Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

RESENSI DA CONSPIRACAO






Judul : Da Conspiracao

Penulis : Afifah Afra
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Tahun : 2012

Sinopsis (nyontek di goodread :)) :
Raden Mas Rangga Puruhita, pemuda terpelajar, sarjana ekonomi lulusan Leiden, ningrat Jawa, dan visioner. Ia dibuang ke Flores karena terlibat dalam gerakan melawan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda.

Tan Sun Nio, gadis yang jelita, cerdas, ambisius, dan terlahir dari keluarga keturunan Tionghoa yang konservatif. Ia membuang diri ke Flores karena dikhianati calon suaminya. Namun, ia justru berhasil membangun sebuah kerajaan niaga terbesar di Indonesia Timur, dan menjadi orang terkaya di Flores.

Adapun Flores yang mereka datangi, sama-sama medan yang penuh bara. Awal abad XX, pulau itu baru beralih kekuasaan dari Portugis ke Belanda. Kondisi belum stabil. Bajak laut dan perampok merajalela. Pemberontakan para raja kecil atau mosalaki membuat bumi kian porak poranda.

Suratan nasiblah yang kemudian membuat mereka bertemu. Awalnya saling berhadapan sebagai lawan. Namun, mereka justru didekatkan ketika sama-sama terjebak dalam sebuah konpirasi tingkat tinggi. Konspirasi yang melibatkan sekelompok bajak laut yang dikoordinasi secara rapi menyerupai Mafioso di Sisilia: Bevy da Aguia Leste.


------------------------------------------------------------------------------------------------


Novel ini menjadi lanjutan dari De Winst dan De Liefde, dan kali ini kembali menampilkan sang tokoh utama RM Rangga Puruhita, yang pada trilogi ini didampingi sang tokoh utama wanita yang baru lagi bernama Tan Sun Nio.

Saya setuju dengan ide penulis 'menghilangkan' Rangga pada novel sebelumnya yaitu De Liefde, karena jika terus-terusan ditampilkan, saya jadi teringat film James bond, dimana tokoh utama prianya 'mentas' terus, dan dalam setiap episodenya pasti didampingi wanita cantik yang berbeda-beda. Apalagi dalam trilogi ini, selalu diceritakan kalau tokoh Rangga pasti jatuh cinta dengan tokoh wanitanya begitu juga sebaliknya :)

Pada episode kali ini, entah kenapa saya merasa bahwa tokoh sentralnya sebenarnya adalah Tan Sun Nio, dan kehadiran Rangga disini, untungnya dapat 'diselipkan' dengan baik oleh penulis dalam setiap lekuk liku intrik dan konspirasi hingga nggak terasa sebagai tempelan.

Untuk review kali ini, saya mau membagi opini saya dalam dua poin.

Pertama, poin plus :
- novel ini menjadi bukti kepiawaian seorang Afifah Afra sebagai penulis yang udah punya jam terbang tinggi, telah menelurkan banyak karya, punya integritas tinggi,  punya kualitas diatas rata-rata, dan juga....grown up. Ya. Karena nggak sedikit juga kok, penulis yang udah punya belasan karya, tapi kualitas karyanya stagnan, dan (mungkin) juga, seperti Afifah pernah bilang, termasuk yang lagi nulis review ini :)
Dari semua sudut intrinsik pembangun fiksi, novel setebal 600an halaman ini hampir nggak punya cacat cela deh. ya diksinya, plot, alur, setting, semua bekerja nyaris sempurna.

- novel ini juga membuka fakta sejarah akan hal-hal yang mungkin tak pernah terekspos dalam buku-buku pelajaran sejarah secara detail, seperti perdagangan opium, adanya raja-raja kecil dan perebutan kekuasaan antara raja-raja kecil tsb salah satunya yang pernah terjadi di Flores. Cara bertutur Afifah yang asyik, membuat novel bergenre sejarah ini sama sekali nggak ngebosenin ataupun bikin pusing dan dahi berkerut.

Kedua, poin yang sedikit membingungkan tapi saya memilih untuk maklum :)) :
- pada bab-bab awal, sering terjadi inkonsistensi pov, kadang ngomongnya Rangga, kadang aku, nya, ia, dsb. Entah ini typo atau emang disengaja, saya nggak ambil pusing banget deh, yang penting saya masih ngerti kalau yang lagi ngomong itu si Rangga cukup dengan lihat judul babnya, bukannya si Ramos atau Raul Lemos :)

- awalnya saya kira pergantian si penutur antara Rangga dan Tan Sun Nio akan berlangsung secara konsisten, tapi dalam beberapa bab pertengahan, justru terdapat beberapa bab yang berturut-turut dituturkan oleh Rangga. Kalo nggak gitu, alurnya mandeg kali ya? ya udah deh dimaklumin aja, meski kalau bisa konsisten, sepertinya bakal lebih rapi.

- novel ini juga memuat banyak kosakata daerah yang nggak saya pahami, dan saya juga males mau ngecek KBBI, mungkin maksudnya mau ngenalin kalau perbendaharaan kosakata kita itu sebenarnya kaya, sayang aja nggak pake glosarium. Yang ada glosariumnya justru bahasa asingnya. dan berhubung letaknya di belakang, saya juga males mau ngintip. Nggak apa-apa jugalah, yang penting masih paham ceritanya, dan berhubung kosakata lokal tsb banyak dari bahasa Jawa dan penduduk negeri ini juga banyak terkonsentrasi di Jawa, yang suku minoritas seperti saya cukup ngangguk2 mafhum sajalah :)

 - jika pada setting tempat, metode "show" si penulis bekerja sangat baik, saya nggak merasa hal yang sama berlaku pada setting karakter tokohnya. karena saya masih 'terbantu' untuk mengenali watak tokohnya melalui 'tell' yang justru dari si tokohnya sendiri. Misalnya, saya tahunya Tan Sun Nio itu cerdas karena si tokohnya sendiri yang ngomong kalau dia itu cerdas. Hal ini juga saya temui dalam penggambaran beberapa tokoh novel lainnya dari penulis. Untuk watak Tan Sun Nio sendiri dalam novel ini, juga watak sebagian besar tokoh wanita dalam novel2 penulis, misalnya Sekar Prembayun dalam De Winst, atau Rachel dalam tarian Ilalang, saya nggak terlalu merasakan ke'cerdas'an mereka, yang lebih menonjol malah watak mereka yang keras kepala, sedikit nekad dan kurang perhitungan. Karakter penulisnya juga kali ya? ups just kidding :D

- nah, ini dia nih, saya kira saya hanya menemui plot amnesia dalam film The Vow, novel Mahogany Hills dan banyak fiksi lainnya, eh di sini ternyata ada juga :) yaa sebenarnya suka-suka penulisnya sih, bukan Afifah namanya kalau nggak demen bikin tokoh prianya menderita. Sudahlah ditahan, cinta nggak kesampean, dibuang, disiksa, mau dibunuh, eh malah amnesia pula. Untunglah saya nggak bersimpati dengan Rangga, jadi saya masih akan menunggu 'siksaan' apalagi bakal dihadapi Rangga pada kisah lanjutannya nanti :)

- untuk konfliknya sendiri, dalam kacamata pembaca amatiran kaya' saya, kesannya terlalu banyak deh, overdose, hngga pada bab-bab akhir, saya mulai merasa 'lelah', pengennya ada 1-2 bab akhir yang fungsinya buat cooling down, eh ternyata sampai tetes kalimat terakhir pun, masih penuh liukan konflik. Nggak apa-apalah, at least, saya jadi nyari-nyari novel Ilana Tan lagi buat cooling down dan baru paham kenapa novel2 jenis ini (harus) ada, hehehe.

Berhubung GRI hanya kasih rating tertinggi di angka 5, maka saya taroh angka 5 juga untuk novel ini. 5 untuk jalinan ceritanya yang apik dan 5 juga untuk proses kerja keras dibalik novel ini yang saya yakin adalah sebuah kerja keras yang luar biasa. Padahal, maunya saya untuk novel2 rumit seperti ini, range ratingnya bisa 1 - 10.
Dan meski novel ini adalah novel Afifah terbaik sepanjang yang pernah saya baca, favorit saya masih KDKK, karena menurut saya disini Afifah berani keluar dari comfort zone, dengan menampilkan diksi yang lebih membumi, mengangkat tema yang real juga humanis, karakter-karakter tokoh yang juga membumi, jadi nggak melulu berkutat seputar cowok cerdas, atau wanita cerdas (dan yang mengaku cerdas) yang saling jatuh cinta satu sama lain :) serta satu-satunya novel Afifah yang berhasil bikin saya menitikkan air mata saat kepodangnya mati (alasan paling nggak reasonable yak, hihi).

Sekian, teima kasih buat yang udah berkenan mampir, mohon maaf kalau resensinya (sedikit) ngaco :)

12 comments

  1. Hehehe... ini resensi gaya 'Riawani Elyta' sangat khas. Tajam, kuat, rinci, sedikit 'nakal' alias 'selenge'an'. Tapi, I like it! No Doubt.
    Iya, jangankan pembaca, saya sendiri ngos-ngosan saat menulis novel ini. Tetapi, namanya Konspirasi memang selalu melahirkan ketegangan, bahkan hingga titik-koma terakhir. Konspirasi itu menegangkan, selalu melahirkan sesuatu yang tak terduga. Tapi, well, mestinya saya memang kudu sedikit mengurangi kesukaan saya bertegang-ria.
    Dan, lepas dari itu, bagi saya, kritik itu seperti garam yang melezatkan masakan. Atau, jika analogi itu kurang pas, ya mirip cabe rawit yang menemani sepotong tempe goreng kesukaan saya.

    ReplyDelete
  2. WOW! cuma itu yang ekspresi awal saya baca resensi Riawani dan..ngakak baca beberapa kalimat yang disebut Yeni 'Nakal' (kali)
    detil banget, dan meski belum baca tuntas karena cuam dikirim satu nih novel sama penulisnya (ga jelas maksudnya, novel rada rumit gini dikirim satu kwkwkww....
    saya sdh kagum sama gaya penulisan Yeni yang detil di deskrip,terlihat suka baca dan blusuk-blusuk. trus mau tanya..hobby banget sih bikin tokoh cowok beraden-raden gitu X.X (salah fokus)

    ReplyDelete
  3. @Eni Martini: nggak tahu mbak... muncul dari alam bawah sadar. Eh, nggak... mungkin gini, secara saya kan suka sekali setting sejarah. Dan saya juga suka tokoh yang cerdas. Orang-orang cerdas zaman itu kan ya memang dari kalangan ningrat. Gitu...

    ReplyDelete
  4. Ehmmmm...jadi ingat anak bakul tempe di para priyayi*komennya nyambung gak:D

    ReplyDelete
  5. BTW iseng ah, Ini blog kenapa lambangnya makanan enak-enak yah X.X

    ReplyDelete
  6. Wah, rangganya amnesia? jadi kayak sinetron ya.. XD

    ReplyDelete
  7. Selalu suka sama resensinya Mbak Lyta. Iya beli ah. ada diskon kan Mbak Yeni. *Kedip-kedipin mata :D

    ReplyDelete
  8. Saya selalu suka karya-karya mbak Yeni. saya baca novel-novel beliau sejak sepuluh tahun silam.
    Untuk trilogi ini, sayangnya saya belum punya satu pun :D

    ReplyDelete
  9. Iya oci, lina, recommended bgt kok novelnya, dgn tebel 600an hal, itungannya gak terlalu mahal :-)

    Yeniiii, ade komisi gak bwt ane udh ngeresensiin nih? Hihihi

    ReplyDelete
  10. Bagus tiga2nya mbak eki, menyadarkan kita bahwa penulis2 spt yeni sangat layak dilestarikan, wkwkwk

    ReplyDelete
  11. Untung amnesianya hanya selingan :-D sebenarnya aku ingin menyisipkan ide bahwa hafalan Al-Quran tidak akan hilang meski Rangga diceritakan terbentur2 batu karang saat diselamatkan dari cengkeraman anak2 buah Djanggo Da Silva. Selain itu, utk menguatkan, bahwa rasa cinta seringkali tak seiring sejalan dengan rasio. Dalam keadaan hilang kesadaran, Rangga masih merasakan bahwa dia jatuh cinta pada Tan Sun Nio, begitu... jadi amnesianya tak sinetronis. IMHO

    ReplyDelete