Dahulu, remaja seperti
sobat Nida biasanya menuangkan curahan hati mereka dalam buku harian,
dan sungkan menceritakan urusan pribadi mereka kecuali hanya kepada
orang-orang terdekat. Tapi sekarang? Lihatlah, begitu mudahnya seseorang
membeberkan hal-hal pribadi di media sosial.
Di sekolah terlibat
perselisihan dengan teman, kesal karena batal nonton konser, sebal sama
orang tua, dan lain sebagainya, semuanya diumbar tanpa sungkan di media
sosial (medsos).
Tak heran, jika kemudian
muncul anjuran bagi para pengguna medsos untuk tidak lagi seenaknya
curhat masalah pribadi di medsos. Selain memenuhi beranda medsos dengan
status-status "nggak penting" yang bernuansa negatif dan pesimis, juga
bisa jadi bumerang buat sang pemilik status, mulai dari membuka aib
sendiri hingga jadi sasaran bully pengguna medsos yang lain.
Padahal, tidak semua curhat itu terlarang kok. Ada jenis curhat yang justru bisa memberimanfaat. Apa itu?
1.Curhat yang dikemas
dalam bahasa yang baik, tidak diselipi kosakata kasar apalagi jorok,
tidak menyudutkan pihak tertentu dan juga tidak mengekspos secara detil
akan kelemahan atau kesalahan diri sendiri, serta dibarengi dengan
kesadaran atau introspeksi.
2.Curhatnya pengguna
medsos di dalam lingkungan pertemanan yang di dalamnya terdapat
orang-orang yang peka terhadap situasi dan bisa �mengolahnya� menjadi
nasehat yang baik.
Yup, ilustrasinya
begini. Kebetulan, sesuai dengan passion saya saat ini, yaitu menulis,
maka lingkungan pertemanan saya di medsos pun didominasi oleh para
penulis.
Nah, mungkin sobat Nida
udah tahu, kalau penulis itu termasuk makhluk Tuhan paling peka terhadap
issu dan berbagai peristiwa yang dapat mereka jadikan sumber ide,
termasuk ide untuk �diolah� menjadi kalimat nasehat di status medsosnya.
Jadi, misalkan hari ini
si A mengeluh tentang kondisi kesehatannya, beberapa jam kemudian, akan
muncul status B yang menasehati tentang pentingnya menjaga kesehatan.
Giliran si C mengeluh tentang keputusasaan, tak lama setelah itu, muncul
pula status D yang mengeluarkan dalil tentang larangan putus asa dan
futur nikmat.
Berhubung status berisi
nasehat tersebut bersifat umum dan dapat diakses oleh publik, maka
nasehat tersebut pun dapat memberi manfaat dan pencerahan bagi semua
yang membacanya tak terkecuali si pemilik curhat yang udah "menginspirasi" kemunculan nasehat tersebut.
Nah, jadi tak selamanya
curhat itu sia-sia, bukan? At least, curhat kita udah menginspirasi
orang lain untuk menulis nasehat yang bermanfaat bagi orang banyak
termasuk buat diri kita sendiri. Biasanya sih, firasat kita akan
langsung menyalakan sinyal jika kebetulan membaca status orang lain yang "terinspirasi" dari curahan hati kita sebelumnya. Kalau mood kita lagi
buruk, mungkin, nasehat itu akan terasa seperti sindiran, tetapi,saat
kita menenangkan sendiri sejenak, boleh jadi, kita akan merasa sedikit
lega karena nasehat tersebut ternyata emang cocok dengan masalah yang
lagi kita hadapi.
Bahkan kalau kita amati,
tulisan-tulisan dari para dai dan motivator yang bertebaran di medsos
pun, tak jarang berisi cerminan respon mereka terhadap situasi-situasi
yang berkembang dewasa ini. Diantaranya, barangkali mereka temukan lewat
status-status di medsos yang berisi curhat dan keluh kesah.
Di saat ramai orang
mengeluh tentang kenaikan harga barang dan sulitnya mengatur keuangan
misalnya, maka dalam rentang waktu tak terlalu lama, percaya deh,akan
kita temui tulisan inspiratif yang berisi nasehat tentang pentingnya
memelihara rasa syukur agar hidup pun tak terasa sesempit yang kita
kira.
Yang tak kalah "hebat"
adalah mereka yang berkeluh kesah, tetapi mampu untuk menyelipkan
nasehat di dalam status curhatnya itu. Misalnya begini nih: "Hari ini
saya gagal lagi. Tak mengapalah, mungkin, saya belum melakukan yang
terbaik. Tapi, saya yakin rejeki tak akan tertukar. Allah akan memberi
sesuatu pada kita pada saat yang tepat. Bukan pada apa yang kita
inginkan tapi pada apa yang kita butuhkan."
Tetapi, dalam menuliskan
curahan hati di medsos, sobat Nida tentunya harus tetap mencermati
rambu-rambunya. Di antaranya, curhat jangan sampai mengupas aib diri dan
orang lain, tidak mengandung kata-kata kasar, menghina atau menyindir,
juga tidak menulis curhat yang dapat mengundang ghibah dan fitnah.
Lebih baik lagi, jika
curahan hati tersebut juga diikuti kalimat yang mencerminkan hasil
kontemplasi dan muhasabah diri. Jadi, sambil curhat, sekaligus bisa
memberi pencerahan. Hati jadi plong, orang lain pun bisa memetik
hikmahnya.
So, selamat curhat ya,
tapi bukan curhat yang asal curhat, melainkan curhat yang bisa memberi
manfaat, atau setidaknya, curhat yang menginspirasi orang lain untuk
memberi nasehat yang bermanfaat. Siapa tahu saja, pahala yang
menasehati, ada percikannya juga buat si pemilik curhat 'kan? Wallahu'alam.
Foto ilustrasi: google
SUDAH WAKTUNYA BERALIH
ReplyDelete