Hasil mampir ke blog
temen (mbak Sapto Rini), baru tahu kalo ternyata untuk menghasilkan
novel anak yang oke itu nggak segampang saat membacanya. Dari hasil
diskusi seru di blog yang saya singgahi itu, Ini nih hal-hal yang selalu
bikin novel anak jadi 'minus' ataupun di diskusi itu dianggap bikin
bete dimata yang baca, saya coba simpulkan dengan bahasa saya sendiri :
1. 'Meremehkan' logika anak
Antara
lain dengan menampilkancerita dan penokohan yang kelewat baik bak
malaikat atau bidadari. Biarpun cerita anak, ya tetap juga harus mengacu
ke realita
2. Opening yang klise
Misalnya nih : Matahari
bersinar cerah. Pagi yang indah, bla bla bla...rasanya udah gak keitung
deh cerita anak yang narasinya diawali kalimat begini
3. Menggurui
Selalu
ada tokoh dewasa yang jadi penasehat, mungkin juga ortunya sendiri,
dengan dialog yang panjang lebar kek orang lagi ceramah, anak sekarang
udah pada kritis2 lagi, penyampaian pesan model begini mah udah out-of
date
4. Repetisi dialog yang maknanya sama
Mungkin, karena
menganggap segmen pembaca (anak) kurang menguasai kosakata yang luas,
makanya keterbatasan pemilihan kata jadi bikin dialog yang sama
berulang-ulang
5. Deskripsi tokoh yang hitam putih
Udah kadung
familiar yak sama penokohan model begini : Si kaya = angkuh, sombong,
suka pamer, si miskin = lugu, pinter en baik hati. Sesekali dibikin
ketuker ataupun karakternya sedikit abu-abu nggak ada salahnya tho?
Misalnya biarpun pinter tapi dia ceroboh naroh barang-barang, si kaya
yang rendah hati tapi bisa dimanfaatin temen, dll.
6. Ending yang ketebak
Nggak ada salahnya juga 'kan bikin cerita anak yang lebih variatif dengan tidak mengabaikan logika anak?
Segini
dulu deh, berhubung saya juga masih dalam tahap belajar menulis cerita
anak....semoga hasil diskusi ini bisa jadi 'bekal' yang bermanfaat.
Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments