Tradisi
mudik merupakan salah satu tradisi turun – temurun di negara
kita saat menjelang lebaran. Momen berkumpul bersama handai taulan menjadi hal
yang sangat dinantikan setelah berbulan bahkan bertahun lamanya merantau ke
kota atau negara lain demi pekerjaan atau menempuh pendidikan.
Biasanya, para
pemudik jauh – jauh hari telah memesan tiket agar perjalanan tidak terkendala
tiket yang habis atau permasalahan lainnya. Patokan Ramadhan pertama atau dua
bulan sebelum lebaran tiba biasanya dipakai untuk menentukan tanggal mudik.
Tak
terkecuali dengan kami. Beberapa tahun yang lalu, ketika kami masih bekerja di kota
Cilegon, sementara orangtua berada di kota Jambi, tradisi mudik adalah
kewajiban tahunan yang tak boleh dilewatkan. Biasanya kami akan memesan tiket
mudik di hari pertama Ramadhan dengan mematok hari lebaran berdasarkan
kalender. Menjelang mudik lebaran, sejumlah persiapan pun dilakukan termasuk
belanja oleh – oleh untuk sanak saudara.
Kami
merencanakan perjalanan mudik tepat dua hari menjelang Ramadhan berakhir di
tahun tersebut karena suami masih harus bekerja hingga hari tersebut. Hari
mudik pun tiba. Karena pesawat terbang yang kami pesan direncanakan akan
berangkat pagi hari, maka kami merencanakan akan pergi ke bandara pada sore
hari, satu hari sebelum keberangkatan. Apalagi, sepengetahuan kami, tidak ada
bus yang berangkat tengah malam dari Cilegon ke Jakarta.
Ternyata
suami pulang lebih awal di hari tersebut. Dengan alasan menghindari macet,
jadilah kami berangkat lebih awal, yakni pukul dua siang. Ternyata perkiraan
kami meleset. Jalanan lumayan lancar dan pukul 4 sore kami sudah tiba di
bandara. Seandainya kami memesan tiket hari itu, kami bahkan bisa pulang sore
itu juga. Tetapi berhubung jadwal tiketnya untuk penerbangan esok harinya,
jadilah kami menginap di bandara Soekarno Hatta malam tersebut.
Menginap
di bandara, terminal dan stasiun memang biasa dilakukan oleh para pemudik yang
tak mau mengambil risiko ketinggalan keberangkatan. Menunggu keberangkatan
pesawat, mendorong troli kesana – kesini, menyaksikan orang lalu lalang dan
kesibukan di bandara, tidur di kursi tunggu bandara sambil terjaga setiap
jamnya adalah aktifitas yang dilakukan untuk membunuh waktu.
Qadarullah,
perkiraan kami kembali meleset, lebaran ternyata datang lebih cepat karena
hilal bulan Syawal sudah telah terlihat jelas. Alhasil, kami pun berangkat di
hari pertama lebaran, diiringi senandung takbir yang bersenandung di seantero
bandara Soekarno Hatta.
Jadi,
bagi teman-teman yang berencana ingin mudik, jika memungkinkan, sebaiknya
memesan tiket untuk jadwal keberangkatan beberapa hari sebelum Lebaran, untuk
mengantisipasi kedatangan Lebaran yang lebih cepat dari perkiraan.
(disarikan
dari kisah nyata adik saya Risa Mutia).
No comments