Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

RESENSI NOVEL MENANTI CINTA : KISAH CINTA YANG DRAMATIS







Resensi                       :
Alex, seorang jenius yang menderita cacat polio, menghabiskan masa remajanya dengan fokus pada pembuatan produk pencuci berbahan dasar kimia. Meski kesibukannya itu membuatnya gagal menikmati masa remaja sebagaimana mestinya, dia tetap memperoleh ganjaran yang pantas, kejeniusannya menghasilkan beberapa produk pencuci berhasil mengantarkannya menjadi seorang profesor pada usia muda dan seorang ahli kimia. Dengan dukungan keluarganya, dia pun memiliki pabrik yang kemudian memproduksi produk inovasinya itu secara massal. 


Alex kemudian bekerja sebagai seorang dosen kimia di sebuah universitas, atas desakan keluarga yang tak tega melihatnya terus-terusan mengurung diri dalam kesibukan dan penelitian. Di kampus inilah, Alex kemudian mengenal Claire, seorang mahasiswi yang pendiam dan terkesan misterius.

Claire memiliki kehidupan yang luar biasa sulit. Ibunya seorang pelacur. Dan ayah tirinya sering memukul, memeras juga menyiksa. Claire memiliki adik tiri bernama Ayu yang ia rawat sejak kecil, sementara ibunya sendiri tak pernah peduli. Hari demi hari dilalui Claire dengan kelaparan dan hidup di bawah ancaman serta ketakutan.

Claire kemudian bekerja di sebuah restoran. Duka ternyata masih setia menguntit Claire. Pemilik restoran yang bernama Markus berkali-kali berusaha memperkosanya. Bahkan ibu Claire pernah mendatangi Markus dan mengatakan bahwa ia menjual Claire pada Markus. 

Alex yang diam-diam mulai merasa tertarik pada Claire, akhirnya mengetahui kisah hidup Claire termasuk apa yang dilakukan Markus padanya. Markus sendiri kemudian ditangkap polisi karena ketahuan memakai dan menyimpan narkoba.

Dengan limpahan materi yang dimilikinya, Alex melakukan apa saja untuk menyelamatkan Claire. Membeli restoran Markus, memberi “beasiswa” hanya untuk Claire agar gadis itu bisa melanjutkan kuliah, dan menjauhkan kedua orang tuanya dari kehidupan Claire untuk selamanya. Alex juga menyuruh Claire tinggal di rumahnya agar hidupnya lebih terjamin. Sementara itu, Claire juga terpaksa berpisah dengan Ayu, yang menurut ibunya sudah diserahkan pada keluarga yang mau mengangkatnya. Padahal, diam-diam ibunya menjual Ayu. Untunglah, nasib Ayu berhasil diselamatkan dari tindak perdagangan anak.

Suatu hari, tiga orang asing mendatangi Claire. Mereka ternyata adalah para dokter dan perawat yang dulunya membantu kelahiran Claire dan memberinya nama itu. Mereka datang untuk mengajak Claire ikut ke Perancis dan menjadi perawat sukarelawan. Mereka juga telah menyiapkan segala keperluan dan biaya untuk Claire. Alex sendiri menyuruh Claire untuk mengikuti mereka meski jauh di dalam hati, berat baginya untuk berpisah dengan Claire, sementara Claire yang juga telah jatuh cinta pada Alex, merasa tak sanggup meninggalkan Alex.

Apa yang kemudian menjadi keputusan Claire? Akankah ia memilih untuk pergi ke Perancis atau tetap bersama Alex?

======================================================================

Novel ini saya dapatkan melalui cara yang unik. Penerbit membuka peluang kepada siapa saja yang ingin meresensi novel ini dengan cara mengirim alamat lewat email, lalu saya pun iseng mencobanya, dan beruntung terpilih diantara seratus orang resensor.

Belakangan, saya menyadari bahwa cara ini cukup beresiko. Karena, saya sering kelewat jujur dalam meresensi. Namun demikian, sejak awal tahun ini, saya berusaha untuk lebih proporsional dan asertif. Kalau pun ada sisi-sisi yang saya kritisi, tetap saya barengi dengan saran masukan. Dan kritik itu bukan berarti bahwa saya adalah penulis hebat, melainkan murni dari kacamata saya sebagai pembaca. Mengatakan apa yang saya suka dan saya inginkan dari buku yang saya baca.

Jika melihat sinopsis di atas, apa yang terbayang oleh anda? Benar, jika anda katakan, bahwa jalan cerita dalam novel ini terkesan dramatis dan sinetronistik. Karena memang demikianlah adanya. Dua tokoh utama dengan latar kehidupan yang sama-sama dramatis, lalu bertemu dan menjalani cinta yang penuh lika-liku, lalu berakhir dengan cara yang tak kalah dramatis juga. Di sisi lain, sebenarnya ada positifnya juga sih, karena jika novel ini diangkat menjadi sinetron, sutradaranya tak perlu lagi menambah adegan-adegan dan alur yang hiperbolis, karena setiap bab dalam novel ini telah cukup representatif untuk keperluan itu.

Meski alurnya terkesan rumit, tidak demikian halnya dengan penuturannya. Novel ini dituturkan dengan cara yang smooth, lancar dan mudah dicerna, sehingga saya tidak butuh waktu lama untuk menuntaskannya. Ini sebenarnya menjadi kekuatan tersendiri dari novel ini, mengingat bukan hal mudah untuk menuturkan alur yang rumit dengan cara yang bisa membuat pembaca mampu bertahan untuk menikmatinya hingga lembar terakhir.

Sebenarnya, alur yang dramatis dalam novel ini sangat membuka peluang untuk memunculkan titik-titik konflik yang menegangkan. Namun, gaya penceritaan yang didominasi oleh narasi, membuat nuansa novel ini justru menjadi mirip memoar. Memang, bukan hal mudah untuk menerapkan metode “show” dalam cerita. Disinilah dituntut kepiawaian penulis, sehingga pembaca tidak kehilangan kenikmatan untuk mempersepsikan cerita karena telah “didikte” seutuhnya oleh pola penceritaan secara narative-telling. 

Dari segi latar tempat pula, latar kisah dalam novel ini terasa mengambang. Hanya ada dua clue yang menyebutkan ibukota dan restoran Mark’s burger. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang latar yang spesifik, di universitas mana Claire belajar dan Alex menjadi dosen? di kota mana? Negara mana? Suasana tempat yang dibangun juga terasa mengambang, terkadang menyerupai kota besar di negeri ini pada umumnya, terkadang justru terkesan seperti berada di luar negeri. Sebuah fiksi sekali pun, tetap memerlukan unsur persuasif untuk meyakinkan pembaca. Termasuk dalam deskripsi latar tempat. Jika tidak, maka latar tempat yang digunakan hanya akan berwujud sebuah negeri tak bernama atau bahkan negeri antah berantah.

Untuk karakter tokohnya sendiri, kedua tokoh utamanya, yakni Alex dan Claire, sebenarnya telah memiliki “modal” karakter yang kuat berkat latar kehidupan dramatis yang mereka miliki. Alex yang cenderung berkemauan keras, kaku dan dingin, dan Claire yang terkesan pemalu, rapuh dan tidak percaya diri. Dalam perjalanannya, nasib kedua tokoh utama ini tergolong sedikit ekstrem, dengan Alex yang meski cacat dan berkepribadian tertutup, namun dengan kelebihan materi yang dimilikinya, ia mampu meraih apa saja yang diinginkannya demi membahagiakan Claire dan menyingkirkan orang-orang yang dapat merusak kebahagiaan Claire dari kehidupannya. Claire sendiri yang kehidupannya berlumur air mata, akhirnya mendapatkan banyak keberuntungan dan kebahagiaan yang diupayakan Alex untuknya. Namun, lagi-lagi unsur dramatis novel ini terjadi pada endingnya. Tentunya, tidak akan saya sertakan di sini agar tidak menjadi spoiler.

Novel ini dibuka dengan cara yang cukup bagus, karena memotret dari POV orang pertama di luar kedua tokoh utamanya dan di luar cerita tentang mereka, lalu sang orang pertama kembali hadir di tengah cerita, dan adanya optional ending juga menjadi sesuatu yang membuat novel ini berbeda dari novel kebanyakan. Tetapi, saya harus jujur bilang, saya tidak pernah pro pada cinta yang pesimis. Fiksi adalah media yang bisa dimanfaatkan untuk memberi kontribusi nilai-nilai positif dan mencerahkan, serta tak hanya sekadar menyajikan cerita belaka, sehingga bagi saya, optional ending pada novel ini mungkin lebih baik ditiadakan saja, ataupun menghadirkan penutup kisah yang lebih bernuansa optimis tanpa menghilangkan unsur tragisnya.

Satu kalimat favorit saya yang diucapkan tokoh Claire menjadi penutup resensi ini, “Saat kamu dicintai begitu dalam oleh seseorang, kamu tidak akan pernah dapat melupakannya seumur hidupmu.”

Semoga berkenan :)

Jika kamu berminat membeli novel Menanti Cinta langsung saja kunjungi website penerbitnya: Mozaik Indie Publisher.
Judul                          :            Menanti Cinta

Penulis                        :            Adam Aksara

Penerbit                      :            Mozaik Indie Publisher

Tebal                          :            227 hal

Genre                         :            Fiksi

Terbit                          :            Februari 2014

ISBN                          :            9786021497234





8 comments

  1. Kenapaaaah ... kenapaaaah saya gak tau ada acara bagi-bagi buku. *pundung di pojokan*

    Kalo menurut Mbak Lyta, berarti buku ini udah bagus ya walopun dia indie. Soalnya saya kadang suka gak berani beli buku indie karena kebayang gak ada editornya.

    Betewe, saya suka itu sampulnya. Unik dan eye-catching walopun itungannya dia sederhana. ^^

    ReplyDelete
  2. kalo untuk cover, lay-out, blurb, pokoke utk tampilan luar, udah oke deh nurut saya, sekilas, gak kelihatan terbitan indie. tapi utk bisa terbit di mayor, sekali lagi ini murni nurut saya lhoo, masih butuh renovasi :)

    ReplyDelete
  3. Terimakasih Mbak atas resensinya, sebuah kehormtan bagi kami Mbak berkenan merensi novel kami.
    Masukan untuk novel ini akan kmi jdikan sebagai bahan evalusi cetakan berikutnya :-)

    Salam

    Ihwan H
    owner Mozaik IP.

    ReplyDelete
  4. Sama2, trima kasih juga udah mempercayakan sy mereview , hehe

    ReplyDelete
  5. Sepertinya, novelnya cukup tipis ya mbak, padahal jika membaca kedramatisan ceritanya seperti yang ditulis di sinopsis. kukira novelnya akan tebal banget :D

    ReplyDelete
  6. Mbak Eky, karena ditulis dengan narasi itu, jadinya bisa tercover smw alur yg kompleks ini dlm halaman setipis itu

    ReplyDelete
  7. hehehe ada istilah sinetronistik ya :D emang iya sih dramatiknya cocok buat difilmkan atau disinetronkan :)

    ReplyDelete