Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Raja Ali Haji, Sang Bapak Bahasa Indonesia

 


Pendahuluan

Bahasa adalah elemen yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Dengan kata lain, bahasa adalah sistem yang membantu dan mempermudah manusia untuk melakukan segala sesuatu dalam kehidupan melalui jembatan komunikasi. 

 

Selaras dengan peranan penting bahasa, Bahasa Indonesia juga memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai media yang membantu manusia dalam kehidupan, khususnya para penggunanya. Secara spesifik, bahasa Indonesia mengalami sejarah pembentukan yang panjang dan cukup rumit baik secara lisan maupun tulisan (dalam Arifin, 2008:5). Sebagaimana akan diuraikan melalui tulisan ini, kita akan menelusuri perjalanan Bahasa Indonesia sejak awal terbentuk, menyingkap fakta sejarah tentang perjalanan hidup dan peran penting sang sosok maestro bahasa terhadap pembentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang barangkali belum banyak diketahui orang : Raja Ali Haji.

 

Pembahasan

a.             Kilas Perkembangan Bahasa Indonesia

Pertama kalinya Bahasa Indonesia dicetuskan sebagai bahasa pemersatu, adalah melalui pertemuan para pemuda yang diprakarsai oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Pertemuan ini dikenal sebagai Kongres Pemuda II yang berlangsung pada tanggal 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop.  Kongres inilah yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda sebagai tonggak bersejarah dalam pergerakan kemerdekaan.

Kelahiran Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan pemersatu bangsa melalui momen Sumpah Pemuda ini memiliki peran yang sangat penting, diantaranya sebagai :

1.        Lambang identitas nasional

2.        Lambang kebanggaan kebangsaan

3.        Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya

4.        Alat pemersatu suku budaya dan bahasanya

Selanjutnya, Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi negara yang ditetapkan konstitusi pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tertuang dalam pasal 36 UUD 1945, memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut :

1.        Bahasa resmi kenegaraan

2.        Bahasa pengantar dalam pendidikan

3.        Alat penghubung pada tingkat nasional

4.        Alat pengembang kebudayaan, pengetahuan, dan ilmu teknologi

Sejak kelahirannya bersamaan momen Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan, antara lain ditandai dengan berlakunya ejaan Van Ophuijsen, Soewandi, Melindo hingga Ejaan yang Disempurnakan. Saat kita meneropong lebih jauh ke belakang, Bahasa Indonesia sesungguhnya berakar dari Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara saat itu.

   Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam laman resminya menuliskan, bahwa Bahasa Melayu telah berada di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara sejak abad ke-7. Beberapa prasasti seperti Prasasti Talang Tuo di Palembang dan Prasasti Karang Brahi di Jambi yang telah ada sejak tahun 680-an, adalah saksi tentang digunakannya Bahasa Melayu pada saat itu.

Kerajaan Sriwijaya yang berdiri pada abad ke-7 juga menggunakan Bahasa Melayu untuk menjadi bahasa pembelajaran kebudayaan, termasuk pada saat penyebaran agama Kristen oleh para pendeta-pendeta dan orang Belanda ketika masih berada di Indonesia.

 

b.             Raja Ali Haji, Sejarah Hidup dan Jejak Karya

Sejarah menunjukkan, bahwa perkembangan Bahasa Melayu di tanah air tidak lepas dari peran besar Raja Ali Haji, seorang ulama dan sastrawan besar yang berasal dari tanah Melayu. Raja Ali Haji lahir sekitar tahun 1808 atau 1809 di Pulau Penyengat, Riau (saat ini menjadi bagian Provinsi Kepulauan Riau). Beliau merupakan putra dari Raja Ahmad Engku Haji Tua yang menikah dengan Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor. Raja Ali Haji berasal dari keturunan Bugis dan Melayu. Berdasarkan garis keturunan, Raja Ali Haji merupakan keturunan Kesultanan Riau Lingga yang dikenal memiliki tradisi keagamaan dan keilmuan yang sangat kuat. 

Raja Ali Haji

 Sejak kecil, Raja Ali Haji dikenal cerdas dan disukai oleh banyak orang. Beliau memperoleh pendidikan dasar dari ayahnya sendiri. Selain itu, beliau juga mendapatkan pendidikan dari lingkungan istana Kesultanan Riau Lingga di Pulau Penyengat, dan dari para tokoh ulama yang datang merantau ke Pulau Penyengat dengan tujuan mengajar sekaligus belajar.

          Pada masa tersebut, Kesultanan Riau-Lingga dikenal sebagai pusat kebudayaan Melayu yang giat mengembangkan bidang agama, bahasa, dan sastra. Oleh karena Raja Ali Haji merupakan bagian dari keluarga besar Kesultanan, maka ia termasuk orang pertama yang bersentuhan dengan pendidikan. Raja Ali Haji belajar Al Quran, Hadist, dan ilmu-ilmu lainnya. Raja Ali Haji memperoleh pendidikan dasar yang sama untuk anak-anak seusianya. Namun, dengan anugerah kecerdasan beliau yang di atas rata-rata dan ketekunan beliau dalam belajar, Raja Ali Haji memiliki keilmuan, wawasan, dan pemahaman yang melebihi anak-anak seusianya.

          Selain mengenyam pendidikan di kampung halamannya, Raja Ali Haji juga memperoleh pendidikan di luar lingkungan Kesultanan. Diantaranya ketika beliau mengikuti ayahnya ke Betawi dalam sebuah urusan kerajaan, Raja Ali Haji bertemu dengan Gubernur Jenderal Godart Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen. Pertemuan inilah yang mengenalkan beliau kepada kehidupan orang-orang Belanda. Beliau juga menjumpai banyak ulama untuk memperdalam pengetahuan agama Islam. Selain itu, beberapa kali beliau menghadiri undangan Gubernur Belanda dan berkenalan dengan beberapa sarjana Belanda. Diantaranya Peter Roord dan Van de Wall yang kemudian menjadi sahabatnya.

          Pada tahun 1827, Raja Ali Haji menunaikan ibadah haji. Di tanah suci ini, pemahaman keislaman Raja Ali Haji semakin bertambah karena beliau mengenyam pendidikan langsung dari ulama-ulama yang mengajar di sana. Raja Ali Haji kemudian melanjutkan perjalanan ke Mesir dan semakin memperdalam pemahamannya. Tempaan dari banyak ulama inilah, yang kemudian mencetak sosok cendekiawan yang religius dalam diri Raja Ali Haji pada usianya yang masih tergolong muda.

Pada tahun 1830, Raja Ali Haji mulai memasuki lingkungan pemerintahan dengan mengiringi ayahnya sebagai administrator kerajaan Riau-Lingga. Raja Ali Haji sangat dihormati berkat keluasan ilmu yang dimilikinya. Beliau kerap dimintai nasehat oleh kerajaan ketika akan mengambil kebijakan. Bahkan fatwa-fatwanya melampaui batas teritorial kekuasaan politik. Raja Ali Haji juga sangat dekat dengan kedua sepupunya yang menjadi Dipertuan Muda yaitu Raja Ali Ja’far (1844-1857) dan Raja Abdullah (1857-1858).

Raja Ali Haji kemudian diangkat sebagai penasehat Yang Dipertuan Muda hingga tiga periode. Keahlian Raja Ali Haji membuatnya semakin disegani. Raja Ali Haji tidak hanya menjadi penasehat bagi kerajaan Riau-Lingga, tetapi juga mendirikan Pusat pengkajian bahasa dan budaya Melayu di Pulau Penyengat. Hal ini dilakukannya agar masyarakat dan keturunannya bisa terus belajar dan terbebas dari kebodohan. Selain itu, Raja Ali Haji juga giat menulis.

Pada masa itu, muncul keprihatinan dari para cendekiawan Melayu terhadap ekspansi Belanda dalam mempengaruhi masyarakat untuk mengenal huruf latin dan memperluas pengaruh budayanya. Raja Ali Haji tidak ingin hal ini serta-merta terjadi. Beliau mengambil langkah nyata dalam membendung ekspansi ini, yaitu dengan tetap menggunakan huruf Arab-Melayu secara penuh pada karya-karyanya. Naskah-naskah beliau yang mempergunakan huruf Arab-Melayu dan angka Arab orisinil antara lain : Kanun Kerajaan Riau Lingga, Bustan Al-Katibin, Silsilah Melayu dan Bugis, juga Syair Abdul Muluk.

Raja Ali Haji semakin fokus menulis pada masa 1840-an. Karya-karya yang dihasilkan ketika itu adalah Syair Abdul Muluk dan Gurindam Dua Belas. Menyebut Gurindam Dua Belas, tentunya akan langsung menghubungkan ingatan kita kepada nama Raja Ali Haji. Tak dapat dipungkiri, inilah karya beliau yang paling termasyhur. Juga paling banyak diterbitkan. Selanjutnya, pada dasawarsa 1950-an, karya Raja Ali Haji ialah Bustan al-Katibin dan kitab pengetahuan bahasa, keduanya tergolong dalam bidang bahasa. Bustan al-Katibin berisi tata ejaan huruf Arab-Melayu (jawi) sedangkan kitab Pengetahuan Bahasa merupakan kamus ensiklopedi Monolingual Melayu yang pertama. Ini bukanlah alfabets biasa, melainkan menggunakan metode kaufah yang bertumpu pada penyesuaian huruf awal dan akhir yang sama. Buku yang selesai ditulis pada tahun 1858 ini baru dicetak pada tahun 1929 oleh percetakan al-Mahadiah Press di Singapura yang dibina oleh orang-orang Riau.

Karya beliau lainnya adalah Tsamarat al-Muhimmah dan Muqqaddimah fil Intizam yang tergolong dalam bidang hukum dan pemerintahan. Tsamarat al-Muhimmah adalah sebuah karya yang cukup panjang, berbeda dengan Muqaddimah fil Intizam yang hanya terdiri dari beberapa halaman seperti padatan dari karya yang disebut terdahulu. Karya-karya selanjutnya yang dihasilkan pada satu dasawarsa berikutnya yaitu Kitab Nikah atau judul lainnya Syair Hukum Nikah atau Syair Suluh Pegawai, Syair Siti Shianah, Syair Sinar Gemala Mustika Alam, Ikat-Ikatan Dua Belas Puji, Silsilah Melayu Bugis, Tuhfat Alnafis dan beberapa karya lain.

Raja Ali Haji juga menulis buku yang menjadi panduan dalam pengurusan kerajaan, yaitu al-Wustha, al-Qubra, al-Sugra dan Peringatan Sejarah Negeri Johor. Selain itu, beliau juga banyak menulis di media cetak yang diterbitkan Belanda di Batavia. Karya-karya beliau pun banyak diulas oleh para pakar pada masa tersebut. Tidak hanya di Batavia, tulisan beliau juga terbit di Singapura.

Kepiawaian Raja Ali Haji dalam menulis dipengaruhi oleh ayahnya yang merupakan seorang penulis. Selain Raja Ali Haji, saudara-saudara beliau juga turut menjadi penulis. Produktivitas Raja Ali Haji dalam berkarya, memberi pengaruh positif kepada lingkungannya untuk ikut menulis dan melahirkan karya. Pulau Penyengat pada masa tersebut merupakan lingkungan para penulis dan pusat pembelajaran terutama sastra Melayu yang sangat kental dengan nilai Islam.

Raja Ali Haji memberikan pengaruh tidak hanya semasa hidupnya. Karya-karya beliau terus memberi pengaruh yang melampaui berbagai generasi. Karya beliau, Gurindam Dua Belas, memiliki makna yang sangat khusus, disertai pengantar oleh beliau yang menjelaskan dasar penciptaan Gurindam Dua Belas. Pada masa itu, Raja Ali Haji telah melahirkan karya yang belum dikenal sebelumnya dalam bentuk gurindam dan syair. Sebelum Raja Ali Haji menciptakannya, gurindam bukanlah bentuk puisi yang dikenal luas dalam tradisi Melayu. Kata gurindam dikenal sebagai suatu bentuk kemahiran tuturan bersajak, sebagaimana tersirat dalam sejumlah sastra lisan Melayu. Tidak hanya memuat keindahan untaian kalimat, Gurindam Dua Belas juga sarat makna, petuah dan nasihat, sehingga sangat baik untuk dipedomani dalam kehidupan masyarakat. Hingga hari ini, Gurindam Dua Belas telah dikenal secara luas, selalu hadir dalam buku-buku pelajaran kesusasteraan Indonesia serta dianggap pembaru arus sastra pada zamannya.

 


c.         Peran penting Raja Ali Haji dalam pembentukan Bahasa Indonesia

Bahasa Melayu merupakan bahasa yang dipergunakan secara luas sejak dahulu kala. Kerajaan-kerajaan besar mulai dari Kerajaan Pasai di Aceh, Kerajaan Sriwijaya yang memiliki pengaruh yang luas hingga Kerajaan Melayu Riau menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dan pengantar dalam kerajaan. Bahasa Melayu juga digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan sehari-hari. Sehingga bisa dikatakan, bahwa bahasa Melayu memiliki jangkauan cakupan yang melebihi bahasa-bahasa Eropa.

Pada masa itu, Kerajaan Riau-Lingga telah menjadi pusat perkembangan ilmu, bahasa, dan sastra. Hal ini tak lain adalah berkat kepeloporan Raja Ali Haji dalam berkarya, dan keluasan jangkauan karya-karya beliau dalam meletakkan pembinaan dan pembakuan bahasa Melayu di Kerajaan Riau-Lingga dan daerah taklukannya. Nama Kerajaan Riau-Lingga pun kian terangkat ke permukaan.

Tahun 1857, beliau menyusun tata bahasa standar dalam Bustanul Khatibin dan kamus bahasa Melayu sebagai kitab pengetahuan bahasa pada tahun 1859. Dalam karya-karya beliau yang lain, pembinaan bahasa terus dilakukan dan dimantapkan. Standarisasi bahasa Melayu yang beliau gunakan dalam menyusun pedoman tersebut telah mendorong bahasa Melayu menuju pencapaian tertinggi sehingga menjadi dasar yang sangat lengkap dan kokoh bagi lahirnya bahasa persatuan Indonesia. Pada masa generasi pasca Raja Ali Haji, pembinaan bahasa Melayu tetap menjadi titik perhatian dalam kegiatan karya tulis di luar Riau hingga menyebar ke seluruh nusantara.

Setelah Indonesia merdeka, peran serta Bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia semakin menambah semangat nasionalisme. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Nasional satu-satunya di Indonesia sejak awal tercetusnya. Bahasa Melayu sebagai cikal bakal kelahiran bahasa Indonesia yang telah ada di Indonesia sejak tahun 680, mencapai tingkatan terbaiknya dengan lahirnya pedoman baku berstandar tinggi buah pemikiran Raja Ali Haji. Keberadaan pedoman baku inilah yang berkontribusi besar terhadap penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai salah satu tonggak pemersatu bangsa dan eksistensinya semakin kokoh hingga sekarang dalam merangkai persatuan dan kesatuan bangsa.

 

Kesimpulan

Berkaca dari sejarah sang maestro Raja Ali Haji, dapat kita simpulkan sejumlah rekam jejak dan perjuangan beliau yang berperan besar dalam sejarah literasi bangsa ini dan perkembangan bahasa Indonesia, sebagai berikut :

1.        Ketekunan beliau dalam menuntut ilmu dan menambah wawasan pengetahuan, didukung pula oleh lingkungan yang sangat mengutamakan pendidikan, telah membentuk sosok dengan pemikiran yang cerdas, berakhlak mulia dan berintegritas tinggi pada diri beliau. Kualitas ini tercermin dalam karya-karya beliau yang sangat mementingkan nilai, makna, estetika, manfaat dan pengetahuan.

2.        Kegigihan dan kepiawaian beliau dalam berkarya, khususnya karya termasyhur Gurindam Dua Belas, mencatatkan nama beliau sebagai pelopor perjuangan literasi di negeri ini, mempengaruhi budaya sastra para cendekiawan di masa itu dan mengilhami karya-karya yang lahir pada masa setelahnya.

3.        Konsistensi sang maestro menggunakan huruf arab melayu dalam torehan karya-karyanya, merupakan bentuk perjuangan literasi yang nyata dalam membendung arus pengaruh budaya Belanda ketika itu termasuk dalam budaya aksara dan baca tulis. Inilah salah satu kontribusi penting beliau dalam mengekalkan eksistensi bahasa Melayu yang menjadi akar pembentukan Bahasa Indonesia.

4.        Menjadi orang Melayu pertama yang membuat dasar pedoman baku bahasa Melayu, menyusun buku Tata Bahasa Melayu  disusul Kamus Bahasa Melayu. Pedoman Bahasa Melayu standar inilah yang menjadi cikal bakal “kelahiran” bahasa Indonesia yang kemudian ditetapkan sebagai bahasa nasional melalui Kongres Pemuda 28 Oktober 1928. Standarisasi bahasa yang beliau gunakan dalam membuat pedoman ini, adalah sumbangsih besar dalam  meletakkan pondasi yang kokoh bagi eksistensi bahasa Indonesia.

 

Sungguh tepatlah kiranya, dengan sejumlah kontribusi penting, karya-karya besar dan jasa beliau terhadap bangsa ini, beliau ditahbiskan sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2004, dan tidaklah salah kiranya, sebuah gelar lain kita sematkan sebagai apresiasi kita terhadap jasa-jasanya dalam sejarah pembentukan bahasa Indonesia : “Raja Ali Haji, Sang Bapak Bahasa Indonesia”.

 

Referensi :

https://balaibahasapapua.kemdikbud.go.id/

https://m.merdeka.com/

https://kumparan.com/

 

Sumber gambar :

diksi.co

tirto.id

kebudayaan.kemdikbud.go.id

 

 

 

No comments