Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

REVIEW NOVEL : MELBOURNE





Sinopsis :
Sesuai judulnya, novel yang jadi bagian Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) ini mengambil latar di kota Melbourne, Australia. Mengisahkan tentang lika-liku hubungan Max, sang pencinta cahaya dengan Laura yang bekerja sebagai penyiar. Mereka yang awalnya bersahabat, lalu jatuh cinta, putus, dan dalam lika-liku itu, sempat hadir pula Evan, calon suami Cee yang tak lain adalah sahabat Laura. Ada perasaan yang tak terungkap antara Laura dan Evan, namun Evan pada akhirnya menikah dengan Cee.


Lalu, bagaimana pula akhir kisah hubungan Max dan Laura?

================================================

Pada novel ini, Winna kembali menunjukkan kelasnya sebagai penulis novel roman dengan diksi yang manis, kaya dan cerdas. Seperti novel-novelnya sebelumnya, Winna juga berhasil mengemas tema yang sangat sederhana ini dalam alur dan plot yang tidak mainstream. 

Tidak ada konflik yang meledak-ledak, juga tidak ada deskripsi latar tempat yang benar-benar detail. Cerita dituturkan dengan pov 1 secara bergantian antara Max dan Laura. Dan sebagian besar isi novel ini memang didominasi dengan penuturan naratif akan karakter Max dan Laura, interaksi dan chemistry mereka, termasuk pikiran, pandangan, hobi, aktivitas dan prinsip hidup mereka. Kehadiran sub plot yang melibatkan Cee dan Evan, meskipun porsinya tidak terlalu banyak, cukup memberi warna manis pada novel ini.

Dalam bukunya Draft 1, salah satu tips yang diberikan Winna dalam penggambaran karakter tokoh, adalah dengan membuat semacam biodata yang memuat semua hal khusus tentang tokoh tersebut, mulai dari ciri-ciri fisik, karakter, gestur khas, pandangan hidup, motivasi, kegelisahan, dan lain-lain. Dan, setelah menuntaskan novel ini, saya pikir, Winna has put  hard efford to do this part.

Ini terlihat dari penggambaran segala hal tentang Max dan Laura yang sangat detail, sehingga dalam hampir setiap lembarnya pembaca akan menemukan ciri-ciri karakteristik kedua tokoh tersebut termasuk isi pikiran dan perasaan mereka.

Saya membaca novel ini dua kali, tak lain untuk mencocokkan selera saya dengan begitu banyak respon positif di goodread untuk novel ini, dan berharap dapat menambah rating yang telah saya bubuhkan di sana. Sayang, usaha saya tidak berhasil.

Maybe, I just can’t get into this. Di satu sisi, saya mengapresiasi usaha Winna menuturkan sebuah kisah roman dengan cara dan sudut pandang yang berbeda, tapi di sisi lain, penuturan yang hanya berfokus pada eksploitasi karakter dan interaksi kedua tokohnya, membuat saya tidak mendapatkan kesan berarti setiap kali menutup novel ini sebelum kembali melanjutkan. 

Tidak ada sesuatu yang memorable buat saya tentang Max dan Laura saking banyaknya informasi tentang mereka berdua yang dijejalkan di dalam cerita. Saya bahkan lebih terkesan pada kehadiran Evan di tengah-tengah hubungan mereka berdua. Andai porsi Evan dan Cee sedikit lebih banyak, saya pikir, saya bisa lebih menyukai novel ini. Dan, ini mungkin sedikit subjektif, dimana saya merasa kurang klik dengan kultur yang diangkat Winna dalam novel ini dan juga dalam beberapa novel sebelumnya.

Meski demikian, novel ini memberi saya pengalaman dan kesan membaca yang berbeda, juga kosakata bahasa Inggris yang cukup banyak, dan seperti yang telah saya ungkapkan, saya yakin, Winna telah melakukan usaha maksimal pada novel yang bertabur banyak lirik lagu ini.


Judul                          :            Melbourne : Rewind
Penulis                        :            Winna Efendi
Penerbit                      :            Gagas Media
Tebal                          :            328 hal
Jenis                           :            Fiksi
Terbit                          :            2013
ISBN                          :            9797806456




4 comments

  1. Saya setuju sekali. Bocoran aja, saya sangat menikmati baca novel2 Mbak Winna. Tapi saya enggak dapat kesan yang sama ketika baca novelnya Dee. Kenapa saya hampir lupa semua cerita di novel2nya Mbak Winna. Tapi saya masih ingat garis besar novel2nya Dee. Aneh enggak ya?

    ReplyDelete
  2. Novel dee mungkin lebih kuat penjiwaannya x ya, jadi memorable. Novel winna cirinya manis diksinya:-)

    ReplyDelete
  3. Ah, jadi ingat saya susah payah mengingat cerita detail Refrain waktu filmnya keluar. Padahal udah baca novelnya. Udah bikin reviewnya juga. Trus baca reviewnya juga masih belum ingat juga detail ceritanya. Hahaha...

    Btw yang ini... saya merasa kurang klik dengan kultur yang diangkat Winna dalam novel ini dan juga dalam beberapa novel sebelumnya --> maksud mbak Lyta kultur cewek cowok tinggal bersama seperti di Ai?

    ReplyDelete
  4. Yanti : kira2 seperti itulah, hehe

    ReplyDelete