Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Saat kau sudah tak menarik lagi bagiku


Disclaimer : tulisan ini bukan tentang cinta, bukan pula tentang teaser novel, jadi, jika kalian telanjur berekspektasi demikian, lebih baik skip saja tulisan ini sebelum menyesal ☺.

Sudah lama juga saya nggak mengisi blog ini dengan 100% curhat  murni. Makin kesini, blog saya lebih didominasi oleh placement, review, fiksi, promo buku dan artikel lomba. Tetapi kali ini, saya ingin menulis sesuatu yang berbeda.

Saya ingin bercerita tentang lika-liku hubungan saya dengan social media, khususnya facebook yang sudah menjadi soulmate saya sejak akhir 2009. Saya katakan soulmate, karena hampir tak ada hari yang saya lewati tanpa mengakses facebook. Jumlah tertinggi friendlist saya juga ada di socmed yang satu ini. Dan sebagian besar interaksi saya di dunia maya, juga terjadi di facebook.

Jujur, saya sempat khawatir akan ketergantungan yang cukup tinggi ini. Dan kekhawatiran ini kian membesar saat saya mulai merasa ada yang kurang saat sehari saja belum meng-update status, saat saya menjadi kian peduli pada jumlah like dan komentar, lalu sibuk bertanya-tanya sendiri saat status saya hanya menuai sedikit “perhatian”, bahkan terkadang pertanyaan-pertanyaan dalam hati terus berlanjut saat melihat besarnya perhatian yang diperoleh (status) orang lain. Cukup dengan menyapa “selamat pagi” atau mengunggah foto yang sebenarnya tak terlalu artistik, namun perhatian yang didapat jumlahnya mencapai tak kurang ratusan like dan puluhan komentar. Apakah sang pemilik status seorang yang populer atau seleb? Enggak juga.

Sampai akhirnya saya bertanya pada diri sendiri, apa yang saya harapkan dari banyaknya jumlah like dan komentar? Apakah sekadar menginginkan perhatian semu? Atau ingin menjadi populer? Atau pembuktian akan eksistensi?

Awalnya saya bermaksud membuat semacam mapping dan penelitian kecil-kecilan, atas status dan unggahan foto macam apa yang menarik perhatian dan mana yang sepi. Tetapi lama-lama, saya pun enggak ada waktu lagi untuk menganalisa hal ini.

Baru-baru ini, saya membaca sebuah artikel di majalah tentang hubungan psikis seseorang dengan sosial media. Disebutkan, ada beberapa kecenderungan yang bisa dianggap “gangguan” psikis jika terjadi pada seseorang dalam keterkaitannya dengan sosial media. Saya tak ingat persis definisi masing-masing gangguan tersebut. Beberapa “gangguan” yang masih saya ingat, antara lain : a. Jika kita merasa seolah-olah mendengar notif dari Hp padahal sebenarnya tidak, b. Sering melakukan deep-stalking pada akun tertentu dengan alasan tertentu pula, c. Merasa iri berlebihan pada status “pamer” orang lain, d. Menghitung-hitung jumlah setiap like dan komentar yang kita peroleh,  e. Kekhawatiran untuk terlupakan jika tak eksis di sosial media, f. Dan sebagainya.

Saya juga enggak tahu apakah kekhawatiran saya dapat dikategorikan ke dalam salah satu atau lebih dari gangguan tersebut. Tetapi satu hal yang saya syukuri, bahwa sebelum saya menemukan artikel tersebut, saya sudah lepas dari semua kekhawatiran yang sudah saya ceritakan di atas.

Ya. Pada akhirnya saya mengalami semacam titik balik. Dari yang sebelumnya menganggap notif facebook sama pentingnya dengan panggilan tak terjawab, kini saya lebih sering men-setting akun facebook dalam kondisi log out. Dari merasa ada yang kurang jika belum meng-update status, kini saya justru merasa luar biasa enggan untuk melakukannya. Keinginan atas respon, perhatian dan popularitas semu di sosial media yang sempat muncul kini justru berbalik menjadi kekhawatiran yang kontradiktif.

Ya. Saya kini justru merasa khawatir jika kalimat-kalimat inspiratif yang saya update di facebook terlalu berjarak dengan kualitas diri saya yang sesungguhnya. Saya takut untuk menjadi populer dan membentuk citra yang terlalu muluk dibandingkan apa adanya diri saya. Saya khawatir jika foto-foto perjalanan yang saya lakukan lebih banyak menuai respon negatif orang lain ketimbang merasa terinspirasi. Saya khawatir jika foto-foto diri saya khususnya yang sendirian atau dalam jarak dekat bisa memancing hasrat lawan jenis, dan sebagainya.

Kira-kira, kekhawatiran mana yang lebih berbahaya dengan kekhawatiran saya saat masih menjadikan facebook sebagai soulmate? Tentu aja, kalian bebas merespon sesuai versi dan persepsi masing-masing. Satu yang pasti, facebook buat saya sudah tak lagi menarik. Terlebih-lebih, saat berita-berita hoax dan berita yang bernuansa negatif kian membuat media ini sesak. Facebook buat saya tak lagi terasa nyaman sebagai tempat melepas penat. Kadang-kadang, facebook juga membuat saya kehilangan banyak waktu yang seharusnya bisa saya gunakan untuk hal-hal lain yang lebih penting. Berbeda dengan suatu masa dulu, ketika facebook memang jadi sumber informasi saya untuk mengakses info lomba dan proyek menulis.

Padahal, soulmate yang baik seharusnya bisa mendorong saya jadi lebih produktif, lebih dekat kepada Allah, lebih merasa nyaman, dan bukan sebaliknya. Jadi, saya putuskan untuk akhirnya tak lagi menganggap facebook sebagai socmed soulmate saya.

Tetapi, saya tak benar-benar “putus” atau say goodbye dengan facebook. Sesekali, saya masih menaruh like atau komentar di status orang-orang yang saya kenal. Masih membagikan link blog jika ada post terbaru, ikutan kuis dan buzzer yang hanya digelar di facebook, juga membaca dengan saksama status-status yang mengandung muatan ilmu dan motivasi. Jika nanti (masih) ada buku saya yang terbit, tentu saja facebook masih menjadi prioritas utama saya untuk promosi, mengingat jumlah terbesar friendlist saya ada di akun ini.

Sekarang, saya lebih aktif di instagram. Media ini terasa lebih menyenangkan kini karena banyak gambar dan foto cakep bertebaran, jarang sekali ketemu berita hoax ataupun curhatan nggak jelas. Saya juga mulai menyukai fotografi dan sesekali ikutan challenge di beberapa akun fotografi di instagram.

Mungkin ada yang berpendapat, kenapa nggak manfaatin aja facebook buat “ibadah”? menginspirasi banyak orang dengan sharing ilmu atau status-status motivasi misalnya? Saya sepakat dengan pendapat ini. Sesekali saya masih melakukannya kok. Saya juga punya fanpage facebook yang fokus untuk membagikan tips-tips menulis dan promo buku terbaru. Hanya saja, untuk ber “ibadah” di akun pribadi facebook, buat saya, sulit sekali untuk 100% murni terlepas dari riya dalam bentuk paling minim sekalipun. Namanya juga “ibadah” yang terlihat dan “terbaca” oleh banyak orang, asli, buat saya yang istiqamahnya masih angin-anginan ini, masih terasa sulit untuk meluruskan niat hanya karena Allah.

Tapi ....ini hanya cerita tentang diri saya aja lho. Saya enggak sedang menyindir atau mengomentari niat dan keinginan orang lain dalam ber-sosmed.  Saya yakin setiap orang punya alasan kenapa melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Mau menggunakan sosmed dengan bijak, dengan sesuka hati, ingin menjadi sosok inspirasi atau seleb, ingin jadi motivator atau provokator (ups), ingin cari peluang job, untuk tujuan pekerjaan a.k.a nyari duit, atau buat ngelepasin apa yang enggak bisa lepas di dunia nyata, atau ingin mencari kebahagiaan yang enggak bisa didapat dalam interaksi sosial sehari-hari, semua pilihan ada di tangan kita, yang penting kita tahu konsekuensi atas masing-masing pilihan termasuk kemungkinan untuk khilaf dan siap bertanggung jawab atas konsekuensi tersebut.

Buat yang menjadikan social media termasuk facebook sebagai ladang dakwah dan pendidikan, saya dukung seratus persen. Jangan biarkan socmed kian sesak oleh berita-berita sampah, kabar-kabar hoax dan status-status negatif. Bagaimanapun, media yang satu ini tetaplah social media paling populer di tanah air dan tentu saja sangat potensial untuk dijadikan sarana dakwah dan berbagi ilmu.

Jadi.....bagi yang mungkin kangen sama (status-status) saya, jangan lagi (sering-sering) cari saya di facebook yah, saya udah jarang eksis di sini sampai ada buku baru lagi untuk dipromosikan, hehe. Tetapi kalian masih bisa lihat caption-caption dan foto-foto amatir ala saya di IG @riawani_elyta. Mau follow juga silakan banget. *bukan modus*

Sekian dulu curhat saya kali ini tentang sang soulmate yang (statusnya) kini udah berubah jadi teman biasa. Bagaimanapun, sampai hari ini belum ada social media lain yang mampu menggantikan kedekatan yang pernah tercipta antara saya dengan facebook. Saya tetap akan mengenang facebook sebagai social media yang paling banyak menyimpan kisah hidup saya, merekam jejak perjalanan hidup saya, menjadi saksi berprosesnya saya menjadi saya yang sekarang ini, dan menjadi jembatan saya untuk mengenal ribuan orang dari berbagai belahan bumi di nusantara dan mancanegara.

Buat kalian yang baca ini, hanya bisa bilang,  tetaplah ber-socmed dengan cara yang positif sesuai keinginan dan keyakinan yang bisa kalian pertanggungjawabkan tanpa harus terkontaminasi dengan tulisan ini :D Ingin share tentang kisah hubungan kalian dengan socmed ? Silakan tulis aja di kolom komentar ya, saya akan dengan senang hati membacanya :D


 Sumber gambar : Pixabay.com



25 comments

  1. Bener banget.. Facebook udah kehilangan fungsi mutlaknya sebagai penyedia jaringan pertemanan global skrg ini. Lbh banyak berita hoax krn akses share yg bebas banget.

    Tp meski begitu, saya masih mencintai FB, kenapa? Diantara berita2 hoax, saya memilih video hiburan yg bisa buat tertawa.. Hahaha

    Nice post kak Lyta.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya. Video di fb bisa panjang2. Gak terbatas kaya di IG

      Delete
  2. Saya juga jarang update status mb. Kadang mlh jadi silent reader lbh enak😊 klo aku malah bosen sama pesan broadcast via WA yang banyakan hoak

    ReplyDelete
  3. Emang harus makin bijak bersosmed yah..

    ReplyDelete
  4. Aku juga sudah mulai kurang menggunakan Facebook mbak, lebih sering ke IG. IG sekarang terlihat lebih menarik :)

    BTW aku sudah follow IG nya ya mak, bisa tuh di folbek hehehee (modus)

    ReplyDelete
  5. seiring dgn lamanya facebook berdiri, otomatis semakin berkembang, dan pastinya ada pergeseran2 baik dari facebook itu sendiri maupun penggunanya

    ReplyDelete
  6. FB masih menjadi bagian medsos yang paling mudah menyebarkan link blog bagiku hehe

    ReplyDelete
  7. Awal kenal sosmed ya FB sama persis mbak kalo ga salah aku tahun 2010 an deh. Ehh ketemu mantan kuliah juga (hadewh) awalnya seneng,makin ke sini suka ga nyaman karena terlihat Online di FB udah gitu banyak iklan pula hahaha. Dan bener mbak,enaknya IG kita bisa melihat tagar populer yg sama dengan foto yg kita unggah dan membuat tagar sendiri untuk kita xixi

    ReplyDelete
    Replies
    1. IG punya keunikan sendiri...lebih ngebetahin krn semua gambar

      Delete
  8. Saya masih pakai fb utk berbagi tulisan dan informasi yg anti hoax. Tp sy malas baca2 time line org... Hehehe. Kita harus jadi smart medsos user...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, buang waktu kalo kebanyakan baca timeline

      Delete
  9. Kecanduan itu kadang nggak sadar tapi ketika kenikamatan itu diambil paksa kok ada yang hilang rasanya kaya sakau.
    tahun 2000 aku udah kenal yahoo mesengger dan kecanduan dan puncaknya tahun 2004 sampai 2007, sehari cuma tidur 3-4 ja, Rasanya kalau ninggalin komputer galau. Takut kalau ada pesan yang nggak kebaca . Dan pas 2007 dapat kerjaan di hutan yang ngga ada sinyal telepon. Duh rasanya sakau berat sampai tangan rasanya mau digoyangin kaya orang ngetik dan tidur nggak nyenyak, nggak doyan makan. Hidup kaya ada yang kurang. Baru tahu kalau kecanduan gadget kaya gini

    ReplyDelete
  10. FB buat share url blog mba dan pamer achievement hahahaha

    ReplyDelete
  11. aku terjun ke dunia kepenulisan, berawal dari fb..😊

    ReplyDelete
  12. aku masih ketemu teman2 di fb

    ReplyDelete
  13. media sosial sekarang banyak yang bohong,harus seksama kalo memilih topik

    ReplyDelete
  14. aku masih mencintai facebook kak, ladang berkah dan pertemanan dari sana dan bertemu kalian semua.

    ReplyDelete
  15. Fb pernah saya deactivekan tahun 2009, krn mulai bosan. Tapi teman2 protes dibilang sombong, dll, jadi saya aktifkan lg. Sempat giat dipakai jualan buku anak tahun kemarin, tp lama2 malas lagi karena sinyal suka ajeb2 di belakangpadang.
    Kecanduan instagram tahun 2013-2014. Setelahnya saya delete applikasinya. Sekarang kadang2 masih suka login sesekali.
    Baru ngeh belum ngajak kak Ria berteman di FB, hehehe

    ReplyDelete
  16. Facebook masih menarik, meski fungsinya udah banyak 'disalahgunakan' penggunanya. Jadinya saya tak begitu peduli untuk buat 'status' tiap hari :)
    Lebih bermakna pertemanan dan jaringan sosial di dunia nyata

    ReplyDelete
  17. Udah mulai males ama Facebook. Aku belakangan pake Facebook cuma buat share postingan blog aja :D

    ReplyDelete