Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi Novel Maneken : Personifikasi Yang Menguak Kerapuhan Manusia

Udah lama juga ya, nggak nulis resensi buku di blog ini. Ketahuan deh kayanya, kalo frekuensi saya dalam baca buku juga lagi menurun. Tetapi, baiklah.  Karena menurun atau tidak, bagi saya membaca buku tetaplah sebuah hobi yang mengasyikkan. Jadi, tahun ini saya buka dengan resensi untuk novel Maneken karya SJ. Munkian. Syukur-syukur, bisa konsisten baca buku dan meresensinya sepanjang tahun ini.


Sesuai judulnya, novel ini menceritakan tentang sepasang maneken - Claudy dan Fereli - yang menjadi maneken utama di toko Medilon Shakespeare. Sebuah toko baju milik Sophie, sang wanita pengusaha yang ambisius.

Awalnya etalase utama toko ini hanya diisi oleh maneken perempuan, Claudy. Namun kemudian bertambah dengan kehadiran maneken lelaki, Fereli. Semula, Claudy membenci kehadiran Fereli. Namun, lama kelamaan perasaannya terhadap Fereli mulai berubah. Di sini, penulis menggunakan personifikasi dengan melekatkan karakter manusia kepada kedua maneken ini. Claudy dan Fereli digambarkan bisa saling bicara, melihat lingkungan sekitar bahkan punya perasaan selayaknya manusia.

Cerita terus bergulir. Toko milik Sophie sukses menarik perhatian peminat busana berkat konsep busana yang menyesuaikan musim, dirancang dengan begitu detail oleh Sophie dan menggunakan kedua maneken ini sebagai ikon display-nya.

Namun, sebuah prahara yang menimpa Sophie serta merta mengoyak kedamaian Claudy dan Fereli. Lebih dari itu, keduanya bahkan terancam hancur oleh perbuatan Sophie.

Apa yang terjadi pada Sophie? Bagaimana pula nasib kedua maneken itu?

==========

Ini kali pertama saya membaca novel penulis, dan pilihannya menjadikan benda mati sebagai tokoh utama, tergolong pilihan yang unik dan langka. Apalagi ditunjang oleh diksinya yang lancar, cerdas dan apik, membuat novel ini cukup page-turning.

Memang, sudut pandang maneken dengan pov 1 membuat deskripsi latar tempat pada novel ini agak terasa monoton, lebih didominasi oleh latar toko dan apa yang terlihat oleh sepasang maneken itu dari balik etalasenya.

Konfliknya pun baru muncul setelah novel memasuki halaman 100an. Bagi penggemar novel dengan ritme cepat dan full suspense, boleh jadi, separuh bagian awal novel ini terasa membosankan.

Dari segi penokohannya sendiri, mungkin, karena kedua tokoh utamanya pada hakikatnya adalah benda mati, saya jadi tidak terlalu merasakan "nyawa" dari interaksi Claudy dan Fereli. 

Saat membaca endorse novel ini dari beberapa penulis papan atas dan musisi ternama, sebenarnya ekspektasi saya lumayan tinggi. Tetapi, saat menamatkan novel ini, harus saya akui kalau kesan yang saya rasakan tidak se-spektakuler endorse-nya.

Memang, beberapa kali terdapat upaya penulis menggali konsep humanis terdasar yang coba dibidik dengan sudut pandang benda mati. Cukup berhasil sih. Hanya saja agak terasa nanggung. Atau mungkin, sayanya aja yang telanjur mengira kalau novel ini bakal setipe 5 People You Meet in Heaven-nya Mitch Albom. Novel berunsur fantasi yang menurut saya berhasil meninggalkan cekaman yang dalam pasca menuntaskannya.

Bagaimana pun, keunikan ide dan kepiawaian beraksara yang disajikan penulis dalam Maneken, sangat layak diapresiasi. Kita serasa membaca novel terjemahan berlatar luar negeri. Juga imajinasi yang dibawa menelusuri dunia toko baju, etalase dan maneken itu sendiri, membuat kita seolah-olah tengah menikmati perjalanan di sebuah tempat yang tak pernah kita kunjungi.

Inilah novel yang mengajak kita untuk memahami dan melihat lebih dalam akan dampak respon manusia terhadap masalah juga saat gagal mengendalikan diri.  Sekaligus mengulik sisi-sisi rapuh manusia yang berlindung dibalik kamuflase.

Judul.  : Maneken
Penulis : Sj. Munkian
Penerbit : Republika
Terbit. : 2015
Jumlah : 181 hal


No comments