gbr dari sini |
Sampai kapan kamu akan terus menulis?
Kalau ini ditanyakan kepada saya, jujur
saja, saya juga belum tahu sampai kapan. Dan jujur juga, saya termasuk yang
beberapa kali mengalami maju-mundur-maju-mundur antara ingin terus bertahan
menulis, mengurangi frekuensinya atau berhenti sama sekali.
Apalagi dengan kondisi sekarang, dimana orang
yang biasanya membantu meringankan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, tengah
sakit keras hingga hari-harinya lebih banyak tergolek di ranjang, otomatis,
beberapa pekerjaan “besar” rumah tangga pun beralih ke pundak saya. Ibarat joke
teman saya di kantor yang nasibnya kurleb sama, “Kita ini mah chasing doang
yang keren, wanita karir, sampe di rumah, beda tipis aja ama ART.” Saya pikir,
bener juga ya? hehe.
Dan tadi pagi, sambil nyetrika,
kebetulan di teve lagi tayang serial Doraemon. Maka, jadilah saya nyetrika
sambil nonton. Dan ternyata, serial kali ini isinya cukup bagus. Begini
kira-kira ceritanya :
“Doraemon dan Nobita berkunjung ke rumah
paman A (sayang saya lupa namanya). Paman A ini seorang yang sangat miskin,
tetapi dia punya hasrat besar ingin menjadi penulis terkenal. Jadi, dia pun
menghabiskan hari-harinya dengan menulis.
Nobita yang penasaran, lalu mengajak
Doraemon menaiki mesin waktu ke masa depan untuk melihat apakah paman A
berhasil mencapai cita-citanya. Namun ternyata, masa depan paman A buruk, dia
gagal jadi penulis, dan dia tetap miskin.
Nobita dan Doraemon lalu kembali menemui
paman A untuk mengabarkan tentang hal ini. Paman A pun menangis, ia merasa
bahwa tertutup sudah cita-citanya untuk menjadi penulis. Maka dia pun bertekad
akan berusaha keras, mencari pekerjaan lain untuk bisa bertahan hidup dan lepas
dari kemiskinan.
Nobita kembali penasaran oleh tekad sang
Paman. Dia kembali mengajak Doraemon untuk pergi ke masa depan dan melihat apa
yang terjadi dengan sang Paman setelah dia mengubah tekadnya. Tetapi, apa yang
mereka lihat, rumah sang paman tetap saja reyot. Bahkan kondisinya lebih parah. Mereka mengetuk
pintu, tetapi tak ada jawaban. Seorang tetangga yang lewat bilang, kalau sang
paman bekerja di pabrik.
Doraemon dan Nobita akhirnya dapat
bertemu paman A. Meskipun dia masih saja miskin, tetapi dia terlihat lebih
bahagia. Paman A berkata, “sekarang aku bekerja di pabrik penghasil makanan,
tetapi sehari-hari, aku tetap saja jarang bisa makan sampai kenyang. Aku sadar,
selama ini aku orang yang kurang menimba ilmu dan wawasan, maka aku hanya bisa
mendapatkan pekerjaan seperti ini.”
Doraemon dan Nobita lalu bertanya apakah
paman A masih menulis? Jawabnya,”Aku masih menulis. Aku sudah bertekad akan
menyelesaikan apa yang sudah menjadi cita-citaku sampai tuntas. Aku sudah
menulis novel dan menyelesaikannya. Dan aku tak peduli ada yang membaca atau
tidak, aku juga tak peduli jika yang membacanya ternyata hanya aku sendiri.”
Tak lama kemudian, pintu rumah sang
paman tiba-tiba tersibak. Dan di luar, ada begitu banyak orang, sebagian
membawa kamera dan mikrofon, sebagian memanggil-manggil namanya, “Aku ingin
minta tanda tanganmu! Aku ingin minta tanda tanganmu!”
Sang paman terkejut. Rupanya novelnya
berhasil menang juara pertama! Meski tidak disebutkan menang dalam perlombaan
apa, dari apresiasi orang-orang yang datang, sudah tentu itu adalah sebuah
perlombaan menulis yang sangat bergengsi.
Doraemon dan Nobita pun pulang dengan
perasaan bahagia.
Dari kisah ini, ada beberapa pelajaran yang
saya petik :
Pertama – tak jarang kita dihadapkan dengan
banyak pilihan, dan pada saat-saat tertentu, kita dituntut untuk realistis. Namun,
seberapa realistis pun pilihan yang kita ambil, apa yang lebih penting adalah
kita siap dengan konsekuensi atas pilihan tersebut.
Sang paman memutuskan melakukan sesuatu
yang dianggapnya realistis, yaitu mencari pekerjaan. Tetapi dia juga siap
dengan konsekuensi bahwa pekerjaan itu ternyata tetap tak mampu mengangkat
kondisi ekonominya menajdi lebih baik.
Kedua – dalam hidup, kita tetap perlu
untuk menambah ilmu dan wawasan. Apalagi, jaman telah kian kompetitif. Mereka yang
miskin ilmu dan wawasan akan tertinggal, dan hanya bisa mendapatkan pekerjaan
kelas bawah, seperti sang paman yang hanya bisa menjadi pekerja pabrik.
Ketiga – pada saat-saat tertentu, boleh
jadi passion dan cita-cita besar kita harus mengalah dengan hal lain, entah kalah
oleh kondisi, waktu atau kebutuhan akan materi. Namun di sisi lain, passion
sesungguhnya adalah anugerah. Saya mengibaratkannya dengan lampu di dalam diri kita.
Jika kita membiarkannya padam, maka dia akan padam, tapi jika kita terus menyalakannya,
minimal menjaga agar jangan sampai padam, maka lampu itu akan terus menjadi
terang di dalam diri kita, bahkan bukan tak mungkin, suatu hari akan
memancarkan cahaya benderang dalam kehidupan kita. Seperti sang paman yang
tetap memelihara passion menulisnya, hingga akhirnya, passion-nya itu jualah
yang membawa cahaya baru dalam hidupnya.
Seperti juga yang dikatakan Nobita pada
Doraemon di akhir cerita,”Kita tak perlu percaya pada ramalan, tetapi kita
lakukan saja apa yang sudah kita yakini. Bukan begitu, Doraemon?”
Nice mbak, makasih udah ditag ^^
ReplyDeleteGa tau mesti komen apa, tapi cukup bikin aku makin yakin tuk terus menulis. Dan sejujurnya aku ga nyangka, kdg perasaan kita 11-12 xixixi
Bagusnya kita sodaraan aja yak , haha
Deletewah aku tadi gak nonton..
ReplyDeletekeren ya.. ceritanya gak mainstream.. si Paman langsung sukses, tapi melalui tahap demi tahap yg berat dan penuh perjuangan..
Iya mbak Linda , dan si paman gak mudah menyerah
DeleteWow, pas banget ini sama suasana hati saya saat ini. Jadi suntikan semangat untuk tetap menulis, walau badai menghadang. ^_^
ReplyDeleteYuk mbak nulis lagi:-)
DeleteMakasih Mba.. aku akan sll ingat postingan ini. Suka berpikir begitu mau berhenti nulis dan fokus krj. Tp ide gak pernah berhenti dan gatel pengen nulis. Walo kadang minder sering ditolak.
ReplyDeleteJd semangat dari perkataan si Paman, aku akan ttp menulis meski hanya aku yg akan membacanya.
Aligato Gozaimase!
Yup . Tetep semangat mbak :-)
DeleteWah... passs bgt ya. Meski doraemon melyncur ke masa depan. Keberhasilannya selisih bbrp saat saja dr waktu kedatangan doraemon n nobita. Tekad si paman jg keren bgt.
ReplyDeleteIya bener mbak:-) mbak nonton juga?:-)
DeleteMakasih tulisannya, Mbak :')
ReplyDeletemakasih tulisannya mba, menginspirasi:)
ReplyDeletesama2, Ruru, mbak Sarah :)
ReplyDeletebelajar dari Doraemon, mudah2an anak2 yang jadi konsumen terbesar bisa mengambil hikmahnya ya mbak
ReplyDeleteiya mbak amalia, Amiiin
ReplyDeleteInspiratif 😍
ReplyDelete