentur pada hal lain karena pekerjaan suami tidak pasti.
ReplyDeleteLiterasi finansial juga mengingatkan saya agar lebih giat ikhtiar.
Menanamkan pemahaman tentang literasi finansial kepada anak memang sebaiknya dilakukan sejak dini ya...
ReplyDeleteYang paling penting ada contohnya dari orang tua.
Aku dulu orangnya payah banget soal finansial. Nabung seadanya, kalau punya. Lalu kemudian hidup sendiri dan dituntut buat hemat. Jadilah sekarang dikit2 bisa ngatur keuangan. Gak mau kaya gitu lagi, akhirnya biasain hal baik sama keponakan dengan menabung sejak dini
ReplyDeleteaku belum kasih pemahaman finansial tapi setuju mba mengajarkan nabung jadi mengajarkan pulak arti proses ke anak :) baca ini jadi semacam ada PR yang belum aku tuntaskan buat anakku..
ReplyDeleteAwalnya saya kira ruang lingkup literasi itu hanya baca dan tulis saja, namun rupanya ada berbagai jenis literasi yang harus kita ketahui, terima kasih atas informasinya ya mba membuka mata saya juga ttg finansial literasi ini :)
ReplyDeleteMemang perlu yah kak meningkatkan minat Literasi keuangan apalg khususnya di era skrg, klu udh jd ibu sih pntg mengedukasi kluarga jg khususnya anak2
ReplyDeleteMenumbuhkan MINAT baca anak memang tak muda di hgenerasi saat ini, mba. Tapi aku tetap berharap, semangat buat membaca akan tetap ada dan disiapkan dengan baik :)
ReplyDeleteBaru tahu kalau makna Literasi jadi meluas ke berbagai sub seperti digital dan finansial. Tapi tetap menurut saya literasi baca tulis sangat menjadi prioritas karena dari sanalah ilmu pengetahuan menemukan jalannya untuk ditransfer dari generasi ke genrasi.
ReplyDeleteKayanya aku paling parah dalam mengatur finansial planing di keluargaku. Dan ini kerasa banget efeknya ketika mesti mengajarkan ke anak-anak.
ReplyDeleteHuhuu~
Entah kenapa, kalau baca buku tentang finance, langsung ngantuk...huhuu~
Kadang aku jg gtu, saat punya keinginan menggebu trus nabung, ebgitu kekumpul mikir lagi, ngapain tabunganku aku belikan itu ya kan bisa buat yg lain haha...
ReplyDeleteLiterasi emang gk cuma baca tulis tapi finansial juga penting dan jg beberapa hal lain ya mbak?
Duh, jangankan generasi milenial, aku aja, literasi finansial rasanya masih aja kurang dan gak faham. Kudu ditanamkan sejak dini dengan aplikasi nyata ya. Kalo di kita, banyaknya lebih ke feeling ya. *Aku sih begitu* :D
ReplyDeleteSemenjak sedikit melek literasi financial aku mulai belajar investasi dan menabung sih apalagi sejak folow Jouska haha suka ngerem sendiri kalau mau foya2 eimmm.
ReplyDeleteAku senang sekali dengan bacaan ini mbak, karena bisa kembali mengingat memori untuk mengajar masalah finansial kepada keluarga atau khususnya kepada anak-anak.
ReplyDeleteLiterasi finansial memang sangat dibutuhkan sejak kecil. Saya iri banget sama orang2 yg diajarkan pengetahuan keuangan oleh orang tuanya. Skrg kita harus lebih peduli dg anak2 kita ya, terutama ttg keuangan.
ReplyDeleteYa Allah aku jadi belajar banyak banget nih bund, soal bagaimana literasi financial yang langsung bisa diteraokan juga kepada anak. Kerennn yakin anak jadi mah justru hemat menabung ya. Aku kalah jadi malu
ReplyDeleteMasih belajar mengajak anak dan suami untuk memahami literasi finacial. Membaca ini menambah pemahaman. Makasih sharingnya Mak.
ReplyDeletekeren banget mba anaknya sudah diajarin sedari kecil. Literasi financial emang penting banget untuk masa depan anak. Apalagi jaman sosial media seperti skrg. Gaya hidupnya mahal banget :(
ReplyDeletesharingnya menarik banget mbak, semoga semakin banyak generasi millenial yang membaca tulisan mbak ini, karena tulisannya sangat runut dan jelas sehingga sangat mudah untuk diterapkan.. tinggal mau atau tidak mau sih untuk menerapkannya.
ReplyDeleteKalau saat ini saya ajarkan literasi finansial berupa sedekah
ReplyDeleteSetiap hari menyisihkan uang untuk diberikan kepada orang lain
Penting banget ya sekarang untuk melek finansial, agar bijak juga dalam mengelola keuangan. Jaman sekarang kalau tak memiliki kemampuan ini, bisa jebol terus nih dompet buat belanja online.
ReplyDeleteMenabung harus dibiasakan dari kecil ya. Supaya anak2 mengerti untuk mencapai sesuatu harus bisa berusaha dulu dengan menabung. Bukan minta langsung ada. Anak2 setiap hari selalu minta uang logam untuk bisa dimasukkan ke dalam celengan. Karena mereka sekolah belum dikasih uang jajan, hihihi
ReplyDeletesetuju kak, anak-anak emang harus dikenalkan ama literasi keuangan sejak dini
ReplyDeleteliterasi memang harus dimulai dari keluarga ya, semua harus diajarkan sejak dini
ReplyDelete