Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

RESENSI LUPITA : PRIA BULE vs PRIA LOKAL, PILIH MANA?








Sinopsis                      :
Lupita, seorang gadis yang bekerja di perusahaan furnitur, terobsesi mendapatkan jodoh pria bule. Ini karena sang Papa justru meninggalkan Mamanya saat tengah melahirkan dirinya untuk menikahi wanita lain. Nama Lupita pun sebenarnya adalah refleksi kegeraman sang Mama terhadap suaminya. Lupita berarti Lu Pikir Gue Pengemis Cinta. Gara-gara kelakuan Papanya inilah, Lupita menganggap semua pria lokal tukang selingkuh.

Sementara itu, ada Kian, yang pernah ‘nembak’ Lupita saat SMP, namun ditolak, karena waktu itu Kian sama sekali nggak keren dan jerawatan. Sekian tahun berlalu, Kian muncul lagi dalam kehidupan Lupita, sebagai supplier karton untuk perusahaan tempat Lupita bekerja. Kian telah menikah dengan seorang wanita cantik. Namun sebuah peristiwa yang menimpa istrinya membuat cinta lama Kian terhadap Lupita bersemi kembali.


Impian Lupita akhirnya menjadi kenyataan saat seorang pria bule bernama Corey, cakep, bermata biru, punya karir mapan, jatuh cinta padanya dan melamarnya. Sayang, keinginan mereka untuk melangsungkan pernikahan tidak berjalan mulus.

Apa yang menghalangi rencana pernikahan mereka? Dapatkah Lupita mencapai impiannya untuk menikahi seorang pria bule? Lalu bagaimana pula dengan Kian?

Ini karya pertama mbak Dian Kristiani yang saya baca, dan bagi saya, novel ini cukup menghibur lewat penuturannya yang ringan, segar dan juga sedikit kocak. Temanya cukup unik, dengan alur yang sebenarnya mudah tertebak, namun penuturannya yang asyik membuat novel ini menarik untuk dinikmati hingga akhir.

Detail aktivitas perusahaan furnitur dan latar kota Surabaya berikut kuliner khasnya memberi wawasan yang informatif dan menjadi daya tarik lain dari novel ini. Saya termasuk penyuka novel dengan latar profesi, dan deskripsi aktivitas profesi dalam novel ini terasa hidup, bukan sekadar tempelan.  

Kultur masyarakat etnis Surabaya juga turut memberi warna lokalitas tersendiri yang tak kalah menarik. Saya masih ingat, beberapa tahun lalu saat berkunjung ke kota Surabaya, saya dibuat tersenyum-senyum sendiri saat ngobrol dengan warga etnis yang tentu saja bertampang etnis tetapi bicara dalam logat medok khas arek Suroboyo. Ini berbeda dengan lingkungan tempat saya berdomisili yang juga banyak didiami warga etnis, namun mereka lebih suka ngobrol dengan bahasa Hokkien.

Mbak Dian juga memberi karakter yang cukup realistis pada sosok Lupita dan Kian. Meski secara fisik mereka digambarkan cantik dan ganteng, tapi tetap saja memiliki kekurangan. Misalnya Lupita yang memiliki kulit tidak terang dan sedikit kusam, atau Kian yang jorok dan punya gigi kuning gara-gara banyak mengonsumsi antibiotik. Demikian pula dalam karakter sikap mereka berdua, Kian dan Lupita tetap digambarkan memiliki kekurangan yang justru membuat kedua sosok ini terasa hangat dan membumi. Saya seakan-akan bisa membayangkan tokoh-tokohnya ada di depan saya dan mendengar mereka saling bicara juga saling bertengkar dengan serunya. Kalau pun ada sosok sang Mr. Perfect, maka itu di”titip”kan penulis pada tokoh Corey sang prince charming.

Mungkin, kalau bicara sedikit kejanggalan, terletak pada inkonsistensi penulisan kata dalam bahasa asing, ada yang di-italic, tapi ada juga yang tidak. Proses hubungan Lupita dan Corey juga terasa sedikit cepat dan lebih banyak dikisahkan melalui narasi Lupita. Dan meski tokoh-tokoh utama novel ini berusia dewasa, namun secara keseluruhan, gaya penceritaannya cenderung mirip teenlit atau novel remaja.

Novel ini tak sekadar menyajikan cerita yang menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan bahwa cinta juga terkadang butuh kompromi, termasuk cinta dalam pernikahan. Keinginan dan ego pribadi tak selamanya harus diperturutkan, bahkan dengan membahagiakan orang lain, kebahagiaan juga kelak akan mengalir dalam diri kita sendiri.

Ini salah satu kalimat favorit saya dari novel ini, diucapkan oleh tokoh Makbo (hal.234) :

"Cinta bukan lagi ukuran mutlak. Rasa gembira dan saling memiliki, itu yang lebih penting."

 Jadi, pria bule atau pria lokal, cinta....atau rasa saling memiliki? :)
Kamyu....pilih mana? :)

5 comments

  1. menang lagi nih kayaknya, hihihii.. *kayak bisa meramal aja, hahaa..

    ReplyDelete
  2. Amiiin, semoga ramalan mbak tepat teyus, hehe

    ReplyDelete
  3. Saya sudah beli novelnya dan belum sempat diteruskan membacanya. Ada yang aneh, seperti yang mbak bilang, penuturannya seperti teenlit. Hem, ini yang membuat saya selalu berganti-ganti baca novel, hehehe

    ReplyDelete
  4. iya, tadinya saya kira teenlit pas lihat covernya, pas baca, ternyata tokohnya orang bekerja semua, hehe

    ReplyDelete
  5. Studi dan riset genetik menunjukkan bahwa ras asian (mongoloid dan semua pan mongoloid) lebih superior dari ras kaukasoid (kulit putih) dan kulit hitam afrika, sedangkan ras kaukasoid dan kulit hitam afrika lebih superior dari homo erectus. Ras mongoloid dan semua pan mongoloid memiliki periode evolusi yang lebih cepat dari ras kaukasoid dan kulit hitam afrika, sementara ras kaukasoid dan kulit hitam afrika memiliki periode evolusi yang lebih cepat dari homo erectus. Ada prediksi ilmiah yang mengatakan bahwa suatu saat semua ras kulit putih, kulit hitam afrika, dan keturunan campurannya akan punah sebagaimana punahnya homo erectus, neanderthal dan denisovan karena tidak mampu bersaing dengan homo sapiens. Menikahlah dengan sesama orang indonesia atau dengan orang dari ras yang masih dalam kategori mongoloid dan pan mongoloid untuk mencegah percampuran dengan genetik primitif seperti ras kulit putih dan kulit hitam afrika. Untuk memiliki fitur genetik yang lebih modern, cerdas, dan neotenized ras mongoloid hanya membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat sedangkan pada ras kulit putih dan kulit hitam afrika membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun dan bahkan evolusi ras kulit putih dan kulit hitam sudah terhenti sejak 7000 tahun yang lalu.

    ReplyDelete