Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Review Film Fast & Furious : Hobbs & Shaws , Saat Fast & Furious Tak Lagi Bercerita Tentang Balap Mobil

Rabu, 31 Juli 2019 lalu, saya berkesempatan menonton film laga terbaru Fast & Furious Hobbs and Shaws di bioskop XXI oleh undangan dari Bank BCA. Rasanya excited juga, bisa nonton di hari perdana pemutaran.

Film ini bercerita tentang Luke Hobbs dan Deckard Shaws yang terpaksa bekerjasama untuk menyelamatkan adik Shaw, Hattie, yang menyimpan virus mematikan dalam tubuhnya demi menghindarkan virus tersebut dari kejaran Brixton. Digambarkan, bahwa Hobbs dan Shaws tidak pernah cocok, saling berseteru, saling ejek, dan saling merasa lebih. Dalam beberapa kesempatan juga, keduanya saling mengusili bahkan mencoba mencelakakan satu sama lain. 


Sementara itu, Brixton (Idris Elba) yang digambarkan sebagai manusia setengah robot dan sangat kuat, bermaksud menggunakan virus itu untuk tujuan jahat dibawah kendali Eteon. Maka, kisah pun mengalir dengan upaya menyelamatkan Hattie dan virus tersebut dari kejaran Brixton serta upaya mereka dalam melawan Brixton beserta pasukannya.

Bagi penikmat setia film Fast & Furious, kalian nggak bakal menemukan koneksi film ini dengan seri-seri sebelumnya. Karena film ini – sesuai judulnya - memang terfokus pada kedua tokoh botak yang diperankan Dwayne Johnson dan Jason Statham. Hanya kebetulan saja, keduanya sering muncul dalam seri Fast & Furious sebelumnya. Jadi, ekspektasi saya sebelum nonton tentang bakal menemukan banyak adegan balap-balapan mobil, sirna. Memang sih, terdapat beberapa kali adegan kejar-kejaran mobil yang cukup spektakuler. Tetapi, pada film ini, unsur laga yang didominasi adegan perkelahian diwarnai teknologi futuristik dan science fiction khas Hollywood, lebih terasa sebagai “ruh”nya.

Masih terdapat beberapa plot yang bolong, seperti adegan ibu Shaw dan Hattie yang dipenjara di awal cerita tanpa ada penjelasan tentang kenapa dia dipenjara, dan saya sempat menduga cerita ini akan berakhir dengan pertemuan kembali sang ibu dengan kedua anaknya, namun tidak terjadi. Juga tentang perusahaan teknologi yang merakit Brixton menjadi robot. Info tentangnya hanya muncul sekilas-sekilas, dan akhir cerita sepertinya memang sengaja dibuat menggantung oleh “ancaman” Eteon terhadap nasib Hobbs, Shaw dan juga Hattie. Sepertinya, kisah ini masih akan berlanjut dengan kembali menghadirkan duo Hobbs dan Shaw sebagai tokoh utamanya melawan muslihat baru Eteon.

Pemeran utama wanita film ini diperankan oleh Vanessa Kirbie. Sosok yang ternyata cukup sering tampil di film laga, dan menurut saya bentuk wajahnya setipe dengan Scarlet Johansson yang memerankan Black Widow dalam seri The Avenger. Aktingnya lumayanlah, dan jujur saja, saya lebih fokus pada bulu mata palsunya, body-nya yang keren, dan busana-busananya yang stylish, hehe.
Sosok antagonis Brixton yang diperankan Idris Elba banyak dipuji oleh konsistensi aktingnya sepanjang cerita. Dan ucapannya yang muncul beberapa kali “I’m The Black Superman” menjadi ikon tersendiri untuk film ini.

Kalau untuk duo Johnson dan Statham sih, nggak perlu diragukan lagi kualitas akting terutama adegan perkelahiannya. Karena keduanya memang jago bela diri. Dialog saling ejek dan perseteruan antara keduanya yang dibalut unsur komedi menjadi selingan yang cukup menghibur. Meskipun ejekannya, lumayan sering menggunakan kosakata 17+.

Untuk adegan kissingnya hanya muncul dua kali dan juga nggak terlalu lama, jadi sepertinya cukup pas lah dengan segmen penontonnya yang 17+. Selebihnya, nggak ada adegan hot dan busana Hattie juga masih tergolong “sopan” untuk film-film sejenis. 

Oh ya, ada kejutan dihadirkan oleh kemunculan Ryan Reynold dalam film ini sebagai agen CIA yang sikapnya cenderung konyol dan asal. Sepertinya lagi nih, Reynolds bakal dimunculkan lagi jika seri ini masih akan berlanjut. 

Film ini lumayan seru buat para penggemar film laga, meskipun nggak ada yang benar-benar baru juga dari jalan ceritanya. Kebaruan justru terjadi dengan adanya unsur science fiction yang sebelumnya tidak pernah ada dalam seri Fast & Furious. Unsur humanisnya tetep ada, tetapi nggak sedrama film Avenger : End Game yang katanya cukup banyak penonton dibikin mewek oleh endingnya. (baca : Review Film Captain Marvel)

Quote favorit :
Kamu pakai teknologi, kami pakai hati. Sehebat apapun teknologi, tidak akan bisa mengalahkan hati.

7.7 / 10 star.

2 comments

  1. Duh quotenya mantap banget mbak. Mungkin membawa nama fast and furious untuk menarik penonton ya �� Kalau adegan balap mobilnya sedikit, pecinta kebut2an ala fast and furious bakal sedikit kecewa ya ��
    Eh, tapi, rating film ini bagus juga ya sepertinya.

    ReplyDelete