Sinopsis :
Tiga orang gadis SMA berbeda suku dan latar belakang - Sri, Eileen dan Farah
- terpilih untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN). Sri seorang gadis
Jawa penyuka biologi, Eileen seorang gadis keturunan Tionghoa calon fisikawan,
dan Farah, gadis dari keluarga Arab yang hobi matematika.
Di tengah persiapan mereka mengikuti OSN, berbagai masalah datang menimpa
mereka. Sri yang anak seorang TKW dan terpaksa tinggal bersama Buleknya, harus
menghadapi dilema hidup menumpang sementara sang ibu mencari nafkah di luar
negeri. Belum lagi harus menghadapi masalah asmara saat ditaksir Damar teman
sekolahnya.
Eileen awalnya tak mengalami problema berarti. Orang tuanya sangat
mendukungnya dalam belajar. Namun, musibah melanda mereka saat ayahnya tertipu
dalam bisnis hingga harus dipenjarakan dan keluarga mereka pun harus menjual
rumah untuk mengganti uang para peserta arisan korban penipuan rekan bisnisnya.
Sementara itu Farah yang bertubuh subur, terobsesi untuk menjadi kurus.
Berbagai cara ia lakukan meski berakibat mengganggu kesehatannya.
Mampukah ketiga gadis ini mengatasi berbagai permasalahan mereka dan
berhasil menang dalam OSN?
Dalam resensi kali ini, saya akan langsung mengaitkan isinya dengan judul
yang saya cantumkan diatas.
Mengapa novel ini layak disebut novel inspiratif?
Pertama - karena novel ini mengangkat karakter remaja-remaja yang rajin
belajar dan tak mudah menyerah. Inilah karakter yang semestinya diteladani oleh
remaja pada jaman ini.
Kedua - karena perjuangan para tokohnya dalam mengatasi permasalahan hidup
dapat memberi motivasi bagi para pembaca khususnya remaja untuk berani
menghadapi berbagai kesulitan hidup.
Ketiga - novel ini juga sangat informatif. Di dalamnya kita bisa mengetahui
kultur sosial masyarakat Semarang yang menjadi latar tempat novel ini, juga
kultur Arab yang direpresentasikan oleh Farah dan keluarganya, kultur etnis
Tionghoa yang diwakili Eileen dan keluarganya, juga kultur Jawa yang mewarnai
kehidupan Sri dan keluarga Buleknya.
Lalu, unsur apa yang memanjakan pembaca?
Pertama - sesuai genre dan segmentasinya, novel ini sangat mudah dicerna,
typikal easy reading. Sekadar info nggak penting, saya menamatkan membaca novel
ini dalam waktu 30 menit :D Bukan berarti kecepatan membaca saya di atas
rata-rata, tetapi ini sangat bergantung pada novelnya. Berhubung novel ini
memang type seperti yang sudah saya sebutkan, juga pilihan katanya nggak ribet,
alurnya jernih dan nggak bikin bingung, penokohannya juga jelas, maka buat
pembaca yang suka type read-in-one-sitting novel, ini memang pilihan yang
tepat.
Kedua - novel ini punya jalinan plot yang rapi, semua konflik terselesaikan,
nggak ada pertanyaan yang dibiarkan menggantung, jadi pembaca pun tak perlu
repot menebak-nebak nasib para tokohnya.
Ketiga - informasi-informasi yang diberikan dalam novel ini terkait kultur
sosial dan budaya, termasuk tentang tradisi dugderan di Semarang dalam narasi
yang mengalir dan diksi yang denotatif, dapat memperkaya wawasan pembaca dengan
penyampaian yang sangat mudah dipahami.
Trus, masukan buat novel ini? :)
Pertama - meski dalam sinopsisnya menyebutkan tentang OSN, dan otomatis
menggiring ekspektasi pembaca akan hal-hal terkait OSN, dalam novel ini justru
penggambaran spesifik tentang even tersebut nyaris tidak ada. Setelah melewati
berbagai masalah masing-masing, ketiga tokohnya pergi ke Jakarta untuk ngikutin
lomba, novel ini pun ditutup dengan even dugderan yang di dalamnya terdapat
jawaban apakah ketiganya berhasil menang atau tidak. Menurut hemat saya, akan lebih menggigit kalau situasi seputar OSN juga ditampilkan. Biasanya 'kan
sebelum OSN digelar, para peserta dikarantina minimal sebulan tuh, nah, cerita
seputar masa karantina saya pikir cukup menarik untuk ditampilkan, termasuk
situasi saat kompetisi tengah berlangsung. Selain itu, interaksi antara ketiga
tokohnya juga minim. Ya meski mereka bukan sahabat akrab, tetapi kalau
diselipkan lebih banyak dialog dan adegan yang menampilkan kebersamaan mereka,
unsur persahabatan dalam novel ini bisa lebih tereksplorasi, dan nggak terkesan
seperti tiga kisah yang jalan sendiri-sendiri dengan OSN sebagai pengikatnya.
Kedua - pada hal. 159, salah satu paragraphnya menyebutkan : "Pagi itu
juga, Apa dan Ama menyaksikan putri mereka sudah besar, bahkan menyelamatkan
hidup mereka. Ternyata selama ini mereka mengabaikan kedewasaan Eileen, dan
seterusnya...."
Nah, di sini nggak tergambar bentuk "penyelamatan" Eileen itu
seperti apa, hanya sedikit digambarkan sebelumnya tentang kedatangan
orang-orang yang ditipu rekan bisnis papa Eileen dan Eileen-lah yang kemudian menghadapi
mereka. Menurut saya, minimal ada sedikiiit aja dialog antara Eileen dan
orang-orang tersebut untuk membuktikan kedewasaan Eileen dan solusi yang
diberikan Eileen, bab ini bakal lebih menarik.
Ketiga - secara narasi latar, untuk ukuran novel teenlit, novel ini sudah
oke banget, tetapi, sejauh ini, saya memang belum melihat penulisnya
mengerahkan kekuatan deskripsi untuk novel-novelnya. Jadi, meski penyajian
narasinya sudah cukup komplit, termasuk keterangan yang mendukung karakter
masing-masing tokoh, tetapi, dengan minimnya unsur deskripsi, membuat novel
ini, seperti juga novel-novel karya penulis yang terdahulu, tetap dominan unsur
story-telling-nya ketimbang story-showing-nya :) Yah buat novel teenlit sih,
sebenarnya hal ini bukan tuntutan besar, tapi kalo sesekali mau menyajikan
sesuatu yang lebih deskriptif, ya saya pikir nggak ada salahnya.
Yihaa, finish akhirnya! 3 (tiga) sisi inspiratif, 3 (tiga) sisi yang
memanjakan pembaca, 3 (tiga) masukan, cukuplah ya proporsinya? :D
Judul : Dag, Dig, Dugderan
Penulis : Leyla Hana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Hal : 191 hal
Terbit : 2014
Jadi bila miskin deskripi memungkinkan penulis terjebak dengan story-telling bukannya story-showing ya..
ReplyDeleteKayaknya resensinya komplit kak, oh ya nggak disebutin ya berapa halaman..tipis kah?.
Setiap baca resensi saya membayangkan bisa cepat membacanya. kayaknya asyik...teenlit.
wow.. bacanya cuma 30 menit..
ReplyDeleteYunita : tuh di identitas buku ada, yg paling bawah, 191 hal :)
ReplyDeletewow...bacanya cepet banget
ReplyDeleteJadi kangen masa2 sekolah mak...
ReplyDeletemasukannya bagus, to the point :)
ReplyDeletebisa juga untuk bahan pertanyaan kelas setting baw nih hehe...
makasih reviewnya, mbak Elyta, kayaknya aku emang cocoknya jadi stroy teller daripada story shower :D kalo baca buku pun aku males yang baca deskripsi panjang2, suka diskip2, tp aku masih terus belajar kok :D
ReplyDelete