Percayakah anda, bahwa dalam
setiap dimensi publik yang kita masuki kini, nyaris tak terlepas dari perilaku
korupsi?
Ketika berjalan kaki
atau mengendarai kendaraan, jalan yang kita lewati itu ternyata dibangun oleh
dana mark-up, ketika membeli
buku-buku pelajaran di sekolah anak-anak, buku-buku tersebut ternyata berasal
dari perusahaan yang memenangkan tender secara korup. Ketika melakukan
pengurusan dokumen, tak jarang kita menghadapi oknum bermental korup dan
memaksa kita melakukan perilaku korup juga (menyuap) agar urusan bisa lebih
lancar. Dan ketika melangkah masuk ke institusi tempat kita bekerja, kita
sering tak berdaya atau bahkan dengan sukarela membiarkan diri terjebak lingkar
sistem yang diwarnai perilaku korupsi.
Sebenarnya, apa korupsi
itu? Apa penyebabnya? Mengapa sulit diberantas? Adakah solusi tepat untuk “membasmi”nya
sampai tuntas?
Korupsi sering
diidentikkan dengan perbuatan tidak jujur atau menyeleweng. Dari segi hukum,
korupsi termasuk tindak pidana. Dan secara umum, korupsi adalah perbuatan yang
merugikan kepentingan publik atau masyarakat untuk keuntungan pribadi atau
golongan.
Analisa terhadap
penyebab korupsi, sebagaimana dikemukakan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dalam bukunya “Strategi Pemberantasan Korupsi”, menyebutkan
bahwa korupsi disebabkan tiga aspek :
1. Aspek
Individu Pelaku : sifat tamak, moral kurang kuat, penghasilan kurang mencukupi,
kebutuhan yang mendesak, gaya hidup konsumtif, sifat malas serta kurangnya
penerapan ajaran agama.
2. Aspek
Organisasi : minimnya keteladanan pimpinan, ketiadaan kultur organisasi yang
benar, dan sistem akuntabilitas kurang memadai,
3. Aspek
Tempat Individu dan Organisasi berada : masyarakat cenderung kurang menyadari
bahaya dan efek jangka panjang korupsi serta tanpa sadar telah terlibat dalam
korupsi.
Ketiga aspek inilah,
yang kemudian saling berkolaborasi menciptakan mata rantai korupsi yang
sedemikian kokoh, rumit dan panjang sehingga sukar sekali diberantas. Namun
demikian, kita tidak boleh pesimis, mengingat korupsi adalah perilaku yang tak
bisa berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara kontinyu dan terintegrasi,
maka untuk memberantasnya diperlukan adanya sinergitas dari semua pihak yang dilakukan
secara terus-menerus.
Lalu, apa upaya dapat dilakukan
sebagai bentuk kontribusi terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi?
1. Meningkatkan
kesadaran dan pemahaman akan bahaya korupsi
Selama
ini, masyarakat cenderung menganggap korupsi hanya akan merugikan negara,
padahal, masyarakat adalah korban terbesar dari korupsi. Dana yang seharusnya
digunakan untuk memaksimalkan pembangunan justru berpindah ke tangan para koruptor.
Akibatnya fasilitas pelayanan publik menjadi minim, tingkat kesejahteraan
masyarakat akan menurun. Sistem administrasi pemerintahan dan birokrasi pun turut
rusak oleh perilaku korupsi.
Dengan
meningkatnya kesadaran ini, diharapkan anggota masyarakat dapat menjadi
pengontrol efektif terhadap tindak korupsi yang terjadi di sekitarnya.
2. Meningkatkan
kualitas spiritual
Setiap
insan beragama meyakini bahwa agama dan keyakinan pada Tuhan adalah benteng
diri dari perilaku negatif sekaligus landasan moral. Oleh karenanya, perlu
adanya kesadaran individu untuk terus meningkatkan kualitas spiritual melalui
aktivitas ibadah, mengikuti bimbingan agama, saling mengingatkan dalam keluarga
untuk tetap menegakkan perilaku jujur dan bersih, juga mendidik anak-anak
dengan ajaran agama dan akhlak mulia.
3. Membiasakan
pola hidup sederhana
Gaya
hidup konsumtif adalah salah satu faktor penyebab seseorang berbuat korupsi. Oleh
karenanya, perlu adanya penerapan pola hidup sederhana, hemat sekaligus
mengubah paradigma selama ini bahwa masyarakat yang terpandang adalah mereka
yang mampu dan memiliki jabatan. Paradigma ini juga dapat mendorong perilaku
korupsi. Keinginan untuk dihormati membuat seseorang akan berbuat apa saja
untuk mencapai taraf hidup yang mapan dan menduduki jabatan strategis termasuk
melakukan tindak korupsi.
Selain beberapa tindak
pencegahan tersebut, kita juga berhak mengajukan saran positif terhadap para
pengemban amanah negara dalam upaya pemberantasan korupsi, antara lain :
1. Penyuluhan
dan bimbingan antikorupsi
Bimbingan
dan penyuluhan ini perlu dilakukan secara frekuentif dan berkesinambungan di
setiap lembaga, sebagai upaya merekonstruksi pola pikir dan sifat mental untuk
secara bertahap meninggalkan perilaku korupsi sebaliknya membangun sinergitas
persepsi menuju Indonesia yang lebih baik, yang salah satunya adalah dengan
bersama-sama memberantas korupsi. Bimbingan dan penyuluhan ini dapat dilakukan
melalui berbagai cara yang variatif dan menarik, seperti ceramah, seminar
motivasi, pemutaran film tentang korupsi, dan sebagainya.
2. Diadakannya
“warung kejujuran” secara permanen
Hal
ini pernah dilakukan oleh beberapa lembaga, tujuannya adalah untuk melatih dan
membiasakan perilaku jujur dimulai dari hal yang terkecil. Melalui warung ini, individu
akan dilatih kejujurannya saat membeli meski tanpa pengawasan. Dari kebiasaan
kecil ini diharapkan akan meningkatkan perilaku jujur para aparat dalam
mengelola anggaran untuk kepentingan masyarakat dan optimal dalam melayani
masyarakat
3. Kepemimpinan
yang layak diteladani
Kita
telah lama kehilangan figur pemimpin teladan, padahal, bangsa ini sesungguhnya memiliki
sifat loyal terhadap pimpinan. Salah satunya dalam hal korupsi. Para bawahan
akan bercermin pada perilaku atasannya. Jika para atasan melakukan korupsi,
maka bawahan pun akan ikut serta, bahkan menunjukkan loyalitasnya dengan
menjadi tameng terhadap korupsi yang dilakukan atasan. Maka, alangkah indahnya
jika situasi ini wujud dalam kondisi sebaliknya, di mana setiap atasan mulai
dari jenjang tertinggi hingga terendah mampu menunjukkan keteladanan untuk
tidak melakukan korupsi, menunjukkan sikap tegas antikorupsi, sehingga bawahan
akan merasa malu dan terkucil jika melakukan hal sebaliknya.
4. Penguatan
fungsi dan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Di
tengah berbagai upaya dan gempuran untuk mengebiri peran fungsi KPK, saran ini
mungkin terdengar musykil. Namun ini adalah salah satu cara efektif untuk dapat
memberantas korupsi secara represif. Tak dipungkiri, bahwa dari semua lembaga
penegak hukum dan auditor yang ada, KPK adalah lembaga independen yang masih
mampu menegakkan citra sebagai penegak antikorupsi yang bersih.
Sayangnya,
KPK hanya berada di wilayah pemerintah pusat sehingga daya jangkaunya terbatas.
KPK baru akan turun ke daerah saat terjadi indikasi korupsi dalam jumlah besar.
Padahal, dengan luas wilayah dan ratusan kabupaten / kota yang ada, satu
lembaga saja sangat tidak memadai untuk mampu mengendus semua perilaku korupsi
yang terjadi di daerah.
Pada
tahap awal, juga untuk menghindari pemborosan anggaran, perpanjangan tangan KPK
di daerah dapat dilakukan dengan membentuk semacam perwakilan atau UPT.
Perwakilan ini berfungsi menerima pengaduan individu atau kelompok yang
mengetahui adanya tindak korupsi oleh oknum atau pun terjadi di sebuah lembaga,
melakukan investigasi untuk selanjutnya dapat menentukan tindakan yang layak,
apakah berupa peringatan awal, sanksi ringan, pembinaan atau pun langsung
diproses secara hukum. Dalam hal ini perwakilan KPK harus dapat menjamin
kerahasiaan si pelapor, kalau perlu diadakan reward terhadap si pelapor jika memang kasus yang dilaporkan
terbukti benar.
5. Meningkatkan
sosialisasi antikorupsi dan partisipasi masyarakat
Upaya
ini dapat ditempuh melalui even-even lomba bertema antikorupsi yang melibatkan
para jurnalis dan masyarakat. Lomba bisa berupa penulisan artikel, pembuatan
film dan iklan yang bertema antikorupsi, dan sebagainya, dengan tujuan
menjaring kontribusi masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi. Hasil
lomba ini kemudian disosialisasikan kepada masyarakat termasuk lembaga
pemerintah dan pendidikan agar masyarakat semakin peduli sekaligus menumbuhkan
keinginan kolektif dalam upaya memberantas korupsi.
Bersinergi
berantas korupsi, bermodalkan optimisme juga doa, kita pasti bisa!
Sumber
referensi pendukung : najmudincianjurblogspot.com
No comments