Support Me on SociaBuzz

Support Me on SociaBuzz
Dukung Blog Ini

Resensi Novel The Dream in Taipei City : kisah perjuangan Ella di Taipei

Ella Tan, gadis blasteran Jawa-Taiwan itu kini harus berpisah dengan ibunya di Surabaya untuk tinggal bersama sang ayah di Taipei. Ya, demi sebuah kesepakatan kedua orangtuanya yang telah bercerai. Bahwa di usia 17 tahun, Ella Tan harus tinggal bersama ayah kandungnya di negeri serumpun China itu.

Hidup bersama ayah yang sangat pendiam, dan ibu tiri beserta kedua saudara tirinya yang kejam membuat Ella merasa terasing. Namun, sinar keceriaan dia dapatkan dari sahabat-sahabat barunya di Universitas Nasional Taiwan, tempat dia kuliah. Hatinya yang polos tiba-tiba merasakan debaran cinta pada seorang dosen muda nan rupawan, Marcell Yo. Namun debaran itu harus pupus saat mengetahui bahwa hati sang dosen telah tertambat pada sosok wanita yang sempurna di mata Ella, Miss Wang. Di saat yang sama, Kim Hae Yo, pemuda Korea yang menjadi sahabat dekat Ella rupanya juga mempunyai rasa yang sama kepada Miss Wang.

Dalam keresahan itu, Ella menemukan sumber kekuatannya yang baru. Yaitu, saat sang ayah mulai menunjukkan rasa sayang kepada putri tercintanya. Sebuah impian mulai menguncup, impian untuk menyatukan ayah dan ibu yang ternyata masih saling mencinta. Akahkan impian Ella akan terwujud? Dan mengapa kemudian Marcell Yo dan Kim Hae Yo memberi perhatian lebih kepada Ella?

***********

Saat membaca synopsis novel ini, nggak tahu kenapa, ingatan saya justru tersangkut di novel saya yang Beijing :) tapi setelah membacanya sampai tuntas, ternyata novel ini lebih focus pada kehidupan Ella sebagai pelajar ketimbang konflik keluarga yang justru hadir dalam beberapa scene saja.

Kalau bicara kelebihan, novel ini dituturkan dengan bahasa yang lincah dan mengalir, termasuk type novel yang bisa dituntaskan in one sitting dan lumayan menarik keinginan untuk langsung membacanya hingga selesai.

Penggambaran setting lumayan oke, meski inginnya saya sih, ada gambaran juga tentang tempat-tempat wisata atau tempat-tempat ibadah, sesuatu yang benar-benar menggambarkan ciri Taipei, jadi tidak hanya berkutat seputar kampus, apartemen, jalan raya dan tempat-tempat umum.

Novel ini masih stereotype dengan novel pertama penulis, Xie Xie Ni De Ai, dimana paragraph terakhir untuk setiap bab seperti berupa konklusi dari isi bab. Jadi buat pembaca yang malas baca panjang-panjang, dengan baca paragraph terakhir saja udah cukup mendapat gambaran isi cerita.

Buat pembaca remaja, mungkin dialog dalam novel ini fine-fine aja, tetapi saya merasa kurangnya keterlibatan gesture or gambaran emosi dari tokoh-tokohnya saat berdialog. Terdapat beberapa lembar dimana dialognya hanya benar-benar berupa pure dialog, tanpa menunjukkan ini siapa yang lagi bicara, ekspresinya pas ngomong seperti apa, dan sebagainya.

Proses metamorphosis tokoh Hae Yo juga terasa terlalu umum, yaitu dilatarbelakangi persahabatannya dengan ella dan melihat ella yang seorang gadis muslim selalu taat dalam beribadah. Bagian ini sebenarnya bisa lebih greget kesannya jika latarnya dibuat lebih spesifik. Dan satu lagi, ending novel ini terkesan kurang nyambung dengan bab sebelumnya. Meski masih bisa dipahami, tetapi epilog berupa isi hati Hae Yo terkesan seperti antiklimaks. Ini sebenarnya bisa disiasati dengan penambahan adegan atau narasi atau juga deskripsi tempat yang menjadi latar si tokoh.

Overall, novel ini punya pesan moral yang bagus, dan karena novel ini diterbitkan Indiva, penerbit yang lebih banyak menerbitkan novel dewasa dan focus pada nilai islami, maka untuk beberapa hal yang sebetulnya masih bisa digali dari novel ini selama proses penyuntingan untuk membuatnya jadi lebih ciamik, seperti karakter tokoh, pendalaman konflik, dan lain-lain tetapi tidak terjadi, ya masih bisa dimaklumilah :).

Judul      : The Dream in Taipei City
Penulis   :  Mell Shaliha
Penerbit  : Indiva Media Kreasi
Terbit     : Februari 2014
Hal        : 360 hal 

3 comments

  1. Aku udah beli. Baru baca prolog plus beberpa halaman, tapi ada yang rasanya kurang greget dari penulisannya. Kayaknya jauh lebih rapi dari Xie Xie Ni De Ai sih. Nanti kalo ada waktu dilajut lagi~

    ReplyDelete
  2. iya Riski, tapi ceritanya rinagn mengalir koq, gak terasa tebelnya :)

    Ruru : iyah lanjut dulu ntar reviewin yak :D

    ReplyDelete