Tidak semua penulis terbiasa menulis dengan diawali sinopsis. Ada
yang lebih suka menulis dan membiarkan jalan cerita berkembang sesuai
imajinasi dan keinginan. Tetapi, saat melihat syarat-syarat pengiriman
naskah ke penerbit yang pasti menyebutkan perlunya sinopsis, maka mau
tidak mau, sebagai penulis kita juga kudu mempersiapkan sinopsis yang
baik karena sinopsis adalah penilaian awal redaksi sebelum mulai membaca
naskah kita.
Meskipun saya bukan editor, tetapi saya cukup sering mendapat kiriman
sinopsis dari teman-teman yang minta dibaca dan dikomentari. Dan inilah
beberapa hal yang kerap saya temui dari sinopsis yang pernah saya baca
tsb :
1. Secara ide, umumnya penulis baru punya ide yang lebih baik dan fresh
2. Sinopsis tidak fokus, hingga sampai akhir membaca, saya gagal
menemukan ide pokok, premis dan pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis
3. Alur dan plot yang tidak runut
4. Sinopsis yang terlalu muluk, cerita yang kelewat dramatis, konflik yang terlalu rumit, dsb, pokoknya yang serba "terlalu".
Dari hasil introspeksi sinopsis yang pernah saya ajukan ke penerbit, ada yang
langsung diterima, ada yang diterima dengan revisi, ada juga yang
ditolak mentah-mentah, berikut beberapa tips untuk menulis sinopsis :
1. Sinopsis harus bisa menjawab 5W + 1H, siapa tokoh utamanya, apa
ide utama ceritanya, bagaimana alur dan plotnya, dimana lokasi dan latar
waktu.
2. Sinopsis yang baik adalah sinopsis yang fokus. jadi begitu
membacanya, editor langsung tahu apa ide utama, kekuatan cerita atau
yang ingin ditonjolkan, serta pesan moral (kalau ada)
3. Jika sinopsis yang diajukan adalah untuk genre romance, jangan
menulis sinopsis yang terlalu complicated, lebih baik konfliknya
sederhana tapi penyelesaiannya makjleb, ketimbang konflik
bertumpuk-tumpuk tetapi menyelesaikannya malah keteteran. Ini berbeda
dengan sinopsis genre sejarah, atau fiksi bermuatan kultur-sosial
misalnya, yang memungkinkan memberi ruang untuk konflik yang lebih
banyak
4. Apakah sinopsis novel romance nggak boleh menampilkan konflik yang
bersinggungan dengan perbedaan kultur, latar belakang, kehidupan
sosial, dsb? Boleh-boleh saja. Malah hal tsb akan membuat cerita jadi
lebih kaya dan menarik. Tetapi jangan lupa, bahwa konflik utama dan
penyelesaian dalam novel romance haruslah yang terkait dengan perjalanan
cinta tokohnya
5. Kemunculan sesuatu yang baru selalu menarik perhatian penerbit.
Yang baru tidak hanya seputar ide, karena ide biasanya hanya daur ulang.
Tetapi bisa juga pada latar waktu, tempat, profesi tokoh utama, dsb.
Misalnya saja latar tempat yang jarang diangkat, profesi yang juga
jarang dijadiin profesi tokohnya, dsb.
Ketika disodori beberapa nama kota untuk proyek STPC, pilihan saya
langsung jatuh pada Beijing, karena menurut saya, setting Beijing belum
pernah diangkat oleh novel romance lokal, tapi kalau novel sejarah atau
terjemahan, cukup sering. dan menurut saya profesi chef juga jarang
ditampilkan novel lokal, selain saya juga suka makanan, maka jadilah
latar resto dan chef menjadi pilihan saya untuk novel FTIB. Meskipun
dalam outputnya, masih banyak hal yang dikritisi dari novel tersebut,
setidaknya saya sudah berusaha menampilkan sesuatu yang tidak terlalu
mainstream.
Beberapa bulan lalu, ketika penerbit meminta saya mengajukan sinopsis
baru, saya ajukan dua sinopsis, yang satu ditolak mentah-mentah karena
dianggap terlalu dramatis, yang diterima yang satunya lagi, dengan satu
alasan penerbit bahwa sinopsis yang kedua itu mengangkat cerita tentang
profesi bodyguard wanita, profesi yang tergolong langka di realita
apalagi diangkat dalam fiksi. Sekarang kisah si bodyguard ini sedang
dalam proses. Mudah-mudahan kisah ini kalau insya Allah sudah terbit
nanti, bisa mengobati kerinduan beberapa teman yang ingin saya nulis
setype Tarapuccino or Persona non Grata lagi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
sist, always be succes.. :), thanks
ReplyDelete