Pukul 13.40 siang, tanggal 2 Desember, pertama kalinya saya
menginjakkan kaki di Perpustakaan Ahmadi, Provinsi Kepulauan Riau yang terletak
di Jalan Basuki Rahmat. Dulunya, bangunan ini adalah kantor Bupati Kepulauan
Riau. Saya sempat ngantor di sini selama kurleb 5 tahun, sejak tahun 1999 -
2004. Pasca pemekaran, kantor Bupati kemudian berpindah ke Kijang, Bintan Timur,
dan saat ini telah berada di ibukota Kabupaten Bintan, Bandar Seri Bentan.
Saat masuk ke dalam bangunan ini, nyaris semua interiornya
telah berubah. Hanya beberapa koridor pintu saja yang masih menyisakan bentuk
aslinya. Saya langsung menuju lantai dua, tempat acara nobar Ketika Mas Gagah Pergi
(KMGP) akan digelar. Saya sempat memperhatikan suasana perpustakaan yang cukup
nyaman, dilengkapi karpet, AC, sofa-sofa dan lemari-lemari buku bernuansa
minimalis.
Setelah registrasi, saya pun masuk ke ruang studio. Teman blogger
saya Ruziana telah lebih dulu tiba. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul 13.45,
acara belum lagi dimulai. Bergeser dari jadwal yang seharusnya dimulai tepat
pukul 13.00.
Ternyata, bunda Helvy Tiana Rossa (HTR) masih di dalam
perjalanan, dan film KMGP ada bersama beliau. Maka, untuk mengisi waktu, di
hadapan kami lebih dulu diputar trailer KMGP.
Sekitar pukul 14.00, barulah bunda HTR tiba di studio
didampingi Ketua FLP Tanjungpinang, Rudi Rendra. Seperti biasa, bunda HTR tampil
bersama jilbab ungu kesayangannya, cardigan bunga ungu dan yang cukup menarik
perhatian saya....sepatunya, hehe. Funky banget. Bikin saya pingin balik ke
Grand Indonesia untuk beli sepatu yang model gitu.
Acara seremoni pun segera berlangsung. Sebelum dimulai,
panitia mengumumkan agar penonton mengambil posisi terpisah, lelaki di sayap
kanan dan wanita di sayap kiri. Nggak boleh ikhtilat atau bercampur baur. Seremoni
kemudian diisi dengan lantunan ayat suci Al-Quran, sambutan dari pembina
Lembaga Dakwah Mahasiswa dan pembacaan doa. Setelah itu, baru deh filmnya
diputar. Oh ya, Bunda HTR sempat memberi kata pengantar sebelum pemutaran film.
Beliau bercerita singkat tentang film KMGP yang dibuat dengan kamera mahal,
rekaman suara dilakukan di studio luar dan menghadirkan banyak figuran seleb
terkenal. Sehingga biaya produksi pun membengkak hingga mencapai Rp. 7 Milyar.
Sesaat sebelum seremoni |
Tetapi, di luar prediksi dan harapan, film KMGP hanya meraup
148 ribu penonton. Sangat jauh di bawah film AADC 2 yang meraup 3 jutaan
penonton ataupun Warkop Reborn yang menembus 7 jutaan penonton. Kenyataan ini,
jujur saja membuat saya penasaran dan berusaha menemukan jawabannya sepanjang
pemutaran film ini.
Saya tidak akan menuliskan resensi untuk film ini, yang saya
yakin telah banyak diulas sejak hari perdana ditayangkan. Namun saya ingin
menuliskan beberapa kesan saya untuk film yang berdurasi lebih kurang 2 jam ini
:
a.
Cerita Bunda HTR tentang penggunaan kamera
canggih dan rekaman di studio luar negeri bukan sekadar isapan jempol. Detail
gambar dalam film ini terlihat begitu jernih dan tajam, begitupun latar suara
yang sesekali dikelilingi musik orkestra. Saya yakin, tinggal ditambah lagu
soundtrack yang menawan, film ini (bisa jadi) akan lebih memorable.
b.
Akting pemainnya? Yang paling menonjol tentu
saja Aquino Umar, sang pemeran Gita. Akting tomboy dan lincahnya sebagai adik
Mas Gagah mampu membuat alur cerita jadi terasa hidup. Dan saat Bunda HTR bercerita
tentang sosok asli Aquino yang feminin abis, saya jadi tambah kagum sama perannya
sebagai Gita yang beda banget sama aslinya.
Akting cool
Wulan Guritno sebagai ibu Gagah dan Gita juga nggak kalah menawan. Ekspresinya sudah
sangat berbicara meski nggak banyak kalimat yang ia ucapkan sepanjang cerita.
c.
Untuk alur ceritanya, memang ada sedikit
perbedaan dengan versi cerpennya, dan ini diakui juga oleh Bunda HTR. Film ini
dibuka dengan latar suara monolog Gita yang menceritakan tentang Mas Gagah dan
kekagumannya pada sosok sang abang. Menurut saya sih, durasi monolog ini
sedikit kepanjangan. Sepertinya akan lebih menarik jika penonton dibiarkan
menilai sendiri seperti apa Mas Gagah di mata Gita lewat adegan demi adegan
tanpa intervensi pendapat Gita.
Dalam film ini, proses hijrahnya Gagah memang
tidak terlalu tergambar, barangkali memang sengaja disimpan untuk sekuelnya
nanti. Hanya diceritakan kalau Gagah pergi ke Ternate selama sebulan, dan saat
pulang, dia tiba-tiba berubah. Dalam salah satu dialog, Gagah sempet cerita
kalo perubahannya itu sangat besar oleh peran Kyai Gufron. Namun sampai akhir
cerita, tidak terlihat seperti apa hal-hal detil yang menyebabkan perubahan
tersebut.
Sebagai cerita yang bernapas Islami dan mengusung inspirasi
Islami, film ini terbilang sukses. Pesan-pesan islaminya tersampaikan dengan
jelas dan mudah dipahami. Apalagi, menurut Bunda HTR, tak sedikit penonton yang
terinspirasi dan membuat keputusan besar dalam hidupnya untuk lebih dekat
dengan Islam sejak menonton film ini. KMGP juga 100% bersih dari adegan mesra
bahkan sekadar persentuhan kulit sekalipun. Chemistry
kakak adik antara Gagah dan Gita terbangun dengan baik meski kontak fisik yang
dilakukan hanya sebatas Gagah yang menarik topi Gita.
Hanya mungkin, kenapa film sebaik ini sepi penonton, kalau
boleh saya berkomentar sih, (mungkin) karena unsur dramatisnya memang tidak
terlalu banyak. Kurang tragis atau bikin baper. Sepanjang yang saya tahu, untuk
film-film jenis drama, penonton kita lebih suka yang kental unsur dramatisnya,
atau yang bikin baper. Contohnya aja kaya’ film Surga Yang Tak Dirindukan, yang
asli bikin baper abis kaum wanita khususnya yang udah married, hehe. Mudah-mudahan aja sih, unsur dramatis ini bisa lebih
ditingkatkan dalam sekuelnya nanti dan mudah-mudahan aja, jumlah penontonnya
juga bisa lebih banyak.
talkshow bersama bunda HTR dimoderatori Rudi Rendra |
Setelah jeda untuk sholat selama kurleb 20 menit (yang saya
gunakan untuk selfie-selfie bersama bunda HTR berhubung saya udah sholat Ashar
langsung setelah azan), acara talkshow pun
dimulai. Bunda HTR bercerita tentang kisah dibalik layar pembuatan film KMGP
begitupun sedikit bocoran untuk sekuelnya yang tinggal menyelesaikan 10%
pembuatannya.
Sayang, waktu untuk talkshow ini singkat banget, hanya 1
jam, karena Bunda HTR harus berangkat sore itu juga ke Batam. Jadi, sessi untuk
pertanyaan pun hanya dibuka satu kali untuk 3 orang. Padahal, saya sudah
nyiapin 4 pertanyaan jika sessi kedua dibuka. Walhasil, pertanyaan itupun hanya
tinggal catatan di kertas.
Berikut beberapa pesan Bunda HTR yang beliau sampaikan dan
sempat saya catat di akhir talkshow :
1.
Semua orang pasti bisa menulis, jadi bercita-citalah
untuk bisa menulis buku sekurang-kurangnya satu buku sebelum mati.
Alhamdulillah, untuk yang poin 1 ini, saya sudah berhasil melampauinya, hehe.
2.
Untuk menjadi penulis harus banyak membaca buku.
Targetkan untuk membaca buku setidaknya 5 buku dalam seminggu. Tipis juga nggak
apa-apa. 5 buku itu sebaiknya terdiri dari buku : agama, sesuai bidang yang
dikuasai / ditekuni, kontemporer, sastra dan yang tidak sesuai bidang yang
dikuasai / ditekuni. Nah, untuk syarat kedua ini, jujur saja, gagal saya penuhi
untuk masa sekarang ini. Bahkan untuk menyelesaikan satu buku seminggu saja
udah sangat sulit kecuali kalo ada lomba resensinya, ehh.
3.
Jika ingin banyak film baik diproduksi di negeri
ini, maka dukunglah dengan menonton film yang baik-baik. Asli saya juga mupeng untuk
rutin nonton film yang baik-baik, sayang aja di Tanjungpinang belum ada
bioskop.
Bravo untuk FLP Tanjungpinang, yang meski baru 2 minggu bangkit kembali, sudah
membuat perhelatan yang sangat inspiratif ini. Semoga ke depan frekuensi
kegiatan-kegiatan literasinya akan terus meningkat dan gairah menulis di bumi
Segantang Lada ini pun akan terus menggelora.
Seiring langkah kaki saya yang kembali ke rumah, saya merenung ulang
tujuan saya datang ke nobar ini. Tujuan utama saya, adalah untuk men-charge
energi menulis, khususnya menulis novel yang belakangan ini lumayan tereduksi
oleh kesibukan, kelelahan dan rasa skeptis. Juga tujuan ekstra untuk
mengalihkan perhatian dari sedikit persoalan yang sempat menguras energi hati.
Apakah
tujuan saya tercapai? Untuk tujuan ekstra, sepertinya cukup terpenuhi. Tetapi
untuk tujuan utama, saya belum bisa menjawabnya sekarang. Saya baru berani
memberi jawaban jika bulan ini saya berhasil mengirimkan satu novel ke
penerbit, hehe. Doain aja ya :).
Klu ke GI saya titip satu ya kak sepatunya hehe....moga lain kali sering acara spt ini..Tp waktunya harus pas hehe
ReplyDeleteHehe iya...banyak kets funky di GI :)
DeletePenilaiannya sama deh, dramatis nya belum bikin baper dan actingnya tokoh Gita emang bikin haru, totalitas.
ReplyDeleteMungkin kalo proses hijrahnya Gagah lebih diexplor bisa bikin haru n baper
Deletesemoga sekuel KMGP lebih cetar dan bapeerr hehe
ReplyDeleteAamiiin
DeleteAkk belum nonton hiks, menunggu acara serupa di Semarang..
ReplyDeleteSemoga ya mbak segera di semarang
DeleteSeru yah , seperti di batam beberapa bulan yang lalu lumayan seru.
ReplyDeleteMemang dilema sih, film religi spt ini untuk di batam mendapatkan layar di Studio 21 Nagoya Hill Batam, di lihat dari masyarakat sekitar. Film ini kurang cocok jika di putar disana, bagusnya di Mega mall batam.
jangkaunnya lebih mudah.
tempat pemutaran berarti menentukan jumlah dan jangkauan penonton juga ya kang
Deletehmm, Penilaiannya sama deh, dramatis nya belum bikin baper dan actingnya tokoh Gita emang bikin haru, totalitas.
ReplyDelete