Gleneagles Hospital, Singapura, Maret 1985
Wanita dengan
tunik panjang hijau muda berselubung selimut bercorak garis itu rebah di brankar
beroda. Posisi tubuhnya empat puluh lima derajat, kepala bersangga sebuah
bantal tipis, dan kedua matanya menatap hampa pada dinding di hadapannya yang nyaris
sama kosongnya. Rambut panjangnya tergerai begitu saja, kusut masai, menyebar
di atas bantal seperti surai singa, dan dengan ekspresinya saat ini, bindi[1]
merah pada keningnya justru menunjukkan kombinasi yang tampak menakutkan.
Di dalam
ruangan kamar itu, hanya ada televisi yang tidak dihidupkan. Tembok polos putih
bersih membentang dari sisi jendela hingga pintu masuk, berbatas partisi berlapis
tirai biru yang terhubung dengan ruang yang dilengkapi sofa, seakan memberi
privasi untuk kenyamanan si pasien dari pengunjung yang datang membesuk.