Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Review Chicken Soup for The Chocolate Lover’s Soul : Sentuhan Cokelat dalam setiap Cerita


Judul               :           Chicken Soup for The Chocolate Lover’s Soul
Penulis             :           Jack Canfield, Mark Victor Hansen, dan Patricia Lorenz
Penerbit           :           Gramedia Pustaka Utama
Terbit               :           2011
Halaman          :           228 hal

Ini menjadi pengalaman kedua saya bersama serial Chicken Soup, setelah serial sebelumnya Chicken Soup for The Coffee Lover’s Soul, sukses membuat saya yang memang sudah lama seorang coffee-lover, dengan sepenuh kesadaran meningkatkan konsumsi kopi 3 in 1 saya menjadi dua kali sehari setelah menamatkan serial tersebut.


Saya bukan seorang pencinta cokelat atau chocolate-mania, namun membaca lembar demi lembar Chicken Soup yang satu ini, mampu meninggalkan kesan selayaknya menikmati sekotak cokelat beraneka rupa secara perlahan-lahan. Setiap kali menamatkan satu kisah, seakan ada yang menggelitik keinginan saya untuk membuka lembar berikutnya, lagi dan lagi. Perasaan senang, namun terasa belum “cukup” sebelum menghabiskannya hingga tuntas. Deskripsi yang detail tentang cokelat pada masing-masing kisah juga membuat saya seakan-akan dapat mendengarkan gemerisik kertas timah pembungkus cokelat saat dibuka, melihat cokelat dalam beragam bentuk dan tak tahan untuk menyantapnya, lalu berkhayal bahwa cokelat itu kemudian melumer pelan-pelan dalam kunyahan saya.

Serial ini terdiri atas 55 kisah yang dibagi dalam tiga bab, yaitu : Kesenangan yang amat Lezat, Menggelitik Saraf Perasa, dan Rendezvous yang Menyenangkan. 

Pada bab satu, Kesenangan yang Amat Lezat, kita akan menemukan kisah-kisah yang inspiratif dan menyentuh dari para pencinta cokelat. Dari bab ini, saya memiliki 4 (empat) kisah favorit, yaitu Kejutan Lima Belas Sen, Dotty Kurus dan Cokelatnya, Ceri Berbalut Cokelat, dan Sinar Mentari Cokelat yang Manis.

Kejutan Lima Belas Sen yang menjadi kisah pembuka, bercerita tentang sepasang suami istri yang hidup prihatin, namun sang suami yang bekerja sebagai serdadu, tetap berusaha memberikan hadiah istimewa pada sang istri tercinta pada hari Natal ditengah-tengah kemiskinan dan keterbatasan mereka. Hadiah yang tak lebih dari empat butir gula-gula berbalut cokelat, sesuatu yang sangat sederhana, tetapi sudah tergolong mahal buat mereka, dan ternyata membuat momen itu menjadi sangat istimewa dan memorable.

Pada kisah berikutnya, Dotty Kurus dan Cokelatnya, bercerita tentang seorang nenek tua yang kurus, suka berpakaian bergambar kucing dan hidup dalam serba kekurangan dan kesepian,  namun hampir setiap hari ia selalu membagi-bagikan cokelat kepada orang-orang di sekitarnya. Saat ditanyakan alasannya melakukan semua itu, jawaban yang meluncur dari bibirnya begitu sederhana namun mengharukan, bahwa Dotty hanya ingin orang-orang tersenyum padanya.

Ceri Berbalut Cokelat pula berkisah tentang seorang anak yang berusaha keras mengumpulkan lebih banyak uang saat bekerja sebagai penata pin di lintasan bowling, demi membelikan sekotak cokelat untuk ulang tahun ibunya.

Kisah Sinar Mentari Cokelat yang Manis, juga tak kalah menyentuh saat bertutur tentang bagaimana seorang pengemis anak-anak di India, yang setiap kali menerima hadiah sebatang cokelat dari seorang dermawan, maka ia pasti akan membagi-bagikannya kepada pengemis anak-anak lainnya. Tak peduli bahwa bagian yang ia terima menjadi sangat kecil, dan betapa ia menganggap cokelat seakan emas berharga.

Pada bab kedua, Menggelitik Saraf Perasa, giliran kisah-kisah tentang cokelat yang membangkitkan senyum bahkan tawa pula yang mengisi setiap lembarnya. Dari bab ini, kisah favorit saya adalah Saat Darurat, Pecahkan Kaca, dan Keisengan Mickey. Kisah yang pertama adalah tentang bagaimana seorang suami bersikap secara tepat pada sang istri yang sangat kecanduan cokelat, dan berhasil pula menurunkan sikap dewasanya itu pada generasi berikutnya. Sedangkan Keisengan Mickey, berkisah tentang bagaimana Mickey yang mengerjai saudaranya dengan memberikan hadiah berupa sekotak cokelat yang sudah ia gigit tanpa merusak kemasan dan kertas pembungkusnya.

Bab terakhir, Pertemuan Yang Menenangkan, sesuai judulnya, menyajikan kisah-kisah yang menenangkan perasaan tentang cokelat, dan momen-momen dimana cokelat selalu hadir sebagai pelengkap suasana dan membuat hari menjadi lebih berkesan. Saya punya dua kisah favorit disini, yaitu Cokelat – Aku Lebih Hebat, yang sedikit diluar dugaan, tampil beda dari kisah-kisah lainnya dengan diksi yang lebih puitis dan memosisikan sang cokelat sebagai sang penutur, dan Lemari Es Tanpa Fudge, yaitu tentang seorang istri yang berusaha menemukan cokelat dalam lemari es, dan ternyata yang ia temukan adalah kertas-kertas pembungkusnya saja, namun uniknya setiap ekrtas pembungkus itu dilengkapi dengan nama dan tanggal pernikahannya dan sang suami.

Ada lima poin menarik saya temukan dari buku ini :

Pertama, bahwa merk cokelat yang paling sering muncul adalah Hershey’s Kisses, jauh mengalahkan merk-merk cokelat terkenal lainnya.

Kedua, bahwa cokelat sering dianalogikan dengan sesuatu yang pahit-manis, pahit karena dianggap kurang baik bagi bentuk tubuh dan kesehatan, para penikmatnya selalu merasa bersalah setiap kali tak tahan dengan godaan untuk menyantap cokelat ketika sedang berdiet, namun cokelat terbukti sangat manis untuk indera perasa, menjadi makanan yang dalam banyak peristiwa sangat manjur sebagai peredam emosi, meningkatkan semangat, memberi perasaan tenang, dan menjadi perekat cinta dan kasih sayang.

Ketiga, di berbagai belahan dunia, cokelat kerap muncul dalam berbagai hari perayaan, seperti Natal, valentine, resepsi pernikahan, ulang tahun, maupun sebagai cinderamata spesial untuk seseorang yang dikasihi.

Keempat, serial ini juga turut menambah wawasan tentang berbagai macam jenis makanan dan minuman yang berbasis cokelat serta kilasan-kilasan sejarah tentang cokelat.

Kelima, bahwa setelah menutup buku ini, saya mendadak teringat dengan beberapa batang Hershey yang dibawa suami dari Wisconsin, dan masih tersimpan utuh di dalam freezer :)

Tidak banyak hal-hal yang mengganggu sepanjang membaca buku ini, selain sedikit kesalahan judul pada bab pertama, (pada kata pengantar tertulis Kesenangan, namun pada lembar berikutnya tertulis Kenikmatan), juga beberapa kisah yang pemaparannya terlalu singkat sehingga sentuhan inspiratifnya menjadi kurang “menggigit” dibandingkan kisah-kisah yang lain.

Bagi anda penyuka cokelat, membaca buku ini sangat mungkin akan mendorong anda untuk mengisi kulkas anda dengan lebih banyak cokelat, dan anda tidak lagi merasa bersalah saat menyantap cokelat secara berlebihan untuk mengatasi rasa sedih atau untuk membangkitkan semangat, karena diluar sana, terdapat ramai orang yang berbuat hal serupa. Dan bagi anda yang kurang menyukai cokelat, boleh jadi, setelah menutup buku ini, diam-diam anda akan memasukkan beberapa batang cokelat – sesuatu yang tak pernah anda lakukan – saat berbelanja kebutuhan makanan di swalayan :).


12 comments

  1. Makasih mbak Eky udah mampir, belum sekeren resensi mbak Eky, hehe

    ReplyDelete
  2. Keren review-an Mbak, saya jadi penasaran pengen baca:3 wah detail banget :D

    ReplyDelete
  3. Sabariah : siap2 ngiler coklat kalo baca buku ini, hehe

    ReplyDelete
  4. Poin 2 ngena banget tuh, Mbak. Saya suka coklat tapi khawatir tambah nduuut :p

    ReplyDelete
  5. Yanti , ternyata penikmat coklat kekuatirannya serupa ya, hehe

    ReplyDelete
  6. membaca resensimu membuat saya belajar hati-hati dalam menulis, setidaknya suka deh dengan resensi yang memberi masukan positif, nice mba ^_^

    ReplyDelete
  7. reviewnya manis.. semanis coklat.. :)

    ReplyDelete
  8. Gpp san ngemil aja biar gemukan dikit:-)

    ReplyDelete