Resensi :
Rectoverso mengandung
pengertian dua buah citra/gambar yang saling terpisah namun pada dasarnya
keduanya merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Dan kumpulan cerpen berjudul
Rectoverso ini, merupakan buah karya salah satu penulis wanita terkemuka tanah
air, Dewi Lestari atau biasa dipanggil Dee.
Buku ini pertama
kali diterbitkan pada tahun 2008 dengan kemasan hard-cover yang lux. Dan untuk
terbitan berikutnya pada Januari 2013, meski tak lagi menggunakan sampul versi
hard-cover dan tampilannya lebih minimalis, namun tak mengurangi kesan elegan
pada lay-outnya yang dihiasi oleh gambar-gambar berwarna-warni.
Rectoverso
berisi sebelas cerpen dan sebelas lirik lagu, dua darinya ditulis dalam Bahasa
Inggris. Lima dari kumpulan cerpen ini telah pun difilmkan dengan judul yang
sama dan disutradarai oleh para sineas wanita tanah air, diantaranya Rachel
Maryam, Olga Lydia dan Marcella Zalianty.
Seperti juga
kumpulan cerpen lainnya, Filosofi Kopi dan Madre, Dee kembali menunjukkan
kelasnya sebagai penulis yang tak hanya menghadirkan keindahan diksi dalam
tulisannya, tetapi juga kemampuannya untuk menggiring pembaca pada perenungan
yang dalam usai menuntaskan tulisannya. Nuansa filosofis pun terbalut dengan
manis oleh kepiawaian Dee mengolah aksara. Ada keterpanaan dan jeda untuk
tertegun sejenak saat menikmati untaian setiap katanya sebelum melanjutkan pada
cerita berikutnya, juga bersiap-siap untuk sebuah kejutan yang menohok pada setiap
endingnya. Penokohan yang sedikit bernuansa maskulin juga menjadi salah satu
ciri Dee, hingga terkadang, pada paragraph awal sulit mengenali sang tokoh penutur
dalam ceritanya apakah seorang pria atau wanita.
Cerpen favorit
saya di sini adalah Malaikat Juga Tahu yang berkisah tentang cinta segitiga
antara seorang pria, wanita dan abang sang pria yang seorang pengidap autis,
juga cerpen berjudul Tidur, yang merefleksikan kegalauan seorang wanita yang
harus meninggalkan keluarganya selama bertahun-tahun di tanah air karena
bekerja di luar negeri. Kegalauan yang sedikit banyak, merepresentasikan
kegalauan para wanita karir seperti saya.
Kalau mencatat
kekurangan, mungkin, kurang tepat untuk menyebutnya kekurangan, jadi saya ingin
menyebutnya sebagai ketidaksepakatan. Pada hal. 27, saat Dee mengungkapkan
tanda-tanda kiamat kecil sebagai sesuatu yang klise dan apkir. Padahal, tanda-tanda kiamat yang sudah termaktub di dalam kitab suci adalah
sebuah ketetapan yang pasti, dan tidak mengenal istilah klise apalagi apkir.
Mungkin, untuk
menetralisir ketidaksepakatan ini, saya cukup berpedoman pada ayat terakhir
surat Al-Kafirun. Karena, sampai hari ini pun, saya masih mengalami ambigu
terhadap batasan SARA di dalam sebuah fiksi.
Terlepas dari faktor
kecemerlangan dan kejeniusan Dee dalam berkarya, sedikit banyak, kesuksesan
serial Supernova dan karir Dee yang telah lebih dulu direntasnya dalam dunia
hiburan, cukup menjadi faktor keberuntungan. Saya membayangkan, jika
hari ini, muncul seorang penulis debut yang bukan siapa-siapa, mampu berkarya
sebaik Dee, akankah ada penerbit yang bersedia membukukan cerpennya atau produser
yang siap mengangkat karyanya ke layar lebar? Kita lihat saja!
Judul : Rectoverso
Penulis : Dee
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 174 hal
Genre : Fiksi / kumcer
Terbit : Januari 2013
ISBN : 9786027888036
Saya kesusahan untuk memahami cerpennya karena sangat -sangat -sangat penuh filosofi
ReplyDeleteIya dilla bacanya harus lambat2, kalo cepet2 sampe ujung gak mudeng :-) kadang saya ulang baca baru paham:-)
ReplyDelete