Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi novel The Bear Came Over the Mountain : Who is the Bear?


Hal yang langsung menarik saya untuk terlebih dulu membaca novel ini, dari 3 (tiga) novel yang dikirimkan sahabat saya Shabrina WS, apalagi kalau bukan nama penulisnya dan penghargaan yang diraihnya : Pemenang Nobel Sastra 2013. Ya. Siapa lagi kalau bukan Alice Munro, yang oleh The New York Times, disebut sebagai penulis yang merevolusi arsitektur cerita pendek. Bahkan Peter Englund dari Akademi Swedia menyebutnya sebagai salah satu penulis cerpen terbaik masa kini.


Tetapi, jujur saja, bukan hal mudah buat saya untuk bisa memahami cerpen (atau novelet?) setebal 56 halaman ini. Saya memahami jalan ceritanya yang mengisahkan tentang sepasang suami istri bernama Grant dan Fiona. Lalu di usia senja, Fiona mengalami gangguan ingatan hingga harus ditherapy di Meadowlake. Di sini, Fiona akrab dengan seorang pria bernama Aubrey, yang memiliki seorang istri bernama Marian. Sementara itu, sepanjang usia pernikahan mereka, Grant kerap berselingkuh meski ia tak pernah berniat meninggalkan Fiona.

Namun, memahami jalan cerita, tak lantas membuat saya benar-benar memahami esensi kisah ini. Mungkin, inilah yang dikatakan The New York times sebagai bentuk revolusi terhadap arsitektur cerita pendek. Dari judulnya saja, terasa sulit untuk menemukan siapa sesungguhnya "the Bear" yang dimaksud penulis dalam cerita ini, apalagi, saat mengetahui kalau ini adalah judul lagu anak-anak tentang beruang yang melewati gunung lalu menemukan bagian lain dari gunung. Mungkinkah penulis tengah melakukan analogi, atau justru ironi?

Dari pelbagai analisis untuk novel ini, rata-rata hanya mengemukakan asumsi tehadap judul dimaksud tanpa ada yang benar-benar memberikan hipotesis yang valid, dan lebih banyak yang meyakini kalau ini adalah sebuah pengungkapan ironi terhadap situasi rumah tangga Grant dan Fiona. Juga ada yang menyebutkan kalau the Bear yang dimaksud lebih mendekati pada sosok Grant.

Terlepas dari analisis-analisis tersebut, saya mungkin hanya bisa mengomentari terjemahannya yang kurang menarik untuk dinikmati. Barangkali saja, versi asli novel ini memiliki sisi-sisi keindahan sastra yang membuatnya layak menerima berbagai pujian, namun tidak demikian halnya dengan versi terjemahannya. Alih-alih menikmati dan mampu merasakan kedalaman juga keunggulan cerita-cerita semacam ini, saya hanya bisa menutup buku ini dengan banyak pertanyaan tertinggal dalam benak saya. Rasanya, tidak mungkin seorang pemenang Nobel menghasilkan karya yang membingungkan. Jadi, kemungkinannya hanya ada dua, ilmu dan wawasan saya yang masih terlalu dangkal untuk bacaan sejenis ini, ataupun memang versi terjemahan dari kisah ini yang gagal mentransfer kedalaman dan keindahannya kepada pembaca.

Bukan hal mudah memang, untuk menerjemahkan karya-karya sastra kelas dunia tanpa mengurangi esensi dan impresi dari versi aslinya. Mudah-mudahan, setelah ini saya berkesempatan meresensi Snow Country, novel karya pemenang Nobel asal Jepang yang diterjemahkan dengan sangat baik oleh A.S Laksana.

Judul     : the bear came over the mountain
Penulis  : Alice Munro
Penerbit : Bukukatta
Tahun    : 2014
Hal       :  56 hal

4 comments

  1. Atau --jika boleh saya tambah satu opsi lagi-- justru karena karena membingungkanlah, maka pengarangnya dianggap layak menerima nobel sastra, xixixiiiiii :D

    ReplyDelete
  2. xixixi, berarti semakin membingungkan, semakin layak menang gitu mbak? hehehe

    ReplyDelete
  3. hahah bagus sekali resensi bukunya ,, saya mau baca

    ReplyDelete
  4. Mbak Riawani, iya kayaknya emang terjemahannya ya. dua halaman awal aja saya baca beberapa kali, saya pantas2 sendiri dimana koma dimana titik, dimana paragraf baru. hihihi

    @Brin

    ReplyDelete