Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

4 (empat) cobaan yang Melatih Kesabaran



http://heydeerahma.com/index.php/2015/07/13/kontes-blog-giveaway-lebaran-bersama-heydeerahma/

Saya pernah baca tips yang sayangnya saya lupa siapa penulisnya, bahwa salah satu cara yang baik untuk melatih dan mendewasakan anak-anak adalah dengan mengajak mereka melakukan perjalanan. Perjalanan yang sebenar-benarnya, bukan sekadar mengajak anak belanja ke pasar lalu pulang ke rumah. Tetapi perjalanan panjang yang akan mendekatkan anak-anak pada alam dan berinteraksi dengan banyak orang.
Maka, saya begitu excited saat Allah mengabulkan doa kami untuk bisa mudik pada Lebaran tahun ini. Maklumlah, tinggal di pulau kecil (pulau Bintan, Kepulauan Riau) membuat kami harus mengeluarkan biaya sangat mahal untuk bisa mudik ke kampung halaman orang tua kedua belah pihak : orang tua saya di Jambi dan mertua di Sumatera Barat. Itu sebabnya, tidak seperti kebanyakan orang, kami baru bisa pulang ke Sumatera Barat tahun ini setelah terakhir kali kesana pada tahun  2008.

Di antara semua perjalanan yang kami lakukan selama mudik, saya akan menceritakan satu pengalaman yang paling berkesan. Jadi, ceritanya kami mudik ke kampung halaman suami (Padang, Sumatera Barat) pada hari kedua Lebaran. Abang ipar kemudian mengajak kami mengunjungi salah satu destinasi wisata terkenal yaitu Puncak Lawang. Maka pada Senin pagi (hari keempat Lebaran), kira-kira pukul 10.30 wib, kami berangkat dari rumah dengan dua mobil. Yang satu disupiri abang ipar, dan satu lagi yang saya naiki bersama anak-anak dan keluarga kakak ipar, disupiri oleh suami. 

Pada awalnya, perjalanan melewati jalan bypass ini berlangsung lancar. Namun melewati bandara Minangkabau, kami mulai dihadapkan dengan cobaan pertama : kemacetan nan panjang. Tak tanggung-tanggung, kemacetan yang padat merayap hingga daerah Sicincin ini menghabiskan waktu tiga jam! Sebagai efeknya, mudah ditebak, anak-anak mulai gelisah, si sulung dan si nomor dua mengomeli perjalanan panjang yang tak kunjung sampai. Maklumlah, di kota kecil kami, kemacetan adalah sesuatu yang amat sangat langka. Maka, sambil bergurau saya bilang,"Kalian udah lama pingin ke ibukota 'kan? Nah, anggap aja kita lagi latihan sebelum beneran pergi ke Jakarta, karena di Jakarta, macet kaya' begini mah udah biasa." Meski masih manyun, lama-lama omelan mereka berkurang juga. Mungkin mereka pikir, mengomel pun nggak akan meredakan kemacetan, lebih baik diam bukan? Nggak bikin mulut capek :)

Sekitar pukul 13.30, kami berbelok ke jalan arah Pariaman dan berhenti di sebuah mesjid. Seusai zuhur, kami kembali melanjutkan perjalanan. Kemacetan sudah lumayan berkurang, namun saat memasuki Jalan Malalak – Pariaman, kami harus berhadapan dengan cobaan kedua : situasi ekstrem. Kabut tebal dan hujan sangat deras yang membuat jarak pandang tak lebih dari lima puluh meter dan semua kendaraan harus menyalakan lampu. Jalan sempit dan berkelok-kelok mengitari perbukitan pun membuat suami saya harus mengemudi ekstra waspada.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba suami mengalami mulas luar biasa dan berseru kalau pandangannya mendadak gelap. Tentu saja, berhenti di kelokan adalah sesuatu yang berbahaya. Akhirnya, suami perlahan-lahan menurunkan kecepatan lalu berhenti di jalan rata. Pada momen ini, anak-anak berhenti mendumal. Mungkin, apa yang baru saja menimpa papanya di tengah kondisi kabut dan hujan deras bikin mereka sedikit ngeri juga.

situasi berkabut dan hujan deras di Jalan Malalak - Pariaman
Sementara itu, jam sudah menunjukkan pukul 14.15, dan anak-anak mulai mengeluh kelaparan. Sebenarnya terdapat beberapa rumah makan di sepanjang jalan yang kami lalui. Namun karena mobil yang dikemudi abang ipar selaku pemandu jalan tak juga berhenti, kami memutuskan untuk menurut saja. Setelah rasa mulas mulai reda, suami pun kembali mengemudi.

Mendekati pukul 3 sore, kami berhenti lagi di sebuah mesjid di daerah Matur. Saya melihat sekeliling. Pandangan saya tertumbuk pada sebuah warung bakso tak jauh dari mesjid. Saya lalu mengajak anak-anak makan bakso untuk mengurangi tusukan hawa dingin dan rasa lapar. Abang ipar sempat menawari untuk makan siang di rumah makan yang katanya hanya tinggal 15 menit lagi. Namun saya tidak yakin kalau perjalanan dimaksud hanya menempuh waktu 15 menit. Lebih baik memastikan perut anak-anak telah terisi. Resistensi anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Mereka lebih gampang mengalami tantrum atau jatuh sakit di saat perutnya kelaparan. Benar saja. Ketiga anak saya dan suami makan dengan lahap dan batambuah (menambah). Kami pun kembali melanjutkan perjalanan melewati Jalan Puncak Lawang dengan lambung yang mulai terasa “aman”. Alhamdulillah, hujan mulai berhenti sehingga kami bisa menikmati pemandangan nan hijau di sepanjang perjalanan.

perbukitan dan terasering nan hijau di sisi jalan raya

Sekitar pukul 4 sore barulah kami tiba di tujuan. Namun karena hari sudah sore, kami batal mendaki Puncak Lawang, melainkan berbelok ke daerah wisata Embun Pagi yang terletak tak jauh dari Puncak Lawang. Di sini, setiap mobil dikenai biaya masuk hanya Rp.15.000,-. Dan.....alhamdulillah, segala penat dan cobaan sepanjang perjalanan langsung terbayar. Dari tempat ini, kami bisa menikmati view Danau Maninjau yang luar biasa indah ditengah cuaca dingin namun bersahabat. Tak lupa kami membeli oleh-oleh seperti t-shirt, tas, sendal dan pena. Anak-anak saya pun berhasil melupakan beratnya perjalanan saat berlari-lari dan berfoto berlatar danau Maninjau.

pemandangan danau Maninjau yang indah
Sayang, hari yang kian menua membuat kami tak bisa berlama-lama. Menjelang senja, kami pun meninggalkan Embun Pagi dan langsung dihadapkan dengan cobaan ketiga : melalui Jalan Kelok 44 yang terkenal rawan dan berbahaya.

Sungguh, melewati jalan ini membuat saya berkali-kali harus menahan napas. Bayangkan saja. Jalan panjang mengitari bukit dengan kelokan berjumlah 44 itu benar-benar curam, sempit, tajam dan bersisian jurang. Tak heran kalau di setiap kelokan terdapat polantas dan pelang bertuliskan asmaul husna. Mungkin maksudnya agar setiap pengendara harus ekstra waspada dan tetap mengingat asmaNya. Saking tegangnya, saya berkali-kali gagal memotret. Sebaliknya, anak-anak justru menganggap ini pengalaman sensasional tak ubahnya berpacu di lintasan Formula 1. Mereka berseru penuh semangat setiap kali mobil berhasil melalui setiap kelokan. Namun saya tetap mengingatkan mereka untuk berdoa.

Alhamdulillah....semua kelokan akhirnya berhasil kami lalui dengan selamat. Malam mulai merambat. Kami berhenti makan malam di sebuah rumah makan, lalu melewati Jalan Sungai Tiram untuk menghindari kemacetan. Dan....inilah cobaan keempat yang harus kami lalui : melewati jalan rusak berat. Belum lagi dikelilingi pepohonan lebat di malam hari hingga perjalanan pun terasa mencekam. Apalagi, perjalanan ini menempuh waktu kurang lebih dua jam! Kami pun baru tiba di rumah pada pukul 11 malam.

Menjelang akhir perjalanan, anak kedua saya berkata: “perjalanan ini benar-benar melatih kesabaran kita, ma.”

Alhamdulillah, dalam hati saya bersyukur. Meski teramat lelah dan banyak cobaan harus dihadapi, hikmah dari perjalanan ini berhasil dia rasakan. Bahwa untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, kesabaran kita harus diuji. Bahkan tak jarang, setelah melaluinya pun, kesabaran kita masih diuji. Adakalanya kita mendapatkan sesuai keinginan, namun adakalanya, kita kembali diuji saat yang kita dapatkan tak sesuai harapan. 

Dalam keseharian, saya akui, anak-anak saya tergolong kurang sabaran, cepat marah dan putus asa saat tak mendapatkan apa yang diinginkan. Kakak saya bilang, itu adalah salah satu efek terlalu banyak bermain gadget, seperti juga banyak terjadi pada anak-anak masa kini yang kecanduan main game di gadget. Tapi kalo versi suami saya, karakter anak-anak itu mewarisi sifat saya yang kurang sabaran, hiks. Apapun penyebabnya, buat saya, yang penting kami sudah berusaha untuk mengatasinya, yang salah satunya adalah melalui perjalanan ini, dan saya berharap, hikmah terbesar dari perjalanan ini yaitu untuk melatih kesabaran akan membekas di hati anak-anak dan juga buat saya pribadi.

Pelajaran lainnya pula, bahwa saat melakukan perjalanan panjang bersama banyak orang, kita harus senantiasa memohon keselamatan kepadaNya, mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang, membawa logistik yang cukup, tetap berpikir jernih saat menghadapi hal tak terduga apalagi yang kurang menyenangkan, dan tetap mengedepankan toleransi. Sungguh, perjalanan ini baru segelintir dari perjalanan teramat besar, yaitu kehidupan itu sendiri. Dan benarlah bahwa melibatkan anak-anak dalam perjalanan, adalah salah satu cara terbaik untuk mengenalkan mereka akan esensi kehidupan.

Saya berharap, kemanapun kaki saya melangkah, sendiri maupun bersama anak-anak, akan ada pengalaman baru dan hikmah yang baru pula akan dianugerahkan Allah untuk mendewasakan kami.

berfoto di kawasan wisata Embun Pagi berlatar Danau Maninjau

Artikel ini diikutsertakan dalam #GiveAwayLebaran yang disponsori oleh Saqina.comMukena Katun Jepang Nanida, Benoa KreatiSanderm, Dhofaro, dan Minikinizz



15 comments

  1. Cantiknya Danau Maninjau, keindahannya menggambarkan Indonesia, saya suka sama hamparan sawah teraseringnya mbak, sukses ya mbak

    ReplyDelete
  2. memang itulah serunya mudik

    ReplyDelete
  3. subhanalloh, pelajaran yang sangat berarti

    ReplyDelete
  4. terima kasih mbak evrina udah berkunjung, iya sawahnya hijau dan menyejukkan mata :)

    ReplyDelete
  5. Kalau mau ke Pulau Nikoi start berangkatnya dari mana ya Mbak? Teman-teman Batam Traveller dah lama pengen ke sana tapi ya gitu katanya mihil. Nggak mau nginap sih soalnya nggak akan sanggup bayar resort-nya. Minimal ke sana bisa renang-renang snorkeling cantik ala putri duyung. Haha

    ReplyDelete
  6. cantiknya..ah moga bisa kesana someday aamiin...butuh piknik inii, untuk menyegarkan hati dan mata, juga pikiran...maaf lahir batin ya mba ria...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf lahir batin juga mbak :) yuk piknik yuk:)

      Delete
  7. Kabutnya keliatan dingin bgt y mb

    ReplyDelete
  8. serunya mudik ya mba, apalagi klo udah lama banget :)

    ReplyDelete
  9. setuju mak, perjalanan membantu mengenali diri sendiri dan mendewasakan seseorang ;)

    salam kenal yaa mak, n makasih udah ikut #GiveAwayLebaran :) sering2 ya main ke blogku heydeerahma.com

    =Dee=

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga maak....insya Allah...senggol2 aye di twitter or fb ye kalo ngupdate blog mak...bikin GA lagi juga boleh..hehe

      Delete
  10. setuju mak, perjalanan membantu mengenali diri sendiri dan mendewasakan seseorang ;)

    salam kenal yaa mak, n makasih udah ikut #GiveAwayLebaran :) sering2 ya main ke blogku heydeerahma.com

    =Dee=

    ReplyDelete