Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Yakin Mau Menjilbabkan Hati? :)

gambar dari sini

"Sebelum berjilbab, saya mau menjilbabkan hati saya dulu."

Pasti sudah nggak asing dengan kalimat ini 'kan? Biasanya terucap (sebagai dalih) oleh mereka yang  muslimah dan telah memiliki kewajiban menutup aurat tetapi merasa belum siap melakukannya.

Nah, di sini saya nggak bermaksud ikut-ikutan mempolemikkan kalimat "populer" ini, juga bukan lagi sok-sokan jadi penceramah. Sejujurnya saya juga belum sempurna dalam berbusana muslim sesuai syariah, tetapi saya hanya ingin sedikit mengemukakan dari sudut etimologi bahasa. 

 
Secara etimologis, jilbab berasal dari bahasa Arab yang artinya pakaian longgar. Atau dalam pengertian lebih luas, yaitu busana muslimah yang digunakan wanita untuk menutupi keindahan bentuk tubuhnya. Jadi yang dimaksud dengan jilbab, ya pakaian longgar seperti gamis dan abaya, sedangkan yang menutup kepala sampai leher dan dada itu namanya khimar, atau orang Indonesia menyebutnya kerudung.

Sementara hijab berasal dari kata “hajaban” yang artinya menutupi. Hijab menurut Al Quran artinya penutup secara umum. Atau diartikan sama dengan tabir atau dinding/penutup.  Bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang menutupi/menghalangi dirinya. Jadi boleh dikatakan jilbab adalah bagian dari hijab.

Jadi, ketika ada yang bilang mau menjilbabkan hati, ups, hati-hati, karena jika maknanya dianalogikan, berarti menjilbabkan hati = menutup hati. Dan kalau hati sudah tertutup, apa yang terjadi? Ya tentu saja tambah sulit menerima kebenaran apalagi untuk melihat kekhilafan diri.

Ah, sis, analoginya berlebihan tuh. Yang ngomong begitu mungkin belum tahu aja arti jilbab yang bener itu seperti apa.

Nah makanya dikasih tahu, hehe. Soal analoginya berlebihan atau tidak, saya toh sekadar melihatnya dari segi bahasa kok. Karena jilbab berasal dari bahasa Arab yang artinya seperti di atas, maka saat dipasangkan dengan benda apapun, ya artinya tetap sama. Bagi yang memang belum pingin menutup aurat, sebaiknya nggak perlulah ikut-ikutan mengucapkan kalimat yang sama. Khawatirnya lama-lama jadi terealisasi, a.k.a dikabulkan sama Allah meski kita nggak menyadari. Nah, kalau hati sudah tertutup, mau "dibuka" dengan kunci bernama hidayah itu ya tentu saja harus menunggu Sang Pemilik Hidayah untuk ngasih. Dan hidayah juga nggak datang begitu saja, tetapi Allah juga bakal melihat kesungguhan kita dalam memohon ampunan dan mendekatkan diri kepadaNya.

Dan kalau memang masih berat untuk menutup aurat, sedikit dipaksakan nggak apa-apa kok. Awalnya mungkin terasa berat, tetapi lama-lama juga terbiasa. Mau nunggu hati siap dan ikhlas dulu buat nutup aurat baru dilakuin? Ya syukur-syukur belum keburu dipanggil Allah.

Aih, sis kok ngomongnya gitu sih?

Ya iyalah. Emang kita tahu kapan kontrak hidup kita akan berakhir? Dan Allah itu Maha Tahu kok usaha hambaNya. Misalnya aja nih, kita pernah ngerasain puasa itu beraat banget, tetapi karena kita sadar itu kewajiban, biar berat kita jalani juga, eh ternyata bisa tuh kita tahan nggak batalin sampe waktunya buka. Karena siapa? Karena pertolongan Allah yang sudah menguatkan kita. Dan bersyukurlah kita atas pertolongan itu. Soalnya nggak sedikit juga lho, teman-teman kita yang nggak dapet pertolongan Allah. Begitu terasa laper en haus dikit, langsung deh batalin puasa.

Menutup aurat juga begitu. Meski awalnya berat, tetapi ketika kita menguatkan niat untuk melakukannya, insya Allah....Allah juga akan menguatkan kita untuk terus memakainya.

Masih mau menjilbabkan hati? Kita ganti aja yuk : Saya bertekad akan menutup aurat dengan baik, dan membuka hati saya untuk menerima kebenaran. Setuju? :)

Tanjungpinang, 26 Oktober 2015

Riawani Elyta





6 comments

  1. "jilbabin hati dulu" itu jawaban yang selalu kita dengar ketika wartawan mengajukan pertanyaan kepada selebritis tentang kapan mereka akan berhijab?? :) (ups, ketahuan deh suka nonton infotainment, hi hi )

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya. Mungkin awalnya pun dari mereka ya istilah ini :)

      Delete