Resensi :
Berawal dari
rasa kecewa Aline Ofeli saat Putra alias Ubur-ubur, cowok yang ditaksirnya, dan
juga sama-sama bekerja di Lombok Bistro jadian dengan Lucie, Aline kemudian
mengambil cuti dari bistro. Saat membawa diri dan rasa kecewanya berjalan-jalan
di Jardin du Luxembourg, seorang petugas kebersihan menyerahkan padanya pecahan
porselen yang konon sangat mahal.
Aline
menerimanya, mencari tahu siapa pemiliknya, hingga akhirnya ia bertemu dengan
Aeolus Sena, seorang pemuda Indonesia yang tinggal di Paris dan memiliki
karakter misterius, yang mengaku pemilik pecahan porselen tersebut.
Perkenalan dengan Sena inilah yang kemudian membawa Aline pada petualangan-petualangan baru, Sena yang merubah pandangan Aline terhadap orang-orang di sekelilingnya juga tentang dirinya sendiri yang selama ini sangat inferior, selalu peduli pada hal-hal tak penting dan tidak percaya diri. Melalui Sena, Aline jadi mengetahui perasaan Ezra, tetangganya yang selama ini sangat baik padanya dan ternyata menaruh hati padanya.
Dan pada bagian
menjelang akhir cerita, Aline juga akhirnya dapat mengetahui latar belakang penyebab
kemisteriusan Sena dan ikut terlibat didalam memecahkan masalah yang selama ini
menimpa Sena.
Apakah gerangan
yang terjadi pada Sena? Siapakah akhirnya yang berhasil mendapatkan cinta
Aline? Ezra atau Sena?
Jawabannya ada
didalam karya Prisca Primasari yang menjadi pembuka proyek STPC
Gagasmedia-Bukune ini. Paris adalah karya keempat Prisca yang saya baca, dan
sejak karya pertama, saya selalu dibuat terpikat dengan diksi Prisca yang
dinamis, ringan tapi cerdas, sedikit bernuansa novel terjemahan, juga pilihan
tema, alur dan plotnya yang tidak pasaran.
Hal yang sama
juga dilakukan Prisca didalam novel ini. Sayangnya, saya kurang mempersiapkan
diri akan kemungkinan hal-hal absurd didalam novel Prisca, dari pengalaman
membaca karya-karyanya yang terdahulu.
Berikut beberapa
pertanyaan besar yang muncul dalam benak saya selama membaca novel ini :
1.
Apa kira-kira yang membuat Aline mau
begitu saja menerima pecahan porselen dari seorang petugas kebersihan, lalu
bersusah payah pula berusaha mencari siapa pemiliknya?
2.
Apa yang membuat Aline mau diajak
janjian bertemu dengan seorang asing yang mengaku sebagai pemilik porselen, di
negeri asing pada pukul 12 malam di tempat yang tergolong angker, bahkan
pertemuan itupun sempat dibatalkan namun Aline tetap bersikukuh menemuinya?
3.
Apa alasan Sena membawa-bawa makeup kit?
Cukupkah ini dijelaskan hanya karena dia belajar dalam bidang perfilman dan
ingin menjadi seorang sutradara? (adegan ini sempat membuat saya mengira kalau
Sena seorang gay)
4.
Apa yang mendorong Ezra memesan
bercangkir-cangkir teh dalam berbagai rasa saat dia janjian ketemu dengan Sena?
Cukupkah ketertarikan yang tak wajar terhadap teh cukup sebagai alasan?
5.
Ketika Sena berhasil merekam Aline yang
sedang tertidur di sofa sambil memeluk kartu pos, tidakkah aneh saat kita
membiarkan apartemen berada dalam keadaan tak terkunci hingga orang bisa masuk
bahkan merekam gambar?
6.
Kenapa saat Madame Poussin menarik
tangan Sena untuk membawanya pulang, dia memilih untuk berlari (?) dan tidak
naik kendaraan umum seperti metro? Dan apa alasan yang paling masuk akal untuk
menjealskan kalau Aline sanggup mengejar kedua orang ini juga dengan berlari
selama satu jam?
7.
Kenapa untuk jangka waktu yang cukup
lama, kakak Sena dan suaminya yang juga berada di Paris
tidak berusaha keras mencari dan menemui Sena dan hanya berkomunikasi via email
padahal tujuan utama mereka pindah dan menyusul ke Paris, salah satunya adalah karena
rasa rindu pada Sena? Cukupkah hal ini dipatahkan oleh kabar dari Sena untuk tidak menemuinya karena
ia tinggal bersama sepasang suami istri yang aneh?
8.
Setelah bertahun-tahun Sena tinggal
bersama pasangan aneh tersebut, mengapa penyelesaiannya terasa mudah sekali
dengan mengirim kedua orang itu ke rumah sakit sementara selama itu Sena bahkan
seolah tak berdaya oleh sikap posesif yang tak wajar kedua suami istri
tersebut?
Mungkin, hal-hal diatas
akan terasa lebih logis jika plot dan penjelasannya dibuat lebih eksploratif, hingga tak membuat
jalan cerita ini lebih mirip dongeng ketimbang novel.
Untuk detail latar
tempatnya sendiri, bagi saya ini menjadi keistimewaan tersendiri dari Prisca.
Tanpa dia menjelaskan secara detail dan terperinci suasana di Paris, penuturan
dan diksinya yang cantik serta ber”aroma” luar negeri, sudah cukup untuk
menghadirkan rasa Paris di dalam novel ini.
Oh ya, kelebihan lain
dari novel-novel Prisca yang juga saya temui dalam Paris, yaitu adanya gambaran
hubungan kekeluargaan yang terasa hangat dan menyentuh, karakter tokoh utama
dan “feel” cerita yang sangat kuat, hingga
pada beberapa titik cerita, mampu membuat hati saya terasa gerimis. Untuk novel
Paris ini, adegan yang paling menyentuh buat saya adalah saat Aline tahu perasaan Ezra
sesaat sebelum Ezra memutuskan untuk pergi ke Peru.
Dengan demikian, saya
punya cukup alasan untuk tetap memburu karya-karya Prisca berikutnya, selain
satu alasan lain yang tak kalah penting : bahwa tulisan cantik Prisca selalu
menggerakkan inspirasi saya untuk menulis.
Judul : Paris ; Aline
Penulis : Prisca Primasari
Penerbit : Gagas Media
Tebal : 214 hal
Genre : Fiksi
Terbit : 2012
ISBN : 9797805778
NB : ssst, ada hal tak terduga ketika saya membaca Paris,
tiba-tiba blackberry saya berbunyi, dan....ada friend request dari Prisca! Oh
my God, seingat saya udah lama sekali saya berteman dengan Prisca di FB, tapi
kok........? Bahkan saya sampe ngecek memori di notif FB, ternyata hasilnya nihil.Saya jadi sedikit merinding, hehe.
aku belum pernah baca karyanya prisca. kalu baca ini sepertinya aku tertarik....
ReplyDeleteBagus koq mbak :-)
ReplyDeletengikik yang point ke 3 :D agak ganjil memang. tapi waktu alasannya dikemukakan jadi serasa kisah ini memang lebih mirip ada di negeri antah berantah semacam kisah fantasi gitu
ReplyDeletePertanyaan pertama sdh terjwb dlm novel mbk lyta. Aline diberitahu petugas kebersihan kalau itu sepertinya porselen mahal. Dia jg teringat ezra pernah memaparkan juga.
ReplyDeleteika : kalo itu barang mahal sekalipun, kalo udah pecah ya apa masih menarik untuk diambil? hehe, ini menurut pemikiran sy sih, apalagi dikasih petugas kebersihan, logikanya kalo si petugas tahu itu mahal, pasti udah diambilnya untuk diperbaiki lalu dijual, yg saya tahu petugas kebersihan kita sebagian mereka sekalian ngumpulin barang2 untuk dijual lagi, tapi kalo di LN barangkali beda ya, hehe.
ReplyDeletetrus dia mau bela2in nyari, gimana ya? ya okelah saya maklumin aja deh, tp kalo sy sih gak bakal mau, hehe
Ila : hehe, ini novel ke4 prisca sy baca, memang selalu ada nuansa dongeng, tapi sy enjoy baca paris, gak terasa udah 3 x baca aja :)
ReplyDeleteIya ada nuansa dongeng. Tapi bisa diterima, dan manisnya bukan cuma gula-gula. Bukunya bisa dipakai belajar juga.
ReplyDeleteSaya juga suka karya Prisca, apalagi setelah ketemu dan ngobrol langsung :)
iya Eni, saya suka penuturannya dan ornamen2nya, cantik kesannya, juga lembut dan hangat
ReplyDeleteEh, jadi penasaran. Poin2 pertanyaannya banyak juga ya mbak :D
ReplyDeleteYanti : bagi pembaca yg no problem ama hal2 yg agak kurang logis sih nyaman2 aja bacanya, but overall, novelnya bagus koq
ReplyDeletesetelah baca review ini, Nyi ambil Paris dalam rak, sejak beli belum tersentuh. Karena suka banget ngeman2 baca wkwkwk jadi penasaran dengan cerita. Ohya karya Prisca yang udah kubaca "Kastil es dan air mancur yang berdansa" Itu juga cowok ketemu cewek di kereta tiba2 ngasih tas merek mahal, baru kenal barusan padahal wkwkwk tapi yah imajinasi itu tidak bisa dibeli. Tulisan mba Prisca saya suka. Mungkin memang ciri khas dia begitu kali ya?
ReplyDeletemakin berasa bacaanku jaaaauuh tertinggal..
ReplyDeletembak lyta dah baca novel ke-4.. dan aku blm satu pun.. hehe..