Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi Novel Rumah Cinta Kelana : Novel Remaja Sarat Perenungan



 Sinopsis :
Cerita dibuka dengan wafatnya papa Kelana bersama supirnya akibat kecelakaan mobil. Kepergian yang menguak rahasia papa selama ini yang tidak diketahui keluarganya. Tidak juga oleh Kelana, si anak bungsu yang suka melamun dan berkhayal.

Rahasia itu adalah tentang kehadiran wanita lain bernama ibu Evi. Kelana yang semula bermaksud menyelidiki ibu Evi lewat sahabatnya Andromeda dengan maksud melabraknya, justru memperoleh pencerahan saat telah mengenal dan akrab dengan sosok ini.


Keluarga Kelana sendiri merepresentasikan keluarga kaya metropolitan, dengan anggota keluarga yang tidak peduli satu sama lain, dan sosok Mama yang menuntut anak-anaknya agar memenuhi harapannya akan standar hidup yang mapan. Kelana memiliki dua orang saudara perempuan bernama Anggita dan Kori. Meski di depan mama keduanya terlihat baik dan penurut, namun di belakang mama, Anggita pernah menggugurkan kandungan dan Kori adalah seorang pecandu narkoba.

======================================================

Ini adalah novel remaja islami yang pertama kali saya baca, kira-kira sembilan tahun silam. Dan saat menemukannya lagi sekarang, rasanya seperti menemukan harta karun, karena saya masih ingat, kesan pertama saat membaca novel ini, bahwa novel ini bukan novel yang biasa-biasa saja. Meski segmennya adalah remaja, dan merupakan pemenang sayembara novel remaja islami Mizan tahun 2002, namun cerita ini mengandung muatan filosofi dan perenungan yang mendalam.

Tema yang sebenarnya klise mampu dipotret penulisnya dari sudut pandang seorang gadis pengkhayal dan perenung dengan sangat baik. Seakan-akan pikiran dan pandangan Kelana adalah representasi dari kegelisahan dan perenungan penulisnya sendiri. Tak sedikit pula kalimat-kalimat puitis menghiasi novel yang relatif pendek ini. Di luar tokohnya yang seorang remaja, dan cerita ini bergerak dari pandangannya sebagai remaja, cara penceritaan novel ini berikut kedalaman perenungan yang dihadirkannya terasa sangat dewasa. Bahkan hal itu juga terbawa-bawa dalam dialognya. Mungkin, di sinilah letak sedikit kejanggalannya. Sebagian dialog dalam novel ini terasa puitis dan mengandung makna kias, dan rasanya terlalu dewasa saat terlahir dari mulut seorang gadis remaja seperti Kelana.

Saya kutip dialog Kelana dan Andromeda pada hal. 86 :
“Bulan madumu dengan Papa?”
“Perempuan itu muncul tepat di puncak bulan maduku dengan papa. Aku kehilangan hasrat untuk melanjutkannya...”
“Mengapa harus terhenti?”
“Maksudmu?”
“Kalian bermesraan pada level keintiman yang berbeda. Perempuan itu di level fisik yang sudah terputus, dan kamu di level imaji. Tidak ada alasan untuk menghentikannya.”

Sosok Andromeda sendiri tidak dijelaskan bagaimana latar belakangnya begitu pun bagaimana ia bisa menemukan nama dan alamat wanita yang datang diam-diam ke pemakaman papa Kelana. Dalam cerita ini, kehadiran sosok Andromeda terasa ujug-ujug lalu menjadi satu-satunya sahabat yang bisa memahami Kelana. Padahal, dengan penggunaan pov segala tahu dalam novel ini, rasanya penulis punya hak dan wewenang untuk memberi porsi lebih pada Andromeda termasuk memotret pandangan cowok ini terhadap Kelana. Namun sampai akhir cerita, novel ini memang hanya fokus pada pengisahan dari sisi Kelana.

Terlepas dari hal tersebut, jujur saja, amat sangat jarang saya menemukan novel lokal yang mengandung muatan perenungan yang mendalam seperti novel ini. Termasuk mengangkat tema yang sederhana dan klise menjadi sebuah novel remaja yang tampil beda. Mudah-mudahan, ke depan akan lahir lagi novel-novel filosofis seperti novel ini dari tangan para penulis lokal.
 

Judul          :    Rumah Cinta Kelana
Penulis       :     Sofie Dewayani
Penerbit     :     Mizan 
Tebal          :     166 hal
Jenis           :     Fiksi Remaja
Terbit         :     April 2004 (cetakan ke-3)

2 comments

  1. Yang membuat saya terngiang-ngiang dengan novel ini justru ketika Mbak Sofie membahas kematian. Bahwa orang bersedih saat takziah, bukan karena sedih ditinggalkan, tetapi membayangkan bagaimana rasanya jika dia mati...

    ReplyDelete
  2. iya yen, itu salah satu perenungannya yg bikin tercenung, dan pertanyaan2 kelana, utk apa kita sholat, kenapa yg sholat masih belum bener? juga perasaannya bahwa sang papa justru baru meraih ketenangan setelah wafat, dsb

    ReplyDelete