Kebosanan menghadapi facebook belakangan ini mendorong saya
iseng nyinggahin rumah yang udah lamaaa banget nggak dikunjungin,
bahkan sejak pertama kali buka akunnya saya juga ogah buka lagi. Alesan
sederhana, karena tingkat responsivitasnya yang terlalu cepet, walau
jumlah follower n following saya sedikit banget, tapi dalam semenit new
tweet yang masuk bisa sampe belasan kali, kalo terlalu diikutin ntar
gak bisa kerja yang lain donk ^_^.
Kebetulan
hari ini saya sempet nyimak timeline Dee tentang proses kreatif menulis
fiksi yang dia sebut sebagai semesta. Ini menarik nurut saya, karena
Dee nggak hny bicara tentang pentingnya riset n tehnik dalam menulis,
tapi apa yang lebih penting adalah menciptakan 'ruh' dari tulisan.
Untuk bisa menciptakan 'ruh' ini, seseorang harus bisa masuk bahkan ia
sebut sbg 'kerasukan' pada cerita yang dibuat penulisnya sendiri. Dan
untuk bisa mencapai tahap ini, seorang (penulis) harus mampu memandang
dunia dari sudut pandang si tokoh rekaannya dan benar2 memosisikan
dirinya berada didalam dunia cerita yang ia tulis. Saking totalnya
seorang Dee, ia mengaku pernah sampe rela disetrum listrik oleh terapis
listrik ketika menyelesaikan Elektra. Hmm...
Hal
positif dari tehnik 'semesta' ini, menurut saya, tentu saja bisa bikin
cerita yang kita tulis benar-benar hidup, punya emosi, seakan ada
'ruh'nya, nggak terasa hambar, seperti yang kita temukan dalam
novel-novel bernas karya Dee. Namun sisi negatifnya, masih versi Dee,
bahwa penulis bisa menjadi profesi rentan gila bahkan bunuh diri saking
kerasukannya...loh?? Selain itu, (yang ini nurut saya), kita tentu
butuh waktu khusus dan benar2 fokus untuk bisa sampai mencapai tahap
menyatu dengan cerita, nggak bisa disambi-sambi kalo emang mau total.
So,
pendapat saya, ada baiknya kita ambil jalan tengah saja. Yang nggak
sampe merepotkan diri sendiri namun hasilnya tetap bisa bagus. Kita
dikaruniai Allah elemen paling sensitif bernama hati, atau qolbu, maka
inilah yang harus kita libatkan semaksimal mungkin pada saat menulis.
Tidak hanya sekedar mengoordinasikan pikiran dengan pengetahuan juga
imajinasi, tapi juga melibatkan hati. Agar tulisan mengandung pesan
kebaikan, maka hati juga harus sering-sering disirami masukan yang
baik-baik dan diisi pengetahuan yang baik-baik, sehingga walaupun
tulisan bercerita tentang realita kehidupan dan diperkaya dengan
berbagai setting dan penokohan yang tentunya melibatkan si antagonis -
protagonis - abu-abu, tetap sisi kebaikanlah yang akan tersampaikan pada
pembaca.
Ada juga yang menggunakan tehnik
berwudhu atau membaca kitab suci terlebih dulu. Untuk yang membaca
kitab suci sudah sering saya praktekkan, dan alhamdulillah manfaatnya
terasa, karena bagi saya Al-Quran adalah sumber inspirasi terindah dan
terlengkap juga membantu kita untuk tetap meluruskan niat sebelum
menulis. Insya Allah kalo dalam kreativitas menulis pun tetap bersandar
pada aturanNya, proses kreativitas kita akan tetap terjaga dalam
nuansa kebaikan dan jangan takut bakal gila apalagi bunuh diri. (^_^)
Sekian dulu hasil jalan2 dan perenungan aye hari ini...semoga bermanfaat ye >_<
15 April 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
tips yang berguna :-)
ReplyDelete